Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Yang Tercecer dari HPN: Kursi Kehormatan Dan Komisaris

Artis senior Widyawati dan Wina 
Armada dalam suatu kesempatan. 
(Foto: Ist/koleksi pribadi)   


Oleh: Wina Armada

Ini sekadar catatan tercecer dari HPN.

MANAKALA acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Medan, Sumatera Utara, pada 9 Februari 2023, penulis menyaksikan beberapa komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) duduk di deretan tengah barisan  paling depan. Mereka pun menikmati hal tersebut.

Juga masih bertindak layaknya wartawan. Wartawan? Ya. Maklumlah mereka memang mantan wartawan  senior, dan bahkan pernah menjadi Pemimpin Redaksi (Pemred).  Maka mereka pun masih berpenampilan dan bergaya  layaknya sebagai wartawan.

Mereka agaknya lupa sudah menyandang jabatan komisaris di BUMN. Sebagai pejabat komisaris BUMN bagaimana mereka masih independen?

Hemat penulis, posisi mereka duduk paling depan, tepat di belakang Presiden RI Joko Widodo, sudah  tak pantas. Walaupun mereka mantan wartawan senior, bahkan pernah jadi Pemred, bagaimanapun mereka sudah memilih jabatan di komisaris salah satu BUMN.

Dengan begitu secara organisasi posisi mereka di bawah Menteri Negara (Meneg) BUMN dan jajarannya, termasuk di bawah deputi dan direktur Kementerian BUMN .

Mereka harus patuh kepada para atasannya. Mereka harus menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan negara.

Mereka bukanlah wartawan murni lagi. Mereka sudah menjadi  pejabat pemerintah. Bagaimana kemudian mereka lantas mendapat kehormatan didudukan di deretan bangku tengah paling depan. Lebih tidak pantas lagi, penulis mendengar dari panitia, mereka sendiri yang memilih tempat itu. Wuihh.

Dari pejabat di Sumatera Utara (Sumut), penulis juga mendapat informasi, mereka berjumpa pula secara khusus dengan para pejabat di Sumut. Tentu dalam kapasitas sebagai wartawan. Hebat kali…

Seharusnya, kita patuh dengan pikiran kita sejak dalam pikiran. Kalau kita mau mengambil posisi wartawan, yang konsukuen dengan sikap kita sebagai wartawan. Sebaliknya jika kita mau menjadi komisari BUMN, kita juga harus patut terhadap semua konsukuensinya, antara lain kita bukan lagi wartawan yang independen, bahkan mungkin bukan wartawan lagi.

Jangan mau ambil enaknya sendiri. semua. Fasilitas dan gaji di BUMN diterima, tapi status wartawan tetap disandang dengan gagah perkasa.

 

Penulis adalah pakar Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik.


Post a Comment

0 Comments