![]() |
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat prosesi masuk ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur beberapa waktu yang lalu. (Foto: Istimewa) |
NET - Ind Police Watch (IPW) menilai ditempatkannya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tetap di
Rutan (Rumah Tahanan-red) Brimob, Kelapa Dua, Depok, meski perkaranya sudah
inkrah adalah sebuah kesalahan dan pelanggaran hukum serius.
“IPW berharap Brimob dan Polri tidak membiarkan pelanggaran hukum ini
terjadi dan segera meminta Menteri Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia-red) segera
memindahkan Ahok dari Rutan Brimob ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas),” ujar Ketua
Presidium Ind Police Watch Neta S. Pane melalui Siaran Pers, Kamis (22/6/2017).
Pernyataan Neta Pane tersebut berkaitan dengan Jaksa Agung M Prasetyo
menegaskan tugas jaksa pada Kejari Jakarta Utara untuk mengeksekusi Basuki
Tjahaja Purnama (Ahok) sudah selesai. Pihak Lapas Cipinang yang memutuskan Ahok
dititipkan di Rutan Mako Brimob untuk menjalani pidana penjara atas kasus
penodaan agama.
"Tugas jaksa Kejari (Kejaksaan Negeri-red) Jakarta Utara adalah untuk
eksekusi ke pihak Lapas Cipinang. Tapi Kalapas Cipinang dengan pertimbangan
keamanan (memutuskan) menempatkan Ahok menjalani pidana di Rutan Mako Brimob.
Semua atas putusan pihak Lapas. Jaksa sudah melakukan tugasnya," kata
Prasetyo saat dihubungi, Rabu (21/6/2017).
Neta mengatakan sebagai institusi penegak hukum, Brimob dan Polri harus
bersikap konsisten, profesional, proporsipnal, dan independen, sehingga
fasilitasnya tidak disalahgunakan pihak lain, dalam hal ini Kementerian Hukum
dan HAM. Penempatan Ahok setelah inkrah menjadi narapidana (Napi) adalah
kesalahan kedua dan pelanggaran hukum kedua yang pernah dilakukan rezim penguasa.
Anehnya, kata Neta, kesalahan dan pelanggaran hukum ini dibiarkan oleh
Brimob dan Polri sebagai institusi penegak hukum dan sebagai pemilik Rutan
Brimob Kelapa Dua. Pelanggaran hukum pertama dilakukan rejim SBY (Susilo Bambang
Yudhoyono-red) yang mengistimewakan Aulia Pohan di Rutan Brimob. Pelanggaran
hukum kedua dilakukan rejim Jokowi yang mengistimewakan Ahok di Rutan Brimob.
“Untuk itu, Brimob dan Polri tidak boleh membiarkan pelanggaran hukum ini
terjadi lagi. Rutan Brimob tidak boleh diintervensi Kementerian Hukum dan HAM
yang seolah-olah tidak mau perduli dengan ketentuan hukum yang ada. Semua
pihak, terutama Menteri Hukum dan HAM harus paham bahwa Rutan Brimob bukan LP.
Jika Menteri Hukum dan HAM tidak paham tentang hal ini, seharusnya mengundurkan
diri saja karena tidak pantas menjadi Menteri Hukum dan HAM,” tutur Neta
menegaskan.
Menteri Hukum dan HAM, kata Neta, harus paham bahwa menempatkan napi di Rutan
adalah pelanggaran hukum serius. Kenapa napi harus ditempatkan di LP, karena
dalam sistem hukum Indonesia dikenal adanya sistem pembinaan bagi narapidana
saat menjalani proses hukuman. Artinya, semua napi itu harus dibina tanpa
pengecualian, termasuk Ahok. Sebab sistem hukum Indonesia tidak mengenal adanya
diskriminasi.
Sementara yang memiliki sistem dan fasilitas pembinaan terhadap napi hanya
LP dan di Rutan tidak ada sistem dan fasilitas pembinaan bagi napi. Apalagi di
Rutan Brimob yang luasnya sangat terbatas dan tergolong sempit. Rutan Brimob
hanya memiliki empat bangunan berbentuk rumah. Dua bangunan terdapat kamar yang
dijadikan sebagai kamar untuk tahanan, sehingga seperti kamar pribadi, kata
Neta.
“Di bangunan inilah Aulia Pohan dan Susno Duaji pernah ditahan. Dari dua
bangunan yang terdapat kamar kamar itu, satu bangunan dikhususkan untuk tahanan
teroris. Dua bangunan lagi terdiri dari sel tahanan berjeruji. Di tempat inilah
Wiliardi Rizard mantan Kapolres Jakarta Selatan yang dituduh terlibat kasus
pembunuhan Nazaruddin pernah ditahan,” ungkap Neta.
Menurut Neta, Rutan Brimob tergolong sangat sempit dan terbatas, sementara
dalam sistem hukum Indonesia seorang napi harus dibina. Sempitnya Rutan Brimob membuat tempat ini tidak layak
bagi napi. Saat Aulia Pohan menjadi napi di Rutan Brimob, kamarnya lebih banyak
terlihat terkunci dari luar, sementara sang napi tidak terlihat entah di mana.
Sempitnya luas Rutan Brimob membuat gerak gerik dan aktivitas semua tahanan
menjadi sangat gampang terpantau sesama tahanan.
IPW berharap kesalahan yang dilakukan rejim SBY yang mengintervensi Rutan
Brimob hendaknya tidak terulang lagi di era rejim Jokowi. Brimob dan Polri
jangan membiarkan pelanggaran hukum ini. “Untuk itu harus segera meminta
Menteri Hukum dan HAM segera memindahkan Ahok ke lembaga pemasyarakatan agar
bisa dilakukan pembinaan sesuai ketentuan hukum,” ucap Neta menyarankan.
(*/ril)
0 Comments