Ilustrasi kapal keruk yang beroperasi di lepas pantai. (Foto: Istimewa) |
NET - Dengan tetap mengutamakan azas cabotage di pelayaran Indonesia,
Kementerian Perhubungan memberikan pengecualian dengan memberikan izin
penggunaan kapal asing untuk kegiatan yang tidak termasuk mengangkut
penumpang/barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri yaitu untuk kegiatan
lepas pantai.
Ignasius Jonan mengatakan izin penggunaan
kapal asing tersebut diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 tahun dengan
tetap memenuhi regulasi yang berlaku. "Pengecualian tersebut diatur dalam
Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 200 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga
Atas PM 10 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin
Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain yang tidak Termasuk Kegiatan
Mengangkut Penumpang dan/atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam
Negeri," ujar Jonan kepada wartawan, Selasa (12/1/2016), di Jakarta.
Sementara itu, peraturan tersebut ditetapkan
oleh Menteri Perhubungan pada 23 Desember 2015 dan diundangkan oleh Kementerian
Hukum dan HAM pada 29 Desember 2015. Pada regulasi sebelumnya yaitu PM 10 Tahun
2015, telah diatur jenis/tipe kapal asing jack up rig, semi submersible rig,
deepwater drill ship, tender assist rig, dan swamp barge rig untuk kegiatan
pengeboran yang penggunaannya berakhir sampai dengan akhir Desember 2015.
Jonan menjelaskan kegiatan lepas pantai
lainnya di antaranya adalah survey minyak dan gas bumi, konstruksi lepas pantai,
penunjang operasi lepas pantai, pengerukan, serta salvage, dan pekerjaan bawah air.
"Berdasarkan
hasil evaluasi yang dilakukan, penggunaan kapal asing tersebut masih diperlukan
karena kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia
sehingga perlu dilakukan perpanjangan jangka waktu penggunaannya,"
ujarnya.
Namun,
izin penggunaan kapal asing tersebut diberikan oleh Menteri Perhubungan setelah
memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut: rencana kerja yang
dilengkapi dengan jadwal dan wilayah kerja kegiatan yang ditandai dengan kordinat
geografis, memiliki charter party antara perusahaan angkutan laut nasional
dengan pemilik kapal asing dan kontrak kerja dan/atau Letter of Intent (Lol)
dari pemberi kerja, copy Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL)
yang telah dilegalisir, copy sertifikat tanda kebangsaan/pendaftaran kapal,
copy sertifikat keselamatan dan keamanan kapal, copy sertifikat pencegahan
pencemaran kapal, copy sertifikat klasifikasi kapal,
copy daftar/sijil awak kapal, dan copy sertifikat manajemen keselamatan.
Selain itu, Menteri Perhubungan dapat
mengeluarkan izin penggunaan kapal asing setelah dilakukan minimum 1 kali upaya
pengadaan kapal berbendera Indonesia yang dibuktikan dengan pengumuman lelang
atau bukti lelang dan selanjutnya dilakukan evaluasi oleh tim yang hasilnya
dituangkan dalam Berita Acara. Ketika rapat evaluasi, Tim menjawab bahwa kapal
sejenis yang berbendera Indonesia dan memiliki spesifikasi teknis yang
dibutuhkan tersedia atau tidak tersedia atau belum cukup tersedia.
"Pada pasal 9 disebutkan bahwa pengadaan
kapal tersebut dilakukan dengan memprioritaskan kapal berbendera Indonesia;
kapal berbendera asing yang proses pembeliannya oleh Warga Negara Indonesia
atau Badan Hukum Indonesia yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan (leasing)
dengan melampirkan dokumen yang terdiri atas: perjanjian pembiayaan (leasing)
antara anak perusahaan dengan perusahaan pembiayaan (leasing) dan akta
pendirian anak perusahaan yang sahamnya 100 persen dimiliki oleh WNI atau Badan
Hukum Indonesia," ujarnya.
Jonan mengungkapkan meskipun mengizinkan
penggunaan kapal asing untuk kegiatan lepas pantai, Kementerian Perhubungan
tetap mengutamakan azas cabotage (pengangkutan komoditas domestik di perairan
nasional wajib berbendera Indonesia) dengan tetap memprioritaskan kapal
berbendera Indonesia dalam proses pengadaan kapalnya.
"Hal ini bertujuan untuk menerapkan azas
cabotage secara konsekuen pada angkutan laut dalam negeri. Selain jenis-jenis
kapal yang telah disebutkan sebelumnya, pada pasal 11 disebutkan, apabila ada permohonan
penggunaan kapal asing selain jenis/tipe kapal yang diatur dalam PM ini, dapat
diberikan kebijakan melalui surat Menteri Perhubungan setelah terlebih dahulu
dievaluasi oleh Tim yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani,"
ungkap Jonan.
Oleh karena itu, khusus untuk kondisi darurat dan
mendesak, bukti pelelangan tidak diperlukan dalam permohonan izin penggunaan
kapal asing. Kondisi darurat tersebut antara lain terjadinya kecelakaan atau
kejadian yang mengganggu keselamatan pelayaran. Setelah 10 tahun sejak
pemberlakuan azas cabotage di perairan Indonesia pada April 2005, hingga
Desember 2015, total armada niaga nasional adalah 16.574 kapal. Jumlah tersebut
mengalami kenaikan sebesar 64,16 persen dibandingkan pada tahun 2005 yaitu
sejumlah 10.096 kapal. (dade)
0 Comments