![]() |
Ilustrasi, petugas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI gagah berani memasang segel pagar bambu pada 15 Januari 2025 di pesisir Pantai Utara Kabupaten Tangerang, Banten. (Foto: Istimewa) |
KEMARIN (Kamis, 20/3/2025), penulis bersama sejumlah aktivis
Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) yang terdiri dari emak-emak militan (Bu Menuk
Wulandari, Bu Harlita, Bu Ida Saidah, Bu Hilda, Bu Sandra, dll) mendatangi
Gedung Ombudsman Republik Indonesia si Jakarta. Kedatangan kami untuk
melaporkan buruknya layanan publik dari lembaga Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP).
Pasalnya, surat yang kami kirim ke Kementerian Kelautan dan
Perikanan terkait ramainya kasus pemagaran laut di Pantai Utara Banten, yang
hingga saat ini belum tuntas, tidak direspon oleh KKP.
Mulanya pada tanggal 14 Januari 2025 yang lalu, kami dari
Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR) telah
mengirimkan Surat Permohonan Audiensi Terkait Pagar Laut PIK-2, yang ditujukan
kepada Kepada Ir. Sakti Wahyu Trenggono, M.M. selaku Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, beralamat Jalan Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat.
Saat itu, kami usulkan agenda audiensi dilaksanakan pada
hari Selasa, tanggal 21 Januari 2025. Kami juga telah menyampaikan opsi, jadwal
audiensi yang dapat menyesuaikan dengan kelonggaran waktu Kementerian Kelautan
dan Perikanan RI untuk menerima kami, sekaligus melampirkan email:
mgllawyers@gmail.com, dan nomor Hp. 0812.9077.4763 an. Ahmad Khozinudin, untuk
sarana komunikasi dan konfirmasi.
Faktanya hingga saat ini tanggal 20 Maret 2025, Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI tidak merespons Surat Permohonan, meskipun kami juga
sudah mengirimkan Surat Kembali Ke Kementerian KKP, termasuk mengadukan
permasalahan ini ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB) untuk mengambil tindakan kontrol dan evaluasi.
Akhirnya, kami melaporkan adanya dugaan tindakan
maladministrasi dan buruknya penyelenggaraan Pelayanan Publik yang
diselenggarakan oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia ke
Ombudsman Republik Indonesia.
Kami menilai dalam kasus pagar laut Negara hanya 'Setor
Muka'. Maksudnya, Negara melalui pemerintah hanya sekadar sepintas datang,
namun tidak menyelesaikan secara tuntas.
Pencabutan pagar laut, ternyata sampai saat ini belum tuntas.
Padahal Menteri KKP telah mengklaim kasus selesai karena Arsin Kades Kohod dan
Tarsin Staf Desa sudah ditetapkan sebagai pelaku dan sanggup membayar denda
Rp.48 miliar. Logika yang mustahil dipercaya publik, karena mustahil hanya
Arsin pelaku pemagaran laut sepanjang 30, 16 Kilometer yang membentang di 16 desa
di 6 kecamatan se-Kabupaten Tangerang.
Pelaku sertifikat laut juga hanya berhenti di Arsin, Ujang
Karta, Septian dan Chandra Eka. Agung Sedayu Group tidak disentuh. Nampak
sekali, apa yang dihamparkan kepada publik hanya sebatas sinetron. Bukan
penegakkan hukum yang tulus.
Jadi, tidak salah jika disimpulkan Negara hanya setor muka
di kasus pagar laut. Hanya datang sebentar untuk menampakkan diri, seolah-olah
membela rakyat, kemudian pergi sambil melindungi Oligarki besar pelaku pagar
laut.
Lalu, akan ke mana rakyat mencari perlindungan? Rakyat,
benar-benar sudah menjadi yatim di negeri ini, tanpa kehadiran Negara yang
melindungi rakyatnya. (***)
Penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan
Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
0 Comments