Ny. Lusy yang didampingi Johny Situwanda usai diterima oleh Reza Perdana, petugas dari Komnas HAM, memberikan keterangan kepada wartawan di kantor Komnas HAM. (Foto: Dade Fachri/Tangerangnet.com) |
NET - Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan tim kuratornya dilaporkan ke Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) oleh nasabahnya, Lusy. Penyebabnya, hak
mendasar (kebutuhan Primer) perempuan asal Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat
ini, diduga dirampas kedua pihak tersebut.
"Kita laporkan karena kehidupan Ibu (Lusy) ini sudah dirampas dan hak
hidup Ibu ini juga hampir dirampas. Namun perkara bermula saat tim kurator dari
BRI mengeksekusi aset milik Lusy, setelah ia dinyatakan pailit karena dianggap
tak memenuhi kewajiban sebagai debitur," ujar Johnny Situwanda, kuasa
hukum korban, Kamis (21/12/2017), di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary No.4B,
Menteng, Jakarta Pusat.
Johnny mengungkapkan bermodal membawa gerombolan orang tak dikenal,
eksekusi dilakukan. Rumah yang terkunci dibongkar paksa dan mereka masuk ke
dalamnya. "Masuk ke dalam, sampai ke kamar pribadi dimasukin disegel
semua," ujarnya.
Menurut Johny, suami Lusy yang ada di dalam juga ditarik ke luar, uangnya
dirampas, karena dianggap melanggar hukum pidana, peristiwa tersebut telah
dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Akibat dari penyegelan itu,
membuat Lusy tak memiliki usaha, uang
untuk makan, dan hidup serta tempat tinggal, dan hal ini dilaporkan ke Komnas HAM.
"Adapun mantan dan Direktur Utama BRI, Kepala BRI Cabang Sumbawa Besar
serta tim kurator, sebelumnya juga dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh putri
Lusy, Ita Yuliana, karena turut mengeksekusi harta benda milik Ita yang tak
dijaminkan. Sandang-pangan ibu ini juga dirampas," ungkap Johnny.
Lusy tidak punya pakaian, karena
pakaiannya berada di dalam rumah. Tempat tinggal juga nggak ada. Laporan
diterima Komnas HAM melalui analis pengaduannya, Reza Perdana.
"Sesuai standar operasional prosedur (SOP), pengaduan bakal
ditindaklanjuti dalam waktu paling lama satu minggu. Sambil laporan diproses,
Komnas HAM meminta pihak Lusy melengkapi bukti pendukung lainnya. Salah satunya
transkrip dan terjemahan percakapan "seseorang" yang meminta uang
ratusan juta rupiah agar eksekusi ditunda," kata Johnny.
Pihak Komnas HAM, kata Johny, minta terjemahan berupa video dan ada suaranya,
karena komunikasi menggunakan bahasa Sumbawa. Percakapan itu juga menjelaskan
ada pernyataan seseorang yang mengancam "percuma saja melaporkan BRI,
karena BRI posisinya 'lebih kuat' di kepolisian.
Sementara itu, dengan pengaduan tersebut, Johnny berharap agar Komnas HAM
memberikan rasa keadilan bagi siapapun termasuk Lusy yang tengah melawan
korporasi besar. "Dia meminta Komnas HAM mengeluarkan Rekomendasi yang
isinya melanjutkan proses hukum dan
pengembalian hak hidup dan hak tinggal Lusy dan Ita," ujarnya.
Bukan hanya ke Polisi dan Komnas HAM, rencananya perkara ini juga segera
diadukan ke Organisasi Profesi. Dikembalikan hak tinggal, sandang-pangan,
obat-obatan. "Semua dikembalikan, termasuk semua aset-aset yang disita,
karena Ibu Lusy sanggup bayar. Hari ini dikembalikan, hari ini dibayar
utangnya," ujar Johnny. (dade)
0 Comments