![]() |
Asyari Usman. (Foto: Istimewa) |
MUHAIMIN Iskandar alias Cak Imin – Ketua Umum Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) dipastikan menjadi calon wakil presiden (Cawapres)
untuk Anies Baswedan. Tidak ada lagi spekulasi.
Yang menjadi masalah sekarang adalah selesai spekukasi
muncul ejakulasi sumpah serapah dari elit Partai Demokrat (PD). Mereka katakan
Anies berkhianat, Anies berdarah dingin tapi pengecut, dan sebagainya.
Ejakulasi itu bisa dipahami. Karena Demokrat sangat mendambakan
posisi Cawapres. Ketua Umum (Ketum) PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merasa
pantas mendapatkan imbalan ini. Ketika skenario ini batal, mereka bereaksi
marah.
Apakah ada yang dilanggar? Harus diakui, ada. Cak Imin
adalah pilihan Surya Paloh. Tapi, apakah pelanggaran itu prinsipal? Tidak sama
sekali. Paloh adalah nakhoda Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang
mengusung Anies Baswedan.
Sebagai nakhoda, Paloh barus bertindak cepat dan tepat.
Terlambat akan dibabat. Anies sangat mungkin terhambat. Ini yang harus dipahami.
Karena itu, semua elemen yang ada di dalam koalisi perlu
melakukan “refresh” atau “restart”. Wajib lihat kembali lembaran pertama
dokumen perkoalisian. Bahwa tujuan utama KPP adalah untuk mengubah salah kelola
negara oleh rezim Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Kemudian mencegah agar
cara-cara Jokowi tidak dilanjutkan oleh Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.
Demokrat tidak harus merajuk atau marah. Hanya gara-gara
posisi Cawapres hilang. Terlalu remeh dan sempit.
Rakyat sedang susah akibat kebijakan Presiden Jokowi yang selalu
ugal-ugalan. Rakyat makin sulit. Semakin besar ancaman yang datang dari semua
arah. Kebangkrutan ekonomi yang tampak di depan mata bisa mengancam kedaulatan
negara. Ini yang memerlukan solusi lewat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Solusi itu adalah Anies Baswedan.
Publik mengharapkan para elit Demokrat fokus ke masalah
bangsa dan negara. Bukan ke isu apa yang didapat sebagai imbalan. Distribusi
kekuasaan tentu punya daya tarik untuk berkoalisi. Namun, sumpah serapah yang
mungkin berujung keluar dari koalisi akan memperlihatkan rendahnya standar
target politik sebuah partai.
Sayang sekali kalau elit Demokrat menunjukkan kualitasnya di
depan publik gara-gara AHY tidak menjadi Cawapres. Perlu diingat, Ketum
Demokrat ini masih punya kesempatan yang panjang di depan.
Publik akan memperhatikan cara Demokrat berpolitik. Salah
melangkah dalam menghadapi dinamika di koalisi bisa berakibat buruk terhadap
citra partai dan citra Ketum AHY. Ini bisa meninggalkan bekas negatif di masa
depan.
Semua pihak di dalam KPP perlu ingat bahwa penjegalan
terhadap Anies masih terus berlangsung. Isu ini belum selesai. Artinya, harapan
untuk perubahan di bawah pimpinan Anies sebagai figur yang dianggap terbaik
saat ini, masih belum menancap kuat.
Perjuangan untuk merebut kembali Indonesia dari tangan rezim
ugal-ugalan bisa menjadi lebih ringan jika elit Demokrat tidak terganggu oleh
kegagalan mendapatkan posisi Cawapres. Sebaliknya, pemikiran yang pendek akan
berakibat fatal.
Kekecewaan bisa dimengerti. Namun, ada misi sangat penting
yang memerlukan kepiawaian elit Demokrat. Rakyat akan mencatat apakah AHY dan
Pak Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Ketua Majelis Tinggi PD - mendahulukan
kepentingan bangsa dan negara atau mengutamakan kepentingan pribadi.
Kalau Demokrat untuk rakyat, pasti mereka tetap bersama
Anies. Begitu sebaliknya. (***)
Jakarta, 1 September 2023
Penulis adalah Jurnalis Senior Freedom News.
0 Comments