![]() |
Nahar A. Nasada (pegang mike): perolehan suara bersaing. (Foto: Dade, Tangerangnet.com) |
NET - Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten
Intan Jaya, Papua, terus berlanjut. Usai kontestasi yang memakan korban jiwa,
putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Intan Jaya, Provinsi Papua yang memenangkan
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Yulius Yapugau-Yunus Kalabetme,
dipersoalkan.
"Pihak yang memperkarakan
pasangan nomor urut tiga, Natalis Tabuni dan Yann Robert Kobogoyauw, yang
perolehan suaranya bersaing ketat dengan pasangan terpilih. Salah satu
alasannya, dasar penetapan kemenangan pasangan nomor urut dua dinilai tak
jelas. Sejak awal kliennya memenangi Pilkada dengan suara sekitar 37 ribu
suara," ujar Kuasa Hukum Nahar A Nasada kepada wartawan, Minggu (7/5/2017).
KPU Intan Jaya sempat menetapkan
pasangan nomor tiga sebagai calon terpilih. Ketika ingin disahkan, melalui
surat keputusan (SK) untuk ditandatangani, diubah kembali hasilnya. Perubahan
hasil suara membuat Natalis Tabuni-Yann Robert Kobogoyauw yang tadinya unggul,
menjadi di posisi kedua yakni memperoleh 31.476 suara. Jumlah ini kalah dengan
pasangan Yapugau-Yunus Kalabetme yang meraih 33.958.
Hasil ini bukan merupakan jumlah
total, kata Nahar, sebab masih ada tujuh tempat pemungutan suara (TPS) yang
disengketakan. Perkara tujuh TPS sempat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK),
namun keputusan lembaga itu, memerintahkan agar rekapitulasi di tujuh TPS
dilanjutkan. Berdasarkan hasil penghitungan ulang, jumlah suara di TPS tersisa
menguntungkan Natalis Tabuni-Yann Robert Kobogoyauw.
“Itu ada sekitar 3 ribu suara ke
kami. Jadi jika ditotal, kami dapat sekitar 34 ribu dan pasangan nomor dua 33
ribu. Namun, hasil ini dipersoalkan kembali, setelah pihak terkait menyampaikan
alasan keberatan, akhirnya diputuskan jika suara di tujuh TPS dinihilkan.
Keputusan tersebut dipermasalahkan Natalis Tabuni-Yann Robert Kobogoyauw.
"Pihak kandidat petahana
tersebut, menilai keputusan meniadakan hitungan suara di tujuh TPS melanggar
perintah MK. KPU kami nilai inkonsisten dalam mengambil keputusan. KPU juga
melawan perintah MK tentang rekap lanjutan yang harus dilaksanakan, maksimal 14
hari setelah pembacaan putusan. Ini melanggar undang-undang penyelenggara
pemilu dan aturan tentang Pilkada, yang memerintahkan penyelenggara harus patuh
dengan putusan MK," ungkap Nahar.
Sementara itu, keputusan KPU juga
dianggap aneh. Sebab berdasarkan hasil rekapitulasi yang diinformasikan di
situs resmi KPU, kpu.go.id, kepala daerah terpilih ialah Natalis Tabuni-Yann
Robert Kobogoyauw, dengan hasil suara 37 ribuan. “Kalau dasar suara 37 ribu
milik kami jelas. Berdasarkan penghitungan formulir C1-KWK yang dilanjutkan
dengan DB1-KWK. Kalau mereka hanya menggunakan versi Panwas Kabupaten dan
narasi-narasi saja, yang intinya berasal dari dugaan-dugaan pelanggaran pemilu,"
ungkap Nahar. (dade)
0 Comments