Hotel Marilyn di Jalan Raya Serpong, Kota Tangerang Selatan. (Foto: Istimewa) |
NET - Ny. Sriwittin
Lee sebagai pemilik Hotel Marilyn di Jalan Raya Serpong, Kota Tangerang Selatan
adalah korban ketidakadilan aparat penegak hukum. Seharusnya aparat penegak
hukum tegak lurus menangani kasus sengketa batas tanah antara Hotel Marilyn dan
Minanto Wiyono yang patut diduga adalah mafia tanah.
Ketua Umum Sentral Gerakan Rakyat-Jokowi, Akhrom
Saleh mengatakan mencari keadilan di negeri
ini tidaklah mudah. “Mendapatkan keadilan harus dengan perjuangan
berdarah-darah, sehingga bagi rakyat kecil keadilan hanyalah mimpi pada siang
bolong,” ujar Akhrom kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Masalah batas tanah itu, kata Akhrom, adalah kasus kecil yang
dibesar-besarkan oleh aparat penegak hukum sehingga permasalahan batas tanah
itu dapat berlarut-larut dan patut diduga menjadi objek pungutan liar yang
tidak berdasar.
“Saya rasa kasus yang menimpa Ibu Sriwittin Lee
adalah salah satu dari sekian juta rakyat Indonesia yang bernasib sama. Banyak
rakyat kecil yang tanahnya diklaim dan diserobot oleh pengusaha yang dapat
menyulap surat menyurat melalui instansi-instansi yang berkaitan dengan itu
demi kepentingan pribadi,” ungkap Akhrom.
Jalur apapun ditempuh bahkan, kata Akhrom, tak jarang sampai dengan menelan korban jiwa.
Konflik pertanahan di Indonesia harus ditangani dengan serius oleh Pemerintah.
Sebab instansi yang berkaitan dengan pertanahan sebagai salah satu biang
konflik, ditambah lagi sering sekali instansi penegak hukum turut serta
berperan dalam konflik pertanahan, dan ini sudah menjadi rahasia umum.
Akhrom menambahkan apalagi pihak Kepolisian dan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan beberapa hari yang lalu
bekerjasama dalam hal Pemberantasan Mafia Tanah, Pungutan Liar, Pertukaran
Informasi dan lainynya. Artinya, Pemerintah melalui BPN dan Pihak Kepolisian
sudah semakin serius menangani konflik agraria/pertanahan, hanya saja dua instansi
itu tidak boleh luput dari pengawasan agar program kerjasama itu bukanlah sekadar
pepesan kosong.
Kerjasama antara Polri dan BPN terkait
pemberantasan mafia tanah dan pungutan liar patut diapresiasi setinggi-tingginya. Hal ini demi
terciptanya kondisi yang kondusif dan keadilan untuk yang benar, bukan malah
sebaliknya, kata Arkhrom.
“Harapan kami persoalan Hotel Marilyn yang menjadi
korban ketidakadilan menjadi perhatian Pemerintah dalam hal ini para pimpinan
Polri dan Pimpinan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Sebab terlalu banyak oknum
dibawahnya adalah berjaring dengan mafia tanah dan melakukan pungutan
liar," ungkap Akhrom.
Akhrom mengaku perlu mengontrol dan mengawasi program Nawacita kedua lembaga yakni Polri dan BPN, sehingga kedua instansi
tersebut benar-benar menjalankan program Nawacita Presiden RI ke -7. Yang
menarik perhatian dari kerjasama itu adalah melalukan pemberantasan pungutan
liar serta mafia tanah dibawahnya sesuai dengan tujuan kerjasama itu.
"Sebagai bentuk awal uji coba kami terhadap
Polri dan BPN maka Sentral Gerakan Rakyat-Jokowi waktu dekat untuk melaporkan persoalan konflik
batas tanah yang terjadi yang telah disebutkan di atas. Kami mencium aroma
pungutan liar dan mafia tanah dalam kasus itu, sehingga ibu Sriwittin Lee yang
dizhalimi oleh oknum aparat penegak hukum dan oknum BPN mendapatkan efek
jera," ucap Akhrom. (dade)
0 Comments