Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nonton Langsung Pertandingan Indonesia Versus Argentina Di Senayan: Ada Penonton Gelap

Wina Armada Sukardi di Stadion GBK.
(Foto: Ist/koleksi Wina Armada Sukardi)



Oleh: Wina Armada Sukardi

 

SAYA beruntung. Manakala sedang menjadi panitia perkawinan sepupu pada hari Sabtu,  dapat warta, saya berhasil memperoleh tiket pertandingan kesebelasan Indonesia versus Argentina yang akan dilaksanakan pada hari Senin malam, 19 Juni 2023.

Harapan itu sempat menipis, karena sampai Senin pagi tiket belum dapat. Oleh sebab itu, mengantisipasi skenerio terburuk tak jadi dapat tiket, saya sudah menyiapkan diri untuk menonton bersama keluarga di televisi. Kebetulan di rumah kami ada televisi 75’’ di ruang keluarga tempat kami menonton bersama.  Saya pun sudah meminta  anak membeli kacang dan penganan  lain untuk acara nonton di  rumah.

Jelang siang hari peroleh tiket terwujud: Saya dapat tiga tiket di VIP Timur. Bentuknya kain gelang yang ada barcodenya di tengah.

Jika gelang tiket dipakai di lengan, dapat diperkecil, tapi tidak dapat lagi  dibuka tanpa merusak  pengatur ikatannya di tengah. Sebaliknya, jika  gelang tiket diperkecil, pengikat  warna hitam itu dapat berfungsi.

Saya pergi bersama  seorang anak kami yang pengemar bola, dan seorang adik. Kami datang tidak terlalu sore, melainkan mendekati jam pertandingan.

Masih Ada Tukang Catut

Kami turun di FX Mall, dan berjalan kaki menuju venue yang berada tak jauh di seberang mall.

Tentu di sekitar komplek stadion utama sudah penuh manusia. Selain penonton, ada banyak pula para penjual. Baik penjual aksesoris buat nonton sepak bola seperti jersi, ikat kepala dan lainnya, tak ketinggalan penjual makanan dan minuman.

Menarik lagi, masih ada juga para tukang catut. Jelang berlangsungnya pertandingan, mereka masih  berani menjual dan menbeli karcis! Memang saat itu ada penonton yang sudah datang, tapi belum memiliki karcis. Itulah penonton yang spekulatif. Mungkin khas penonton Indonesia.

Kesempatan itu, tampaknya, dimanfaatkan  oleh beberapa manusia yang berniat jahat. Mereka memalsukan gelang tiket. Lalu menawarkannya kepada penonton yang belum punya tiket.

“Ini benar gak tiketnya?” tanya seorang penonton kepada penjual tiket yang mungkin palsu.

Percakapan itu sempat  kami dengar belum jauh dari gerbang  masuk, saat kami berjalan.

“Dijamin asli,” jawab penjual tiket, suaranya suara perempuan.

 “Kalau perlu kami anter sampai pintu,” kata penjualnya.

Penuh Sampah

Setelah itu, kami tidak mengetahui kelanjutannya, karena harus terus berjalan. Kalau tidak terus berjalan, kami bakal terlambat menyaksikan pertandingan.

Di tempat pemeriksaan pertama, berupa berbagai pembatas besi-besi panjang, saya terkejut. Di lingkungan di sana sudah seperti tempat sampah. Botol-botol dan makanan tersebar dan bertumpuk-tumpuk di mana-mana. Kotor.

Saya bertanya-tanya kenapa demikian? Ternyata itu dampak tidak boleh bawa makanan dan minuman ke stadion. Padahal banyak penonton yang membawa makanan dan minuman. Walhasil mereka harus merelakan makanan dan minumannya tak terbawa. Rupanya makanan dan minumannya dilempar dan diletakan begitu saja semaunya, sehingga menyerupai sampah yang berserakan.  Apalagi memang panitia sendiri tidak mengantisipasi hal ini sehingg tidak menyediakan tempat sampah untuk botol-botol dan makanan yang terbuang.

“Lolos” dari pemgawasan itu, kami masuk ke “pintu pengawasan” kedua. Di sana masih ada botol-botol berserakan, tapi jumlahnya sudah tidak sebanyak yang pertama.

Di sini barcode gelang tiket kami discan. Selepas dari sini, kami tinggal memilih zone pintu gerbang berapa. Kami dapat zone 7, sedangkan kami berada di zone 5. Ke sebelah kiri zone lebih kecil, dan ke kanan zone lebih besar. Maka kami harus  berjalan lebih dahulu ke sisi kanan.

