Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Publisher Right Platform Digital Sepatutnya Ditolak Masyarakat Pers, Ini Solusinya

Wina Armada Sukardi. 
(Foto: Istimewa/sci)  


Oleh: Wina Armada Sukardi


SELAMA ini yang terjadi  justeru sebaliknya. Berita atau informasi dari perusahaan online di Indonesia yang kecil-kecil itu penyebaran sangat terbatas. Jangankan tingkat internasional, pada tingkat nasional saja tak dikenal. Setelah disebarkan oleh platform asing, justeru viewer atau pembacanya menjadi jauh tambah besar. Dan mereka pun sebagai memperoleh hak royalti dari pembaca platform asing yang diatur oleh perusahaan-perusahaan asing.  Dengan kata lain, platform perusahaan asing itu tidak gratis-gratis amat.

 Pembatasan UU Hak Cipta

Selain UU Pers, perlu juga diingat ada UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam UU ini semua hasil ciptaan yang sudah diwujudkan dilindungi. Karya-karya itu dilindungi hak ciptanya. Meski demikian, dalam Bab VI  UU Hak Cipta ada pembatasan perlindungan hak cipta. Saya beberapa kali tampil jadi ahli pers di pengadilan terkait dengan persoal hak cipta di bidang pers. Pendapat penulis tegas: mengutip atau mengambil informasi dari pers lain, diperbolehkan, dan bukan merupakan pelanggaran hak cipta.

Penulis merujuk kepada pasal 43 UU Hak Cipta yang dengan tegas menyebut ada perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Pembatasan itu antara lain terdapat pada pasal 43 huruf c yang menegaskan “*Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; “

Dengan demikian dalam kehidupan demokrasi, UU Hak Cipta sudah menegaskan tidak ada royalti untuk penyebaran berita asal sesuai UU Hak Cipta. Pendapat penulis umumnya diperhatikan pihak pengadilan. Tentu beda untuk karya cipta yang lain seperti film dan sebagainya.

Penerapan pembayaran untuk pers selain sejak awal tidak sesuai dengan mekanisme tradisi dan kemerdekaan pers, juga bertentangan dengan UU Hak Cipta. Jika publisher right platform digital diterapkan juga bakal bertabrakan dengan ketentuan UU Hak Cipta soal kebebasan pers mengutip informasi dari sumber lain.

*Cabut, dan Pakai Peraturan Dewan Pers

Cara pemerintah melakukan treament terhadap racangan publisher right platform digital juga sudah menunjukkan gejala awal, pemerintah ingin mengambil peran besar dalam regulasi soal ini. Memang kalau Perpera sih itu ranah dan otoritas pemerintah. Namun ini kan sudah menyangkut pers. Seharunya Dewan Pers sebagai representasi masyarakat pers mengingatkan pemerintah tak mengambil peran Dewan Pers yang memfasilitasi peraturan-peraturan di bidang pers.

Dalam kontek ini, Dewan Pers terkesan cenderung belum siap mengantisiapssi pembuatan regulasi ini dan peluang ini diambil dengan sangat baik dan manis oleh pemerintah. Mana ada  pemerintah yang  mau menolak menerima “setengah nyawa” dari pers diserahkan kepada pemerintah.

Dari segi subtansi, konsep publisher right platform digital lebih banyak merugikan pers Indonesia ketimbang keuntungannya. Lebih banyak mudaratnya ketimbang kemanfaatannya. Maka konsep publisher right platform digital memang sudah layak ditolak.

Solusi

Ada bebberapa usulan menghadapi hal ini.

Pertama, tunda pengeluaran regulasi soal konsep publisher right platform digital dalam semua bentuknya. Ketimbang bikin gaduh, lebih baik ditelaah dulu secara lebih seksama.

Kedua, buka semua isi konsep publisher right platform digital ke masyarakat pers. Jangan ada dusta di antara kita. Jangan hanya ”elite” pers maupun pemerintah saja yang mengetahui isinya. Selama ini alur subtansi publisher right platform digital terasa  misterius seperti kerja agen rahasia. Kebiasan yang terjadi pada orde baru itu perlu ditinggalkan. Buka saja seluruh isinya tanpa harus takut. Toh tak ada rahasia negara.  Jangan percaya satu dua orang yang sudah mengatasnamakan masyarakat pers.

Ketiga, sosialiasasikan dulu isi publisher right platform digital tersebut, sehingga sebanyak mungkin masyarakat pers lebih memahami apa isinya.

Keempat, libatkan sebabyak mungkin masyarakat pers untuk berpartisipasi memberikan saran, kritik dan usulan terhadap draf publisher right platform digital. Darisana barulah dirumuskan untuk kepentingan bersama, kalau memang masih diperlukan publisher right platform digital. Seandainya mayoritas masyarakat pers merasa tidak memerlukan, ya sudah tanggalkan.

Berikutnya kelima, sebaiknya urusan ini tidak lagi ditangani oleh pemerintah.  Walaupun pemerintan mungkin berniat baik, tapi keterlibatan pemerintah dalam dunia pers tetap bakal menimbulkan kegaduhan. Pemerintah bakal memghadapi sejumlah tudingan yang intinya dinilai mau turut campur urusan pers lagi.

Berikan sepenuhnya urusan ini kepada Dewan Pers. Biarlah Dewan Pers bersama masyarakat pers yang menentukan apakah sudah saatnya publisher right platform digital diterapkan, atau belum. Jika belum tentu tak dapat dilanjutkan.

Sebaliknya jika masyarakat pers memandang publisher right platform digital dengan isi yang telah direvisi dan mewakili aspirasi masyarakat pers sudah dibutuhkan, dapat dibuat melalui Peraturan Dewan Pers  sebagaimana telah diatur dalam pasal 15 ayat 2 huruf “f ” UU Pers. Di situ disebut salah satu tugas Dewan Pers adalah memfasilitasi pembuatan peraturan pers. (Selesai)

 

Jakarata, 16 Febuari 2023.

 

Penulis adalah pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik

 

  

Post a Comment

0 Comments