![]() |
| Nusron Wahid di Pesisir Utara, Kabupaten Tangerang, Banten beberapa waktu lalu. (Foto: Ist/tangsel.id) |
"Mafia tanah itu sampai kiamat pun pasti akan ada, namanya mafia tanah itu tindak kejahatan, orang bertindak jahat itu pasti ada,"
[Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, 13/11/2025]
TERUS terang penulis tidak heran dengan pernyataan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, yang baru-baru ini menyatakan mafia tanah tak bisa diberantas hingga hari kiamat. Hal itu disampaikan, setelah Nusron menggelar rapat koordinasi (Rakor) di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Kota Makassar, Kamis (13/11/2025).
Pernyataan tersebut, meskipun realitanya berkesesuaian namun tak layak disampaikan pejabat publik dalam forum publik. Apalagi, jika itu dikaitkan dengan komitmen Negara untuk menjaga kedaulatan dan rakyat dari oligarki rakus Perampas Tanah Rakyat, mafia tanah yang menjajah negara Republik Indonesia.
Memang benar, mental pejabat yang korup dan khianat, menjadi sebab di antara pangkal masalah masalah mafia tanah. Namun, regulasi yang melayani Oligarki mafia tanah merampas tanah rakyat, juga menjadi faktor dominan dalam yang mempersulit pemberantasan mafia tanah.
Terkait regulasi, misalnya Pemerintah menyatakan girik tidak berlaku sebagai alat bukti kepemilikan tanah sejak 2026 karena adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
PP ini memberi waktu 5 tahun sejak peraturannya berlaku (yaitu hingga 2 Februari 2026) bagi pemilik girik untuk mendaftarkan tanah mereka menjadi sertifikat resmi. Girik masih dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, bukan lagi sebagai bukti kepemilikan utama.
Kebijakan ini, menjadikan rakyat yang tidak punya uang, kehilangan kepemilikan tanah karena tak bisa mengurus girik menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM). Sementara mafia tanah, bisa bermain mata dengan BPN, menerbitkan SHM atau Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas tanah girik rakyat. Lalu, proses perampasan itu pun terjadi.
Rakyat tidak mungkin bisa melawan saat tanah giriknya diserobot oleh mafia dengan diterbitkan SHM atau SHGB. Akhirnya, rakyat terpaksa melepas tanah hanya dengan kompensasi uang kerohiman.
Bahkan, yang melawan akan kehilangan tanah, tanpa uang kerohiman, tanpa menerima pembayaran, hingga dikriminalisasi dan masuk penjara. Praktik semacam ini, lazim terjadi di proyek Pantai Indah Kapuk (PIK)-2 milik Sugianto Kusuma alias Aguan dan Anthoni Salim.
Kemudian, mental pejabat yang seperti Nusron Wahid inilah yang menjadikan mafia tanah bebas merampas tanah rakyat, bahkan tanah Negara.
Di sepanjang pagar laut, ada 263 SHGB yang mayoritasnya dikuasai Agung Sedayu Group melalui PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa. Alih-alih Nusron membatalkan seluruh SHGB palsu di atas laut tersebut, menteri ATR/Kepala BPN ini malah bernegosiasi dengan Agung Sedayu Group sehingga hanya 210 SHGB yang dilepaskan haknya.
Nusron, tutup mata dan pasang badan atas kegiatan Reklamasi di pagar laut PIK-2 yang berada di atas SHGB SHGB bodong. Kenapa bodong? Karena diterbitkan BPN di atas laut.
Kami bersama sejumlah tokoh telah mendatangi lokasi reklamasi PIK-2, melihat langsung reklamasi terus berjalan. Apakah ada tindakan dari Menteri ATR/Kepala BPN? tidak ada. Nusron hanya omon-omon di Komisi III DPR RI.
Kasus pagar laut, juga hanya menyasar pelaku teri, Kades Arsin dkk. Sementara Agung Sedayu Group dan pejabat di Pemda dan BPN, tidak tersentuh. Padahal, dokumen palsu yang dibuat Arsin dkk itu telah diterbitkan sejumlah SHGB yang dimiliki Agung Sedayu Group.
Mental aparat penegak hukum di Bareskrim, juga tak beda dengan Nusron. Ikut pasang badan untuk Oligarki PIK-2, dengan hanya memproses Arsin, tidak sampai ke penikmat SHGB laut (Agung Sedayu Group).
Jadi, kalau mental pejabat di Republik ini seperti Nusron ini dapat dihilangkan, tidak perlu menunggu sampai kiamat, cukup satu bulan masalah mafia tanah bisa dituntaskan.
Namun karena mental pejabat seperti Nusron inilah, yang membuat mafia tanah ini dilestarikan hingga hari kiamat. Jadi, negara ini sudah rusak sekaligus dikelola oleh pejabat bermental penjahat. (***)
Penulis adalah Advokat dan Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)




0 Comments