![]() |
Wina Armada Sukardi. (Foto: Ist/koleksi pribadi Wina AS) |
Oleh: Wina Armada Sukardi
Betapa tidak. Terakhir, Selasa malam, 9 Januari 2024,
walaupun telah mengerahkan skuat terkuat, kesebelasan Indonesia dibantai oleh
Iran 5 - 0. Ini merupakan kekalahan ketiga berturut-turut beberapa hari jelang kejuaraan Asia.
Teror Bagi Masyarakat Bola
Gawang Indonesia dalam tiga pertandingan terebut, sudah kebobolan 11 gol dan cuma berhasil
memciptakan satu gol. Dua kali lawan Libya Indonesia keok 4-0 dan 2-1.
Sebelumnya kesebelasan Indonesia juga dibantaii Irak 5 -1
dan cuma mampu bermain imbang 1 - 1 dengan Filipina, kesebelasan yang dalam
persaingan ASEAN saja termasuk kelompok
paling lemah.
Dari lima pertandingan terakhir itu, total gawang
Indonesia sudah dibanjiri 17
kebobolan, dan Cuma mampu menjeblosan dua gol.
Sebuah capaian yang menyedihkan dan sejaligus menjadi teror bagi
masyarakat sepak bola Indonesia.
Kekalahan mencolok di tengah optimisme yang sebelumnya
tumbuh, menjadi teror yang menakutkan.
Publik Indonesia dihantui ketakutan bagaimana kelak masa depan
kesebelasan Indonesia kalau seperi ini
terus.
Maklumlah pada awal kedatangan Shin Tae-yong tumbuh begitu besar harapan tim Indonesia
bakal bermetaforse menjadi kesebelasan yang tangguh dan disegani. Kini
segalanya berbalik menusuk: kesebelasan Indonesia selalu dicukur dan dengan
angka yang memang memalukan. Nah, arus balik inilah yang kemudian menjadi
semacam teror buat masyarakat bola Indonesia.
Filosofi Sepak Bola
Tujuan permainan sepak bola pada akhirnya adalah menang dengan sportif sesuai aturan
yang berlalu. Semua metologi latihan dan
“budaya sepak bola” pada akhirnya harus diukur di lapangan. Semua yang di luar
lapangan cuma sarana pendukung buat mencapai kemenangan dalam pertandingan.
Tanpa kemenangan semuanya menjadi percuma saja.
Seorang pelatih Brazil memaparkan, tak mengapa sebuah
kesebelasan kebobolan banyak, asal kesebelasan itu dapat membobol kesebelasan
lawannya dengan lebih banyak lagi! Dengan cara itu , kesebelasan yang kebobolan
banyak, tetap mencapai kemenangan.
Mantan pelatih Indonesia asal Belanda Wiel Cover, ketika
ditanya seorang wartawan, mengapa kesebelasan kesebelasan Indonesia kala itu
kalah, dengan nada kesal menjawab, ”Ya jelas: lawan memasukan gol lebih banyak
dari Indonesia!”
Belum Ada Kemenangan Berharga
Kemenangan berharga! Itulah yang sampai kini belum dihadiahi
oleh Shin Tae-yong kepada kesebelasan Indonesia. Shin Tae-yong juga belum
pernah memberikan satu pun gelar ke
Indonesia.
Tujuan sepak bola meraih kemenang dengan cara membobol
gawang lawan lebih banyak ketimbang kemampuan lawan membobol gawang kita, sama
sekali belum terlihat dari penanganan Shin Tae-yong terhadap tim Indonesia.
Upaya dan strategi Shin Tae-yong kiwari menjadi seperti kilah belaka. Manakala
Indonesia dibantai Libya 4-0, Shin Tae-yong masih berdalih, hasil itu baginya
tak bermakna apa-apa, lantaran dia dalam
pertandingan itu cuma mau mendikteksi kemampuan fisik pemain. Padahal waktu itu
sebenarnya, nama Indonesia juga ikut menjadi taruhan. Kekalahan mencokok dari
Libya pada laga pertama juga menampar muka Indonesia, tapi Shin Tae-yong kurang
penduli. Mungkin Shin Tae-yong memang fokus ke pertandingan kedua.
