![]() |
Bambang Soesatyo. (Foto: Ist/koleksi Bamsoet) |
NET - Bambang Soesatyo menuturkan oligarki politik dan
ekonomi telah lama menjadi tantangan besar dalam pembangunan demokrasi dan
keadilan sosial di Indonesia. Sistem ini memungkinkan segelintir elit menguasai
sumber daya politik dan ekonomi, sehingga menciptakan ketimpangan yang semakin
lebar serta menghambat partisipasi masyarakat luas dalam proses pembangunan.
Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet tersebut
menyatakan hal itu saat memberikan kuliah Pascasarja Universitas Pertahanan
(Unhan) Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, secara
daring, di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai
Golkar dan dosen tetap Pascasarjana, Unhan itu menyebutkan Presiden Prabowo
Subianto sebagai pemimpin yang memiliki visi kuat untuk Indonesia yang adil dan
makmur, diharapkan mampu untuk memerangi oligarki politik dan ekonomi di
Indonesia.
"Memerangi oligarki politik dan ekonomi bukanlah tugas
yang mudah. Tetapi dengan komitmen kuat dan langkah-langkah strategis, Presiden
Prabowo dapat membawa Indonesia menuju sistem yang lebih adil dan inklusif,”
tutur Bamsoet.
Reformasi politik, penguatan lembaga anti korupsi,
pembatasan monopoli, dan pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
merupakan beberapa langkah kunci yang dapat diambil. “Dengan dukungan rakyat
dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita sebagai negara
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur," ujar Bamsoet.
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan
oligarki di Indonesia tidak muncul secara tiba-tiba. Tetapi, merupakan warisan
lama dari sistem politik dan ekonomi yang terpusat dan terus berkembang pasca
era reformasi. Oligarki di Indonesia didominasi oleh segelintir keluarga dan
kelompok elit yang menguasai sumber daya ekonomi dan politik. Data dari Global
Wealth Report 2023 menunjukkan bahwa 1 persen orang terkaya di Indonesia
menguasai lebih dari 45 persen kekayaan nasional.
"Contoh nyata kuatnya pengaruh oligarki dalam sektor
strategis dapat kita lihat dari beberapa kasus yang mulai berhasil diungkap
oleh Presiden Prabowo pada masa 100 hari kepemimpinannya . Semisal, kasus
dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina,
subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 dengan
nilai kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun. Ada pula, kasus dugaan tindak
pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP)
PT Timah Tbk periode 2015-2022 dengan kerugian negara sebanyak Rp 300
triliun," kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN
Indonesia itu memaparkan sejumlah langkah strategis dapat diambil untuk
memerangi oligarki di Indonesia. Presiden Prabowo dapat memulai dengan
mereformasi sistem politik yang lebih inklusif dan transparan. Salah satunya
adalah dengan memperkuat sistem Pemilu yang menghapuskan politik berbiaya tinggi
dan praktik politik uang.
Menurut Bamsoet, lembaga anti korupsi, seperti Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diberi dukungan penuh untuk menginvestigasi
dan menindak praktik korupsi yang melibatkan oligarki. Data dari KPK dan
Kejaksaan RI menunjukkan terdapat peningkatan kasus korupsi yang melibatkan
pejabat publik dan pengusaha besar.
"Pemerintah dapat memanfaatkan teknologi untuk
meningkatkan transparansi dalam pengelolaan sumber daya publik. Semisal, dengan
mengembangkan platform digital yang memungkinkan masyarakat memantau alokasi
anggaran dan proyek-proyek pemerintah. Contohnya adalah penggunaan sistem
e-procurement di Indonesia yang telah mengurangi praktik korupsi dalam
pengadaan barang dan jasa," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil
Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mengatakan salah satu bentuk oligarki ekonomi
adalah monopoli sumber daya alam dan lahan oleh segelintir kelompok. Presiden
Prabowo dapat menerapkan kebijakan redistribusi lahan dan membatasi kepemilikan
lahan oleh korporasi besar. Salah satu contoh keberhasilan, program reforma
agraria di Thailand yang berhasil mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan.
"Oligarki ekonomi dapat pula dilawan dengan memperkuat
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Data dari Kementerian UMKM menunjukkan
bahwa UMKM menyumbang lebih dari 60 persen PDB Indonesia dan menyerap 97 persen
tenaga kerja. Presiden Prabowo dapat memperluas akses pembiayaan dan pelatihan
bagi UMKM, sehingga mereka dapat bersaing dengan korporasi besar," pungkas
Bamsoet. (*/pur)
0 Comments