![]() |
Mohammad Nasir: Indonesia jauh tertinggal dari negara tetangga. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Menteri Ristek
dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan daya saing
para peneliti Indonesia di kalangan internasional semakin menurun. Guna
meningkatkan kembali daya saing itu, Kemenristekdikti membuka penghargaan
publikasi ilmiah internasional untuk setiap jurnal akan diberi penghargaan mulai
dari Rp50 juta sampai dengan Rp100 juta.
Mohammad Nasir mengatakan
untuk setiap jurnal yang dipublikasikan
oleh lembaga pengindeks jurnal ilmiah internasional dengan impact factor
minimal 0,1 akan diberi penghargaan Rp50 juta.
"Sementara jurnal yang
dipublikasikan di lembaga pengindeks jurnal internasional dengan impact factor
5 ke atas akan mendapat penghargaan Rp 100 juta," ujar Nasir kepada wartawan, Jumat (4/12/2015), di
gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Kemenristekdikti
bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan
dalam hal penganggaran. Ini mengingat dana LPDP lebih fleksibel dan mudah
dicairkan. Untuk periode pertama ini dana yang disiapkan Rp 50 miliar dulu.
“Kalau masing-masing
jurnal dapat Rp 100 juta kan sudah 500 jurnal setahun. Sudah bagus itu,” tutur
Nasir.
Nasir menjelaskan
periode pendaftaran akan dibuka 2 kali dalam setahun yakni pada 1 Februari-30 Maret dan 1 Juni-30 Juli.
"Periode pertama akan dinilai pada 10 Mei-19 Juni dan diumumkan pada 20 Mei. Sementara periode kedua akan dinilai
pada 31 Juli-16 Agustus dan diumumkan pada 17 Agustus. Pendaftaran online dapat
dilakukan di website LPDP www.lpdp.kemenkeu.go.id," ujarnya.
Oleh karena itu, kata
Nasir, nantinya setiap peneliti yang memperoleh penghargaan akan diminta
memberikan laporan pertanggungjawaban berbasis output. Sebab, selama ini
laporan penelitian yang dibiayai pemerintah selalu berbasis pada aktivitas
sehingga para peneliti merasa kerepotan.
Menurut Nasir, selama ini laporan pertanggungjawaban selalu
base on activity sehingga peneliti malas. Ini yang harus didorong, diubah
sistemnya. "Dari data Kemenristek, saat ini jumlah publikasi jurnal selama
setahun baru 178 dari 50 perguruan tinggi yang paling produktif di Indonesia.
Padahal Indonesia memiliki 134 perguruan tinggi negeri dan lebih dari 4.200
perguruan tinggi swasta," ungkap Nasir.
Nasir mengatakan versi World Economic Forum (WEF)
2015-2016, daya saing ekonomi Indonesia tahun 2015-2016 menurun menjadi 37 dari
140 negara. Padahal tahun lalu Indonesia berada di posisi 34. Salah satu yang
mempengaruhi penurunan ini adalah kesiapan teknologi dan inovasi. Angka ini
terpaut cukup jauh dengan negara tetangga Singapura yang menempati posisi 2,
Malaysia posisi 18 dan Thailand posisi 32, Indonesia tercatat unggul dari
Vietnam (56), Laos (83), Kamboja (90) dan Myanmar (131).
Sementara itu lembaga
pemeringkat internasional Scimago Instituon Ranking pada 2014 menempatkan Indonesia pada posisi 52
dalam publikasi ilmiah internasional. Hal ini jauh di bawah Malaysia (23),
Singapura (33) dan Thailand (40).
"Kami harap
penghargaan ini dapat mendorong riset dan publikasi lebih baik. Paling tidak 3
besar lah di ASEAN," ujar Nasir berharap. (dade)
0 Comments