Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kisah Cat Merah Putih Pagar Rumah

Wina Armada Sukardi dengan pagar merah putih. 
(Foto: Istimewa/Wina AS) 


BERMULA dari seorang tukang ojek. “Pak rumahnya yang mana,” tanya tukang ojek waktu mau mengantar paket.

  “Itu yang pagarnya abu-abu,” jawab saya.

   “Di sini gak ada rumah yang pagarnya abu-abu!” sahut si tukang ojek itu.

    “Ada!” tandas saya dengan nada tinggi. Bagaimana tidak ada, lha wong itu rumah saya sendiri. Dari dulu juga catnya udah abu-abu.

    “Gak ada!” sanggahnya lagi dengan berani dan yakin.

     Saya rada kesal juga. ”Ya udah, tunggu di tempat saja. Biar saya ke luar!” bantah saya, mulai sewot.

     Waktu pintu pagar saya buka, si ojek ternyata ada pas di depan rumah saya. Di depan pagar! Saya jadi agak emosional. Ini orang mau ngeledek atau ngajak berantem.

    “Pagar segini gede masa gak kelihatan!”  semprot saya.

    Eh, dia bukannya menyadari kesalahannya, malah seperti menantang. “Ini pagar bukan warna abu-abu, Pak!” ujarnya.

    Saya terperangah. Dari dulu dibuat juga udah warna abu-abu.

   “Ini pagar warna coklat!” katanya lagi. Lantas, tanpa banyak cingcong lagi, Dia menyerahkan paket kirimannya, dan ngacir begitu aja.

    Seperginya si ojek, saya perhatikan lagi pagarnya. Memang jelas semula pagar ini berwarna abu-abu,  terlihat. Warna coklat. Pantas si tukang ojeknya bilang pagarnya warna coklat.

    Walaupun tukang ojek tidak sepenuhnya benar, karena masih jelas terlihat sisa-sisa warna abu-abu, tapi dia tetap ada benarnya. Pagar sudah mencoklat.

    Waktu saya ceritakan kejadian itu kepada isteri saya, dia  malah tertawa! Menertawakan saya. Dari sanalah kami sepakat mencat ulang pagar rumah.   

      Persoalannya, warna apa? Abu-abu udah bosanlah. Sejak awal warna abu-abu. Kami ingin variasi.

    Lalu jelang Pemilu ini, salah pilih warna malah dapat dituding pendukung partai tertentu.

    Warna hijau nanti dibilang dukung PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) atau PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Warna putih dibilang PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Warna merah di pastilah dianggap PDIP (Partai Demokrasi Indonesia). Warna biru, diindentikan dengan Demokrat dan Nasdem. Dan seterusnya.

   “Yang penting bisa jadi landmark atau tanda, kalau ada orang cari rumah kita,” kata isteri saya.

    “Ya sudah, merah putih saja!” usul saya spontan.

      Isteri saya setuju. Setelah berunding, kami sepakat merah putihnya bukan seperti bendera, atas merah, bawah, tapi selang seling merah putih. Dari kanan ke kiri merah putihnya. Mencolok, dapat jadi tanda dan sekaligus terhindar dari warna partai.

    “Nasionalis banget!”  komentar seorang kawan.

    Saya  cuma tersenyum saja.*👇👇 (Wina Armada Sukardi)

Post a Comment

0 Comments