Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tergoda “Benih Merdeka” Pada Hari Pers Nasional

Buku "Benih Merdeka"
(Foto: Istimewa/WAS) 


JIKA mengajar atau memberikan ceramah soal jurnalistik, baik yang bersifat penambahan wawasan maupun yang bersifat teknis, penulis selalu memberikan narasi betapa wartawan Indonesia memiliki saham besar dalam perjuangan relublik ini, bahkan lebih dahulu dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) kini Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Begitu banyak wartawan yang dibuang, diasingkan, dianiaya sampai dengan dibunuh dalam pembela kemerdekaan Indonesia. Hampir dalam setiap fase perjuangan kemerdekaan Indonesia pers selalu hadir berperan. Coba sebutan pada priode apa, pers Indoensia tidak berperan pada proses kemerdekaan Indonesia? Tak ada! Ya tak ada!

Sebagai contoh, jauh sebelum nama Indonesia dipakai resmi, pers sudah lebih dahulu memalai nama Indonesia atau kata merdeka. Salah satunya antara lain koran “Benih Merdeka.” 

Oleh sebab itu, ketika pada Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Medan, Sumatera Utara, panitia lokal menerbitkan buku “Koran Benih Merdeka”, penulis sangat antusias membaca. Penulis ingin tahu seluk beluk koran yang terbit tahun 1918 tapi sudah  berani memakai merek “Benih Merdeka.”

Penulis ingin lebih mendalam mengetahui kenapa pendirinya memakai nama “Benih Merdeka?” Apa pemikiran di balik pemilihan nama ktu? Apa filosofinya? Apa hubungannya dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia?

Apa yang terpikir tentang kemerdekaan Indonesian yang waktu itu terbayang saja ada negara Indonesia merdeka pun belum?

Kemudian apa tidak takut menghadap pemerintah penjajah dan sebagainya. Bagaimana kehidupan koran itu? Apa saja yang mereka hadapi manakala berhadapan denga pemerintah penjajah, dan sebagainya.

Tetapi setelah membacanya, saya banyak kecewa.

Buku ini hanya menampillan “bahan mentah” berupa cuplikan - cuplikan berita dari koran tersebut, tanpa penjelasan hal ikhwal kotan tersebut. Cuplikan berita memang sangat  berguna untuk mengetahui banyak hal terhadap keadaan pada waktu itu, termasuk cara pers menyampaikan berita.

Tapi apa yang terjadi di baliknya terkait dengan pemakaian nama “Benih Merdeka,” tak kalah pentingnya. Jika tak mau disebut lebih penting. Hanya saja editornya rupanya tidak berani memberikan, atau tak yakin memberikan  berbagai latar belakang tersebut.

Walhasil, selain cuplikan beritanya, selebih penulis tidak memperoleh banyak data untuk pengetahun dan bahan ceramah penulis.

Barangkali dalam penerbitan berikutnya hal-hal ini dapat ditambahkan. (**) 

WINA ARMADA SUKARDI

Post a Comment

0 Comments