![]() |
| Asep Abdullah Busro, Lilik Haryadi, Adib Miftahul, dan Arlista Hadhi Putri. (Foto: Syafril Elain/TangerangNet.Com) |
Pandangan kritis sekaligus menaruh harapan atas kehadiran dana
Danantara sebagai skema investasi strategis yang dapat mendorong pembangunan
daerah di Indonesia disampaikan oleh Asep Abdullah Busro, akademisi dan
praktisi hukum dari Iluni Universitas Sultan Ageng Tirtaya (Untirta), Kota
Serang.
Hal itu disampaikan Asep pada Diskusi Nasional bertema
"Danantara: Solusi Investasi Daerah dan Strategi Menghadapi Badai
Global" yang diselenggarakan oleh Forum Pimred Multimedia Indonesia
(FPRMI) di Hotel Aston, Kota Serang, Jumat (18/7/2025).
Acara yang dipandu oleh Arlista Hadhi Putri dengan
menampilan narasumber Lilik Haryadi - Kepala Sub Bidang Hubungan Antar-Lembaga
Pemerintah, Kejaksaan Agung, Asep Abdullah Busro, dan Adib Miftahul – Pengamat
Politik dan Kebijaksan Publik.
“Sebagai entitas baru, dana Danantara ini masih
membingungkan publik. Tapi jika dikelola secara profesional, ini bisa menjadi
reformasi keuangan negara yang mengkonsolidasikan kekuatan investasi BUMN
(Badan Usaha Milik Negara-red) untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Asep.
Asep menjelaskan selama ini banyak BUMN memiliki anak dan
cucu perusahaan yang menjalankan aksi korporasi tanpa arah jelas dan minim
dampak langsung ke masyarakat.
Dengan Dana Danantara, yang menghimpun aset senilai lebih
dari Rp14.000 triliun, pemerintah kini memiliki peluang besar untuk
mengintervensi sektor-sektor strategis seperti penciptaan lapangan kerja dan
pemerataan infrastruktur.
Asep menyoroti potensi Dana Danantara dalam membantu
pembiayaan proyek strategis daerah, khususnya bagi pemerintah daerah dengan
keterbatasan APBD. Contoh rencana pembangunan Pelabuhan Internasional
Bojonegara di Banten yang diusung Gubernur Banten Andra Soni.
“Proyek seperti pelabuhan internasional butuh pendanaan
besar, yang tidak bisa hanya mengandalkan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah-red). Dana Danantara bisa jadi alternatif pembiayaan pembangunan
daerah,” jelasnya.
Namun demikian, Asep menekankan pentingnya pengawasan dan
distribusi yang tepat sasaran agar Dana Danantara tidak menimbulkan risiko
kerugian negara maupun beban bagi masyarakat.
“Jangan sampai ini jadi skema megainvestasi yang gagal, atau
bahkan menjadi beban fiskal jangka panjang. Dana sebesar itu harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan daya beli, dan menjawab kebutuhan
dasar seperti pendidikan dan kesehatan,” tuturnya.
Diskusi ini menjadi momentum untuk memperjelas fungsi dan
posisi Dana Danantara sebagai instrumen kebijakan publik.
Asep berharap ke depan Danantara benar-benar mampu menjadi
solusi investasi daerah yang inklusif, efektif, dan berorientasi pada
kepentingan rakyat. (*/pur)




0 Comments