Dalam pertandingan kedua yang diakui FIFA sehingga bakal
menambah atau mengurangi point peringkat, nyatanya Indonesia tetap keok 1-2.
Tempat latihan kesebelasan Indonesia yang berpindah-pindah
di luar negeri, juga sama sekali belum
membawa hasil. Oleh sebab itu mulai muncul pertanyaan, apa gunanya berpindah-pindahnya tempat latihan di luar negeri kalau hasilnya malah melempem.
Strategi mengubah-ubah susunan dan posisi pemain, yang
semula disangka sebagai “strategi bunglon” untuk mengelabui lawan, berbalik
menjadi bumerang. Eksperimental itu membuat Shin Tae-yong gagal membentuk tim
yang kuat. Akibat hal tersebut, Shin Tae-yong akhirnya malah belum memperoleh
skuat yang tetap dan ajak.
Dan yang paling fenomental adalah keinginan Shin Tae-yong
memperoleh pemain keturunan Indonesia yang bermain di kompetisi luar negeri
melalui proses naturalisasi, semuanya sudah dipenuhi. Sebagian pemain tersebut sudah menjadi warga
negara Indonesia dan bahkan telah pula membela Indonesia. Hasilnya? Indonesia
tetap jeblok, terus keok, bahkan dengan skor mencolok.
Shin Tae-yong telah menanamkan disiplin berlatih. Shin Tae-yong telah mengajarkan perlunya pengorbanan optimal untuk membela
sebuah kesebelasan nasional. Shin Tae-yong telah membangun budaya sepak bola
profesional. Tapi di luar itu , Shin Tae-yong gagal menggapai tujuan sepak bola yang sebenarnya: memperoleh kemenangan!
Inilah lampu merah yang sangat bahaya buat Shin Tae-yong .
Salah satu yang menjadi kegagalan Shin Tae-yong, betapa
rapuhnya pertahanan kesebelasan Indonesia. Penulis, dan beberapa pengamat sepak
bola, telah berkali-kali mengingatkan soal kelemahan pertahann Indonesia. Kami
sudah pula sering menekankan perlunya segera memperbaiki lini pertahanan
Indonesia jika kita tak mau menjadi bulan-bulanan tim tangguh. Faktanya,
perbaikan itu tak kunjung tiba, sehingga
akibatnya gawang Indonesia memang
menjadi sasaran empuk lawan.
Batu Uji
Atas dasar situasi itu, hasil di Kejuaraaan Asia dan
penyisihan Piala Dunia menjadi batu uji
utama buat Shin Tae-yong . Jika dia gagal meloloskan Indonesia dari penyisihan
group Piala Asia dan tidak mampu membawa kesebelasan Indonesia keluar dari
babak penyisihan group Piala Dunia, maka sudah menjadi vonis yang adil bagi
Shin Tae-yong , jika kontraknya menangani kesebelasan Indobesia tak lagi
diperpanjang. Itulah waktunya kita mengucapkan selamat tinggal kepada pelatih
kharismatik itu. Tegasnya sudah waktunya Shin Tae-yong diganti!
Segalanya berpulang kepada Shin Tae-yong sendiri. Jika betul
dia masih ingin berkiprah di Indonesia, tak ada cara lain memberikan kemenangan
kepada Indonesia. Setidaknya lolos dari group Kejuaraan Asia dan berhasil pada
penyisihan Piala Dunia. Untuk itu, Shin Tae-yong mau tak mau wajib mengerahkan semua daya
upaya yang dia memiliki.
Kita mengharapkan Shin Tae-yong mampu menjalankan misi yang ada di pundaknya.
Hanya saja, melihat jejak prestasi yang ada selama ini, wajar juga andai nada pesimis mengepung kita.
Melihat Shin Tae-yong
mungkin gagal melaksanakan targetnya, tak ada salahnya kita telah pula
memikirkan alernatifnya. Nantinya tersedia banyak pelatih bertaraf
internasional. Kita tinggal seleki sesuai dengan ekosistem persepakbolaan kita,
termasuk perekonomiannya. (**)
Penulis adalah analis sepak bola
0 Comments