Penonton Menutup  Gang Masuk

Di pintu masuk zone 7 sudah tidak terlalu banyak penoton yang mengantre. Kami dapat masuk dengan mudah menaiki tangga.

Di depan pintu masih ke stadion ada  petunjuk arah. Nomor urut kecil ke kiri dan yang lebih besar ke kanan. Tiket kami nomor 100, 101, dan 102. Jadi kami ke kanan.

Di depan gang masuk stadion nomor kursi kami, agak aneh, banyak orang berdiri di situ. Mereka menutupi gang tempat orang lewat. Kami masuk dengan susah ke dalam.

Sulit Mencari Raw

Di dalam sendiri, di tangga sudah penuh orang berdiri.

Raw atau shaf kami ada di 28. Tapi karena informasi angka raw kecil berada ujung bawah setiap raw, banyak orang menjadi sulit mengetahui di mana raw atau shaf mereka berada.

Kami pun  yang sudah terbiasa menonton di Stadion Gelora Bung Karno (SGBK) ini, masih keburu berjalan agak ke bawah dekat lapangan, padahal raw 28 ada di tengah. Walhasil, kami harus berbalik kembali mencari raw 28. Rupanya letaknya hanya satu bangku setelah pintu masuk.

Sesudah  nomor raw dapat, urusan belum selesai. Pertama, kami tidak menemukan bangku kami. Baru setelah kami urut nomornya, ternyata tiga kursi kami semuanya sudah diduduki oleh penonton lain tanpa rasa bersalah.

Saya ingat pelajaran sosiologi. Dalam kerumuman, kita harus jelas dan tegas. Maka dengan sikap penuh keyakinan dan ketegasan tanpa basa-basi, saya katakan kepada mereka yang menempati tempat duduk saya. ”Maaf, ini nomor tempat duduk kami. Izin, kami mau duduk. Tolong pindah!”

“Beruntung” ketiga penonton itu “menyerah tanpa syarat” alias mau pergi dengan kesadaran. Duduklah kami di tempat duduk kami sesuai nomor tiket kami.

Terhalang Penonton Berdiri

Siapkan menyaksikan pertandingan?

Belum. Di tangga dan di depan kami rupanya masih banyak penonton yang berdiri. Saya perhatikan lengan mereka: adakah gelang tiket di tangannya?

Beberapa jelas ada tiket di tangannya. Sedangkan sebagian besar lainnya  tak ada gelang tiket. Berarti  mereka “penonton gelap” yang masuk ke stadion tanpa tiket.

Saya menduga-duga, bagaimana mereka yang tanpa gilang tiket dapat masuk ke dalam stadion? Bukankah sudah ada pemeriksaaan berlapis. Besok paginya, saya dengar dari berita, ada beberapa orang yang memalsukan tiket. Di televisi, saya melihat sepasang lelaki perempuan digiring ke kantor polisi karena tertangkap memalsukan tilet.  Dengan begitu urutan raw dan nomer keabsahan menjadi rancu.

Sedangkan yang tidak membawa tiket, boleh jadi mereka masuk dengan ilegal dengan berbagai cara. Misal sejak siang sudah berada di stadion. Atau bisa juga “menyelusup” waktu pemeriksaa. Apapun, ini catatan buat panitia penyelenggara untuk lebih selektif memeriksa penonton yang mau masuk.

Kepada penonton di depan kami yang berdiri, dan memikiki gelang tiket di tangannya, saya tanya kenapa tak duduk di kursinya? Menurut mereka, mereka tidak  paham  bagaimana mengetahui tempat duduknya. Mungkin ini juga pelajaran bagi pengelola stadion. Nomor raw dan kursi harus ditulis dengan besar dan terbaca dengan mudah, agar masyarakat peonton tidak bingung, terutama yang baru pertama dan kedua menonton langsung di stadion mudah mengerti.

Saya lalu  bantu lihat raw dan nomornya penonton yang punya gelang tiket. Saya jelasin dia perlu ke atas atau kebawah. Saya bilang,  kalau bangkunya ada yang duduki, minta mereka pergi. Saya contohkan saya sendiri.

Masalahnya,  untuk menuju  ke tempat duduk mereka, sulit. Ini karena terhalang para penonton yang berdiri di tangga. Untuk mencari tempat duduknya harus berdesak dan menerobos penonton yang berdiri.

Toh, beberapa mengikuti saran saya, memilih mencari nomor kursinya. Beberapa lagi terpaksa menonton sambil berjongkok atau duduk di lantai di belakang bangku. (**) (bersambung)


Penulis adalah wartawan senior dan analis sepak bola.


Post a Comment

0 Comments