![]() |
Ilustrasi, ketika petugas KKP memasang spanduk penyegelan pagar bambu di pesisir pantai Kabupaten Tangerang terlihat gagah berani. (Foto: Istimewa/cnn.indonesia.com) |
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
MENTERI Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono
menyebut dua pelaku yang bertanggung membayar
denda Rp48 miliar, Kamis (27/2/2025). Pelaku tersebut bukan Mandor Memet, bukan
Eng Cun alias Gojali, bukan pula Ali Hanafiah Lijaya orangnya Sugianto Kusuma
alias Aguan.
Dua pelaku yang ditumbalkan adalah Kepala Desa Kohod, Arsin
dan anak buahnya berinisial T. Arsin kembali pasang badan, setelah dalam kasus
sertipikat laut juga sudah ditersangkakan.
Tidak masuk akal, pemagaran hanya didenda. Padahal, pidana Undang-Undang
(UU) Lingkungan, khususnya Pasal 98 UU No 32 tahun 2009 harusnya diterapkan,
dengan ancaman pidana 3 tahun hingga 10 tahun, karena telah merusak ekosistem
dan lingkungan laut.
Lokalisir kasus pagar laut dan sertifikat laut di sosok
Arsin Kades Kohod, tidak masuk akal. Karena konstruksi pidananya tidak
nyambung.
Misalnya, apa tujuan Arsin memagari laut? Mau bikin kandang
ayam atau lahan angon bebek di laut?
Apa motif ARSIN bikin pagar laut? Mau bikin arena Taman Bermain
di laut?
Siapa yang mendanai Arsin Memagari laut? Uang iuran atau
swadaya dari Nelayan Kohod, seperti kebohongan yang diedarkan Sandi?
Bagaimana mungkin, Arsin melakukan pemagaran sendirian?
Hanya bersama T. Memangnya Arsin adalah Bandung Bondowoso, bisa dalam sekejap
sendirian membangun pagar laut sepanjang 30,16 Kilometer? Bisa bebas ke luar
masuk wilayah desa orang lain?
Padahal, di lapangan semua juga tahu. Yang melakukan
pemagaran adalah Mandor Memet, melibatkan sejumlah pekerja dan suplaier bambu,
dari keluarga Arsin cs.
Motif pemagaran laut, adalah untuk melegitimasi Hikayat
Tanah Musnah. Legenda yang menceritakan dongeng, bahwa pantai Utara Tangerang
dahulu kala, pada zaman megantropus erectus adalah daratan yang sudah diterbitkan
girik, lalu terkena abrasi.
Tujuan pemagaran adalah untuk penguasaan fisik sertifikat
laut. Untuk mendapatkan hak melakukan reklamasi atau rekonstruksi, berdalih
tanah musnah, menggunakan Pasal 66 PP Nomor 18 Tahun 2021.
Yang mendanai, memesan sertifikat adalah Agung Sedayu Group,
melalui dua anak usahanya: PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung
Makmur (IAM).
Lalu, kenapa semua dilokalisir ke ARSIN dan hanya wilayah
Desa Kohod? Bagaimana dengan 16 Desa di 6 kecamatan lainnya? Diselamatkan?
Apakah Agung Sedayu Group selaku penadah sertifikat laut juga diselamatkan?
Bagaimana dengan Aguan dan Anthony Salim, pemilik proyek
PIK-2 yang akan memanfaatkan sertifikat laut untuk reklamasi proyek PIK-2, juga
akan diselamatkan?
Apakah, Polri akan membebaskan Ali Hanafiah Lijaya orangnya
Aguan, dari perburuan kejahatan pagar dan sertifikat laut, karena selama ini
mendapat suap dari dia?
Lalu, di mana-kah rakyat akan mengadu? Saat Negara melalui
KKP dan penegak hukum, justru melindungi penjahat yang telah menyengsarakan
rakyat?
Belum lagi, kejahatan Pagar Laut dan sertifikat laut hanya
sebagian kecil saja dari Kejahatan proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthony Salim.
Di Wilayah daratan, kejahatan proyek PIK-2 lebih dahsyat lagi.
Wahai rakyat, semua sandiwara ini terlalu telanjang. Mereka,
anggap 280 juta penduduk Indonesia semuanya bodoh.
Wahai rakyat, teruslah Bersuara! Bersatu dan berjuang untuk
menyelamatkan negeri ini. (***)
Penulis adalah Advokat, Koordinator Tim Advokasi Melawan
Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
0 Comments