Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Rakyat Kecil Dapat Keadilan, Harus Berjuang Berdarah-darah

Hotel Marilyn di Jalan Raya Serpong, Kota Tangerang Selatan.
(Foto: Istimewa)  
NET  - Ny. Sriwittin Lee sebagai pemilik Hotel Marilyn di Jalan Raya Serpong, Kota Tangerang Selatan adalah korban ketidakadilan aparat penegak hukum. Seharusnya aparat penegak hukum tegak lurus menangani kasus sengketa batas tanah antara Hotel Marilyn dan Minanto Wiyono yang patut diduga adalah mafia tanah.

Ketua Umum Sentral Gerakan Rakyat-Jokowi, Akhrom Saleh mengatakan  mencari keadilan di negeri ini tidaklah mudah. “Mendapatkan keadilan harus dengan perjuangan berdarah-darah, sehingga bagi rakyat kecil keadilan hanyalah mimpi pada siang bolong,” ujar Akhrom kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/3/2017).

Masalah batas tanah  itu, kata Akhrom, adalah kasus kecil yang dibesar-besarkan oleh aparat penegak hukum sehingga permasalahan batas tanah itu dapat berlarut-larut dan patut diduga menjadi objek pungutan liar yang tidak berdasar.

“Saya rasa kasus yang menimpa Ibu Sriwittin Lee adalah salah satu dari sekian juta rakyat Indonesia yang bernasib sama. Banyak rakyat kecil yang tanahnya diklaim dan diserobot oleh pengusaha yang dapat menyulap surat menyurat melalui instansi-instansi yang berkaitan dengan itu demi kepentingan pribadi,” ungkap Akhrom.

Jalur apapun ditempuh bahkan, kata Akhrom,  tak jarang sampai dengan menelan korban jiwa. Konflik pertanahan di Indonesia harus ditangani dengan serius oleh Pemerintah. Sebab instansi yang berkaitan dengan pertanahan sebagai salah satu biang konflik, ditambah lagi sering sekali instansi penegak hukum turut serta berperan dalam konflik pertanahan, dan ini sudah menjadi rahasia umum.

Akhrom menambahkan apalagi pihak Kepolisian dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan beberapa hari yang lalu bekerjasama dalam hal Pemberantasan Mafia Tanah, Pungutan Liar, Pertukaran Informasi dan lainynya. Artinya, Pemerintah melalui BPN dan Pihak Kepolisian sudah semakin serius menangani konflik agraria/pertanahan, hanya saja dua instansi itu tidak boleh luput dari pengawasan agar program kerjasama itu bukanlah sekadar pepesan kosong.

Kerjasama antara Polri dan BPN terkait pemberantasan mafia tanah dan pungutan liar patut  diapresiasi setinggi-tingginya. Hal ini demi terciptanya kondisi yang kondusif dan keadilan untuk yang benar, bukan malah sebaliknya, kata Arkhrom.

“Harapan kami persoalan Hotel Marilyn yang menjadi korban ketidakadilan menjadi perhatian Pemerintah dalam hal ini para pimpinan Polri dan Pimpinan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Sebab terlalu banyak oknum dibawahnya adalah berjaring dengan mafia tanah dan melakukan pungutan liar," ungkap Akhrom.

Akhrom mengaku perlu  mengontrol dan mengawasi program Nawacita  kedua lembaga yakni  Polri dan BPN, sehingga kedua instansi tersebut benar-benar menjalankan program Nawacita Presiden RI ke -7. Yang menarik perhatian dari kerjasama itu adalah melalukan pemberantasan pungutan liar serta mafia tanah dibawahnya sesuai dengan tujuan kerjasama itu.

"Sebagai bentuk awal uji coba kami terhadap Polri dan BPN maka Sentral Gerakan Rakyat-Jokowi  waktu dekat untuk melaporkan persoalan konflik batas tanah yang terjadi yang telah disebutkan di atas. Kami mencium aroma pungutan liar dan mafia tanah dalam kasus itu, sehingga ibu Sriwittin Lee yang dizhalimi oleh oknum aparat penegak hukum dan oknum BPN mendapatkan efek jera,"  ucap Akhrom. (dade)
                

Post a Comment

0 Comments