Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Buktikan Ijazah Itu Palsu, Sederhana Dan Sangat Mudah

Syafril Elain Rajo Basa
(Foto: Ist/koleksi pribadi) 


Oleh: Syafril Elain Rajo Basa

 

BETUL untuk mengetahui suatu ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) itu asli atau palsu mudah dan tidak berbelit. Hal ini penulis katakan karena sudah melakukan ketika menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Tangerang periode 2003-2004 dan 2008-2009.

Panwaslu adalah suatu badan pengawas yang dibentuk berdasar undang-undang agar penyelenggaraan Pemilu berjalan sebagaimana mestinya, tidak berlaku curang terhadap siapa pun yang terlibat. Panwaslu tingka kota, kabupaten, dan provinsi yang semula ad-hoc. Kini sudah tetap yakni dipilih dengan masa bakti selama lima tahun sekali, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Saat Pemilu Legislatif, soal ijazah adalah bagian terpenting yang membuat seseorang menjadi calon anggota legislative (Caleg). Penulis selama menjadi Penyelenggara Pemilu bidang pengawas paling tidak ada sekitar sepuluh orang digagalkan untuk menjadi anggota legislative karena menggunakan ijazah yang tidak sah. Itu ini tentu bekerja secara tim bukan sendiri.

Modus yang digunakan oleh para Caleg pun beragam. Hal ini bisa  terjadi karena anggota partai politik begitu bernapsu untuk menjadi anggota legislative sehingga yang semula tidak memenuhi syarat dengan berbagai cara dilakukan agar memenuhi syarat tertuma menyangkut ijazah.

Bayangan bila berhasil menjadi anggota legislative berarti punya gengsi, kedudukan, bisa mengawasi jalan pemerintahan. Oleh karena itu, semua persyaratan ketika ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia berdasar Undang-Undang Pemilu pun diupayakan untuk dipenuhi.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, BAB VII, Bagian Kesatu tentang Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota disebutkan secara jelas. Pasal 51; syarat bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

Telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, atau pendidikan yang lain sederajat.

Meski Panwas punya kewenangan melakukan pengawasan terhadap  proses penyelenggaraan Pemilu, tapi soal ijazah tidak serta dapat diketahui oleh pengawas siapa Caleg yang memasukan ke dalam syarat yang dimilikinya. Sesuai dengan tugas pokoknya, Panwas menerima setiap laporan yang masuk dari Warga Negara Indonesia (WNI) berusia 17 tahun atau sudah menikah.

Nah, dari laporan warga yang masuk lah dapat diungkap ada penggunaan ijazah tidak sah yang digunakan oleh caleg sebagai prasyarat. Petugas Panwas menerima laporan dari warga dengan menunjuk bukti dan paling sedikit dua orang saksi.

Bila laporan tersebut sudah diterima, proses klarifikasi pun dilakukan terhadap pelapor dan saksi-saksi. Tentu yang paling penting pelapor melampirkan bukti dugaan penggunaan ijazah, paling tidak foto copy ijazah yang digunakan oleh caleg.

Setelah itu, Panwas melakukan klarifikasi kepada sekolah yang mengeluarkan ijazah tersebut. Selama ini pihak sekolah yang didatangi akan menerima dengan senang hati. Pemeriksaan diawali dengan memeriksa nomor induk sang caleg ketika menjadi murid.

Dari nomor induk bila cocok, diperiksa kegiatan sang murid apakah masuk kelas belajar selama tiga tahun untuk tingkat sekolah lanjut atas. Bila masuk terus dan naik kelas baru diperiksa ijazah.

Nah, ini pernah diklararifikasi di salah satu sekolah negeri di Jakarta yakni SMA Negeri 20 Jakarta. Ada caleg melampirkan ijazah nomor induk sama tapi foto dan nama beda. Lantas sekolah membuat keterangan kepada Panwas Kota Tangerang ijazah yang dimaksud adalah palsu alias tidak sah.

Ada lagi caleg sangat meyakinkan dirinya tidak menggunakan ijazah palsu. Sementara laporan dari warga sudah diterima Panwalu Kota Tangerang bahwa ijzah sang caleg diduga palsu untuk tingkat SMP dan SMA.

Laporan tersebut ditindaklanjuti oleh Panwas dan sang caleg dipanggil untuk diklarfikasi dengan membawa ijazah SD, SMP, dan SMA yang “asli”. Setelah datang ke kantor Panwas, sang caleg dengan gagah berani berkoar-koar ijazahnya asli.

