Buku kumpulan puisi anak karya Wina Armada Sukardi. (Foto: Ist/koleksi pribadi Wina AS) |
LAGU untuk anak-anak, sejak awal sudah banyak. Bagaimana
puisi khusus untuk anak-anak? Inilah yang menjadi persoalan buat kita, termasuk
dan terutama para penyair. Sangat jarang puisi yang khusus dibuat untuk
anak-anak, apalagi dihimpun dalam sebuah buku. Padahal aspirasi terhadap puisi
harus dimulai sejak usia dini. Tanpa pelibatan langsung anak-anak dalam
mengenal puisi, sulitlah kita mengharapkan kelak mereka bakal memberi apresiasi
yang memadai kepada puisi. Apalagi di zaman now seperti kini.
Nah, berangkat dari keadaan demikianlah penulis terdorong
untuk menulis puisi untuk anak-anak. Sebenarnya gagasan ini sudah lama, sekitar
sepuluh tahunan silam, tetapi baru kiwari dapat penulis wujudkan dalam sebuah
kumpulan buku puisi untuk anak-anak ini.
Pertama, harus kita fahami lebih dahulu, ada perbedaan
mendasar antara puisi “tentang anak-anak” dan “puisi untuk anak-anak.” Keduanya
berbeda diametral. Puisi “tentang anak-anak” dapat bicara tentang anak-anak
dari berbagai sudut, psikologi, filosofis, kontemplasi, renungan dan estetika
mengenai anak-anak, tetapi bukan ditujukan untuk anak-anak.
Puisi “tentang anak-anak” ditujukan kepada para orang
dewasa. Makanya, cara pendekatannya pun pendekatan dewasa. Tentu saja dengan
pendekatan demikian, anak-anak sulit, atau bahkan tak bakal mengerti karya- karya
“puisi tentang anak-anak.”
Sebaliknya “puisi untuk anak-anak” adalah puisi yang
ditujukan khusus kepada anak-anak. Puisi yang dibuat sesuai dengan alam
anak-anak. Puisi yang diciptakan berdasarkan kemampuan nalar, imajinasi dan
pengalaman anak-anak. Puisi yang harus dapat dicerna dan diapresiasi oleh
anak-anak sendiri.
“Puisi untuk anak-anak” dapat bercerita tentang anak-anak,
tetapi juga dapat bercerita tentang alam, binatang, orang tua dan atau apapun
yang berinteraksi dengan anak-anak. Di sinilah kesulitan menciptakan “puisi
untuk anak-anak” ketimbang membuat “puisi tentang anak- anak.”
Melahirkan puisi “tentang anak-anak” pada prinsipnya sama
dengan proses penciptaan puisi pada umumnya, hanya saja objeknya dibatasi soal
anak. Tidak demikian dengan “puisi untuk anak-anak.” Pencipta “puisi untuk
anak-anak” dituntun dan dituntut untuk memahami bagaimana anak-anak dapat
mencerna karya- karya buat mereka. Setidaknya, mereka dapat mengerti dan tidak
menjadi karya yang asing buat mereka. Tentu taraf perkembangan kejiwaan
anak-anak, kemampuan nalar mereka, pengalaman batin mereka, dalam menciptakan
“puisi untuk anak-anak” harus mendapat perhatian utama.
Tak mungkin membuat “puisi untuk anak-anak” dengan
simbol-simbol yang njelimet dan tafsir yang di luar jangkauan pengalaman mereka
yang masih seumur jagung.
Menulis puisi untuk anak-anak kini jauh lebih sulit.
Dibanding beberapa dekade sebelumnya, dewasa ini telah terjadi pergeseran
budaya besar-besaran dalam kehidupan anak-anak. Nilai-nilai, pola pikir, dan
kelakuan anak-anak sekarang sudah sangat berubah.
Simbol-simbolnya juga telah bergeser. Kedekatan dan
pengetahuan anak-anak sekarang tak lagi sama dengan anak-anak zaman dahulu.
Pada zaman lampau lingkungan budaya anak-anak Indonesia
hampir relatif sama di semua daerah dan strata sosial. Contohnya, permainan
anak-anak hampir serupa. Dengan begitu mereka mengenal dan akrab dengan
permainan-permainan itu. Ada galasin, gangsing, petak umpet, sekedar menyebut
beberapa contoh itu. Bagi anak sekarang permainan-permainnan seperti itu sudah
terasa asing. Sebagian besar anak- anak sekarang jangankan faham terhadap
permainnan itu, mengenal pun belum tentu.
Sebaliknya, anak-anak sekarang sudah akrab dengan
banda-benda gadget produk modern, virtual, tiga dimensi dan sebagainya. Ada
telepon seluler, komputer dan produk-produk semacam itu. Mereka juga sudah
cenderung mengenal pemakaian yang paperless alias tanpa kertas. Tak heran,
dalam pemakaian produk-produk modern yang canggih, anak-anak kini dapat menjadi
lebih terampil dibanding dengan para orang tuanya.
