Wina Armada Sukardi. (Foto: Ist/koleksi pribada Wina AS) |
BUNYI alarem jam pada subuh itu membangunkan kita. Begitu
mata terbuka, ternyata tak semudah niat
tadi malam mau sholat subuh di mesjid. Rasanya, tidur malam baru saja, kok
sudah subuh lagi. Mata masih terasa berat buat terbuka seluruhnya. Badan masih
belum kuat untuk bangkit.
Demikianlah, ketika kita mau atau berniat sholat subuh di
mesjid, sering kali tiba-tiba ada “berjuta” alasan
yang menjadi “justifikasi” atau “pembenaran” yang dapat kita pakai untuk penghalang kita
ke mesjid.
Alasan-alasan itu seakan-akan semuanya masuk akal. Alasan
yang dapat kita percaya. Alasan yang dapat mengalahkan niat kita sebelumnya
untuk sholat subuh di mesjid. Situasi dan kondisi yang sepintas dapat diterima.
Bayangkan, hari masih subuh. Kita sedang tidur nyenyak-nyenyaknya. Tapi kita
bukan saja harus bangun, melainkan juga harus ambil wudu atau air sembayang.
Sudah itu masih pula harus berangkat ke mesjid. Dari mesjid
juga masih harus balik lagi pulang ke rumah. Betapa malasnya untuk melakukan
semua itu, meski semalam atau sebelum sudah berjanji pada diri sendiri. Sudah
niat. Tiba pada kenyataan harus bangun dan berangkat sholat subuh di mesjid,
rupanya bukan perkara mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Pada saat-saat seperti itu, “berjuta” alasan yang seakan
menjadi “pembenar” kita jadi boleh tidak sholat subuh ke mesjid. Alasan-alasan
yang membuat kita maklum, dan terhindari rasa bersalah tidak sholat subuh di
mesjid.
Pertama-tama, biasanya, kita punya alasan tubuh tengah
capai. Sedang letih. Kemarin kita sudah bekerja atau pergi menguras banyak tenaga.
Jadi subuh ini tubuh ini masih belum fit. Masih memerlukan tambahan istiraha
atau tidur sebenatr lagi saja. Jadi, sementara gak apa-apalah subuh ini gak pergi sholat ke mesjid dulu. Nanti 30 menit atau sejam
lagi juga dapat sholat subuh di rumah.
Alasan berikutnya, kita masih ngantuk. Tadi malam tidur
sampai larut malam. Maka sekarang masih ngantuk. Kalo ngantuk-ngantuk ke mesjid
sholat subuh di sana, nanti tidak bisa konsentrasi. Sholat sibuhbya nanti
bakalan tidak khusuk. Belum lagi jika dipaksakan, bisa-bisa kondisi gak
pribadi.
Pekerjaan dapat terganggu. Walhasil malah pekerjaan jadi
kacau. Maka hari ini percuma saja sholat subuh di mesjid. Nanti sajalah kalau
badan sedang frest, fit dan tidak ngantuk lagi sholat subuh di mesjidnya.
Mungkin besok atau lusa bolehlah sholat subuh di mesjid.
Alasan lain yang masuk akal, kita merasa badan kita agak
sakit. Bisa sakit apapun. Mulai cuma sekadar pegal-pegal sampai agak flue dan
kepala pusing. Jika sakit kan boleh dong
tidak sholat di mesjid. Cukup di rumah saja, bahkan boleh tidak sholat. Tuhan
pun faham, kalau kita sedang sakit dapat
pengecualiaan boleh tidak sholat, apalagi sholat subuh di mesjid.
Kerap juga muncul
alasan, kita harus menemani atau mengawasi anak dan atau cucu yang masih kecil
dan saat itu sedang tidur. Kalau tidak kita temani, atau awasi, nanti jika pas anak dan atau cucu terbangun,
dia dapat menangis.
Bahkan bisa membahayakan kalau mengambil benda-benda tajam
atau main air panda dan atau jatuh dari tangga. Tapi kalau ada ayahnya atau
kakeknya kan dapat dijaga agar mereka tidak melakukan perbuatan yang
membahayakan diri sendiri atau orang lain. Dengan kata lain, dengan diawasi dan
dijaga, mereka aman. Kan menjaga atau mengawasi anak-anak sebagai anak atau
cucu juga penting. Jadi sementara tunda dulu sholat subuh di mesjid.
Cuaca juga dapat jadi salah alasan pembenar yang kuat. Misal
udara sedikit gelap atau rada mendung, langsung dijadikan alasan untuk tidak
sholat subuh di mesjid. Alasannya, nanti
pas di jalan kehujanan gimana? Bukan saja nanti bisa sakit, sholatnyan pun
akhirnya juga gak jadi. Lebih baik sementara sholat subuh di rumah dululah.
Besok, lusa kalo cuaca bagus barulah enak berangkat ke mesjid.
Dan masih ada “berjuta” alasan lain untuk tidak berangkat
sholat subuh ke mesjid. Jangankan buat yang tidak pernah atawa jarang sholat
subuh di mesjid, bagi jemaah sholat subuh yang sudah jelas dan terbukti rutin
sholat subuh di mesjid saja, “godaan” seperti itu masih kerap muncul dengan
kuat.
Memang untuk sholat subuh di mesjid perlu mental kuat. Perlu tekad utuh. Tak bisa
kalau cuma setengah hati. Hanya mereka yang sejak awal memiliki keyakinan sholat
subuh di mesjid bukan sekadar memenuhi
sholat berjemaah memiliki derajat yang lebih
tinggi dibanding dengan sholat sendiri, tapi merupakan pembuktian terhap
kecintaan kelada Allah.
Juga bukti terhadap
ketaatan dan kepatuhan kita terjadap Sang Maha Pencinta. Kewajiban sholat subuh
di mesjid sudah mendarah daging. Sudah internelazed bahasa teka booknya.
Dengan sholat subuh di mesjid secara tidak langsung telah menjadi simbol, sebelum melakukan
kegiataan apapun, kita melapor dan minta izin kepada Allah. Posisi Allah dalam
konteks ini ditempatkan sebagai
prioritas utama di atas prioritas lainnya. Sebelum pada hari itu, kita melaksanakan kegiataan
lain, kepada Allah dahulu kita menghadap, menyerahkan diri dan mohon bimbingan
serta tuntutan. Bagi jemaah sholat subuh di mesjid, Allah adalah segalanya.
Maka segala macam “godaan” yang menghampiri para jemaah
sholat subuh di mesjid pada umumnya dapat langsung ditampik. Disingkirkan.
Sebaliknya bagi yang jarang sholat subuh di mesjid,”godaan”
tersebut justeru menjadi alasan yang menggiurkan, yang masuk akal dan jadi
alasan “pembenar” yang kuat. Padahal itu adalah sebuah adalah “jebakan,” yang manis dan nampak dapat diterima. Sebuah
prinisip ajakan agar kita tak usah sholat subuh di mesjid.
Kitalah yang memilih. Kitalah yang memutuskan. Tentu dengan
segala risikonya.
T a b i k. *
Bersambung….
Penulis adalah wartawan dan advokat senior serta anggota
Dewan Pakar Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tulisan ini merupakan repotase/opini
pribadi yang tidak mewakili organisasi.
0 Comments