Saat dilakukan klarifikasi dan jajaran Panwas pun memeriksa foto copy ijazah dengan ijazah “asli” sang caleg dengan seksama. Panwas menemukan ijazah sang caleg ada keganjilan. Pada ijazah sang caleg tahun terbit  ijazah SMA terlebih dahulu ketimbang ijazah SMP. Artinya, berdasar ijazah tersebut sang caleg tamat SMA terlebih dahulu baru tamat SMP.

Setelah diberi tahu bahwa ijazah seperti ini tidak lazim dan yang lazim adalah seseorang tamat SD terlebih dahulu dilanjutkan SMP dan baru kemudian tamat SMA. Sang caleg mendengar penjelasan tersebut belum juga sadar. Oleh karena itu, Panwas mengirim surat kepada partai politik sang caleg agar dicoret dari Daftar Calon Sementara (DCS). Belum paham juga dia, parah ya.

Ada pula seorang caleg lolos menjadi anggota DPRD Kota Tangerang. Selama lima tahun dia menikmati uang kehormatan dan fasiltasi dari Pemerintah dan Pemerintah Kota Tangerang kapasitasnya sebagai anggota dewan. Bahkan dapat pula jabatan di DPRD Kota Tangerang sebagai ketua komisi. Amboi.

Pada Pemilu berikutnya, anggota dewan palsu tersebut mengajukan diri lagi menjadi caleg. Saat KPU Kota Tangerang melakukan proses DCS (Daftar Calon Sementara) masuk laporan ke Panwaslu Kota Tangerang ada duggan caleg yang sudah pernah duduk menjadi anggota dewan menggunakan ijazah palsu sarjana.

Laporan tersebut pun ditindaklanjuti oleh Panwas dengan melakukan klarifikasi kepada pelapor dan saksi-saksi. Pelapor diminta menyerahkan bukti foto copy ijazah yang diduga palsu digunakan caleg. Klarifikasi pun dilakukan terhadap sang caleg. Biasa, maling tidak pernah mau mengaku dan meyakinkan jajaran Panwaslu bahwa ijazahnya asli.

Atas klarfiikasi tersebut, Panwaslu Kota Tangerang berkirim surat ke Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana (FE Unkris) Jakarta tempat ijzah tersebut “diterbitkan”. Setelah surat dilayangkan ke perguruan tinggi tersebut, Unkris sangat kooperatif dan secara bersama memeriksa nomor induk dan tanggal kelulusan.

Hasilnya, mahasiswa atas nama tersebut tidak pernah lulus di FE Unkris Jakarta. Atas dasar jawaban tertulis dari FE Unkris, Panwaslu merekomendasikan kepada KPU Kota Tangerang agar caleg tersebut dicoret dari DCS.

Selain rekomendasi untuk dicoret, atas perbuatan caleg tersebut, Panwaaslu pun membawa kasus dugaan ijazah palsu tersebut ke Penegakkan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang terdiri atas unsur Polres Metro Tangerang Kota, Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, dan Panwaslu. Selanjutnya, sang caleg berhadapan dengan majelis hakim di meja hijau.

Dari rangkaian tingkah laku caleg di atas, bila saja ada informasi tentang dugaan penggunaan ijazah palsu selayaknya diperiksa secara seksama. Apakah oleh komisioner KPU sebagai penerima berkas DCS dari partai politik maupun Bawaslu sebagai lembaga pengawas.

Seseorang bisa saja lolos menjadi anggota dewan atau kepala daerah bahkan kepala pemerintahan, bila ditemukan dugaan menggunakan ijazah palsu layak untuk diperiksa ulang.

Meskipun dalam pemeriksaan ijazah palsu atau tidak sah ini sederhana dan mudah, namun dalam perjalanan banyak pula pihak yang ingin bermain dengan menggoda Panwaslu. Ada rayuan, tekanan, dan intimidasi.

Integritas penyelenggara Pemilu sangat dibutuhkan guna melaksanakan tugas dengan baik dan benar. Sebelum bertugas penyelenggara Pemilu kan sudah disumpah demi Tuhan. (***)     

 

Penulis adalah Penyelenggara Pemilu di Kota Tangerang rentang waktu 2003-2013

     

 


Post a Comment

0 Comments