Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

DPRD Kota Tangerang Sudah Dapat Tunjangan Intensif, Dilarang Terima Honor

Hasanudin Bije: kasus ini dimonitor KPK.
(Foto: Istimewa)    
NET - Penasihat Lembaga Kajian Pemerintahan Indonesia (LKPI) Hasanudin Bije menegaskan kehadiran anggota DPRD pada acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) adalah untuk menyerap aspirasi masyarakat. Tugas menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, setiap angota DPRD telah menerima Tunjangan Komunikasi Intensif setiap bulannya sehingga tidak perlu lagi diberi honor sebagai narasumber.

“Laporan saya kepada Kejaksaan Negeri Tangerang adalah untuk mengusut kerugian daerah atau negara atas pembayaran honor kepada anggota dewan tersebut,” ujar Bije kepada TangerangNET.Com, Sabtu (13/2/2016) malam.

Kini, kata Bije, sudah tepat pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang untuk melakukan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap 13  bendahara dan tata usaha kecamatan yang ada di Kota Tangerang.

“Tentang teknis penyelidikan apakah yang diperiksa pihak Pemerintah Kota Tangerang dalam hal ini tingkat kecematan atau anggota DPRD, menjadi kewenangan kejaksaan. Saya sebagai pelapor tidak ikut mencampuri,” tandas Bije yang mantan anggota DPRD Kota Tangerang dari Fraksi PDIP itu.

Bije Hasanudin melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh 50 orang anggota DPRD Kota Tangerang, terkait penerimaan honor narasumber oleh anggota DPRD pada acara Musrenbang di kecamatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)  lainnya.

Menurut Bije, Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD  menyatakan bahwa tunjangan komunikasi intensif diberikan kepada anggota DPRD dalam rangka menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Oleh karena itu, kata Bije,  menjadi persoalan jika kehadiran anggota DPRD di forum Musrenbang harus dikeluarkan honor narasumber untuk mereka. Dalam forum Musrenbang itu anggota DPRD kan lebih banyak menampung atau mencatat aspirasi. 

“Masa duduk dengar dan catat saja diberi lagi honor Rp 3 juta per kali datang,” tutur Bije kehernan. 

Anehnya lagi, kata Bije,  pada pelaksanaanya  diduga banyak anggota DPRD yang  tidak hadir dalam acara Musrenbang tetap diberikan honornya. Kalau ini terbukti jelas tindak pidana korupsi (Tipikor) dan jaksa harus menindaklanjutinya.

Pengguna anggaran dan anggota DPRD yang menerima harus diseret ke pengadilan. Jaksa tidak perlu ragu terhadap masalah ini,” ujar Bije berharap.

Selain itu, kata Bije, kasus ini menarik karena di seluruh Indonesia baru terjadi di Kota Tangetang yakni seluruh anggota DPRD dilibatkan sebagai narasumber pada kegiatan  yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD secara masif  tanpa  menghiraukan latar belakang pendidikan dan kompetensi. Azas kepatutan dan kelaziman yang seharusnya diterapkan telah dikesampingkan dalam kasus ini

"Kuat dugaan saya bahwa dianggarkannya narasumber dalam jumlah yang banyak dan masif serta ditunjuknya anggota DPRD sebagai narasumber secara masif pula itu by design. Memang sudah direncanakan secara topdown,” ucap Bije menegaskan.

Bije saat melaporkan berpesan kepada penyelidik kejaksaan agar melihat kemungkinan adanya permukatan jahat di tingkat elit eksekutif dan legislatif yang menyebabkan munculnya anggaran narasumber secara masif ini.

Harus ditemukan motif permukatannya. Apa kepentingan masing-masing sehingga bermufakat untuk memasukan anggaran narasumber dan menunjuk anggota DPRD sebagai narasumber secara masif,” ungkap Bije.

Bije  berharap semua pihak menghormati proses hukum yang telah berjalan. Adalah hak masyarakat yang dijamin oleh undang-undang untuk menyampaikan dugaan adanya Tipikor, dan kewajiban penegak hukum untuk menindaklanjutinya.

Bije pun menyatakan  telah menembuskan laporannya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Saya yakin Kejati Banten dan KPK memonitor tarsus kasus ini,” ujar Bije .

Bije merasa ada pihak tertentu melakukan  intervensi. “Saya berharap pihak kejaksaan tetap tegar bila ada pihak tertentu melakukan intervensi. Bila pihak kejaksaan tiak kuat menghadapi intervensi pihak tertentu, saya akan mohon kepada KPK aga mengambil alih kasus ini. Persyaratannya sudah cukup untuk masuk ke KPK. Kerugian keuangan daerah diduga lebih dari Rp 1 miliar dan melibatkan penyelenggara daerah,” urai Bije. (ril)




Post a Comment

0 Comments