Walhasil, dibanding dengan anak-anak dahulu, alam pikir dan
lingkungan anak-anak sekarang sudah jauh berbeda. Di sinilah saat ini kita mengalami kesulitan
mengindentifikasikan jalan pikiran anak- anak zaman kini. Sejauh mana dan
bagaimana cara pikir mereka?
Pada satu sisi, jika memakai pendekatan alam pikir anak
zaman dahulu, jelas sudah usang, sudah tidak relevan. Pada sisi lain, andai
kita terlampau jauh menilai kemampuan anak-anak zaman kini, kita dapat salah
tafsir tehadap alam pikir dan lingkungan mereka. Kita telah cenderung
menempatkan mereka dengan pikiran-pikiran yang akrab dengan teknologi, padahal
mungkin sebagai anak-anak mereka belum sejauh itu. Ada semacam dilema di sana.
Kita sekarang sulit untuk mengukur sejauh mana dan bagaimana
”kekanak- kanakan” anak masa kini. Di satu sisi, jelas mereka tetap masih
anak-anak, pada sisi lainnya perkembangan mereka sudah maju pesat. Kita
kesulitan menentukan batas- batas bagaimana anak-anak sekarang berpikir dan
bertindak.
Dalam keadaan seperti inilah, penulis menulis puisi-puisi
untuk anak-anak.
Pendekatan budaya yang penulis lakukan pendekatan budaya
anak-anak zaman now. Mereka penulis pandang sudah terbiasa dengan alat
komunikasi canggih. Lingkungan mereka juga bukan lagi lingkungan agraris, tapi
sudah bergeser ke kehidupan serba perkotaan.
Kedekatan anak-anak ini kedekatan anak-anak sebagai manusia
modern abad 21.
Boleh jadi di sinilah bentuk. “eksperimental” penulisan buku
puisi untuk anak- anak ini. Penulis sudah menilai anak-anak berada pada langkah
yang jauh sesuai dengan lingkungan teknologi yang berkembang luar biasa pesat,
sehingga alam pikir mereka juga sesuai dengan zamannya. Maka cara penulisan
puisi untuk anak-anak pun sudah harus disesuaikan dengan keadaan ini. Tidak
lagi pakai simbol-simbol lama. Istilah- istilah lama. Sebaliknya harus sudah
menerapkan istilah-istilah, lambang-lambang dan alam pikiran kekinian.
Pilihan ini boleh jadi sangat tepat untuk anak-anak masa
kini.
Pendekatan yang kalau dilihat dari kacamata orang tua
sebelumnya mungkin bakal dinilai masih terlalu rumit dan sulit terjangkau buat
anak-anak, namun sebenarnya sudah dapat diterima sebagai kelaziman anak-anak
zaman milenial. Zaman now. Kendati begitu, bukan tidak mungkin pilihan
pendekatan ini, memang pilihan pendekatan masih terlampau jauh. Terlalu
revolusioner. Belum dapat dicerna oleh anak-anak. Kemajuan teknologi yang dahsyat
nyatanya belum mengubah alam pikiran anak-anak secara fundamental.
Mana yang benar? Pendekatan kedua-duanya dapat benar, tapi
kedua-duanya juga dapat salah. Saat ini belum dapat dipastikan pendekatan mana
yang sesuai dengan anak-anak zaman sekarang. Dalam keadaan di persimpangan ini,
pilihan harus tetap diambil. Sikap harus ditentukan. Pada tahap inilah penulis
mengambil keputusan: melakukan pendekatan yang penulis pandang sesuai dengan
nilai-nilai, alam pikiran, dan kelakuan anak-anak zaman kini yang sudah sangat
berbeda dengan generasi anak- anak terdahulu. Mereka familier dengan pemakaian
alat-alat modern, lengkap dengan logika-logikanya. Contohnya: Dia mengetik keyboard di depan komputer/Setelah
musik yang bising berlalu/di layar muncul gambar hamburger dan kentang goreng.
Walaupun demikian, anak-anak pada umumnya tetap tetap tidak
penulis lupakan. Maka ada puisi-puisi yang deskriptif, terutama yang terkait
dengan alamat atau binatang, tetap masih penulis ciptakan. Misalnya:
Dan inilah aku: macan!/ Si penjaga lestari hutan / asemua
binatang lain hormat padaku_/ manusia pun takjub.
Penulis juga masih banyak menulis dengan cara “konvensional”
dalam memberi pesan. Tak dapat penulis elak, sebagian puisi merupakan puisi
bertenden, yakni puisi yang mengandung pesan dan ajak berbuat kebaikan atau
kebajikan.
Lewat pilihan pendekatan ini, setidaknya saya sudah memulai
sesuatu yang baru.
Membuat kumpulan puisi untuk anak-anak dengan cara
pendekatan anak pada zamannya. Kelak zaman pulalah yang bakal menentukan,
apakah pilihan ini sesuatu yang pas dan tepat, ataukah terlampau jauh buat
ukuran anak-anak.
Semua saran dan kritik tentu menjadi obat yang penting untuk
saya. Juga mungkin berharga buat perkembangan dunia puisi umumnya, puisi untuk
anak-anak pada khususnya. (**)
T a b i k!
0 Comments