Saat peristiwa kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang. (Foto: Istimewa) |
Hal itu disampaikan Muhamad Isnur dalam Siaran Pers YLBHI yang
diterima Redaksi TangerangNet.Com, Minggu (2/10/2022).
Isnur menyebutkan sejak awal panitia mengkhawatirkan akan
pertandingan tersebut dan meminta kepada Liga Indonesia Baru (LIB) agar
pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir risiko. Tetapi
sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan
pertandingan pada malam hari.
Pertandingan berjalan lancar hingga selesai, kata Isnur, hingga
kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan yakni terdapat supporter
memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat.
“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan
yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di
lapangan. Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian
aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi
penonton,” tutur.
YLBHI, kata Isnur, menduga bahwa penggunaan kekuatan yang
berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan
pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa
mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak
nafas, pingsan dan saling bertabrakan.
“Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan
pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari hal tersebut yang membuat
seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan
evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini,” tutur Isnur.
Padahal jelas penggunaan gas air mata tersebut, kata Isnur,
dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19
menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan
massa dalam stadion.
“Kami menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut
bertentangan dengan beberapa peraturan,” ungkap Isnur.
Peraturan tersebut antara lain: Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman
pengendalian massa. Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan
dalam Tindakan Kepolisian. Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi
Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian
Negara RI. Perkapolri No.08 Tahun 2010
Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara.
Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara
“Maka atas pertimbangan di atas, kami menilai bahwa
penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan
meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka,” ujar
Isnur.
Oleh karena itu, kata Isnur, YLBHI menyatakan sikap:
mengecam iindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak
mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM POLRI. Mendesak
Negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang
mengakibatkan jatuhnya 153 korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim
penyelidik independen.
“Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran
HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang
bertugas. Mendesak Propam POLRI dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan
pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada
saat peristiwa tersebut,” tutur Isnur.
Isnur mengatakan mendesak KAPOLRI untuk melakukan evaluasi
secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa
suporter maupun kepolisian. Mendesak Negara dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk
bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang. (*/rls)
0 Comments