Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Reuni Alumni Harian Prioritas, Setelah 35 Tahun

Peserta reuni alumni yang hadir dan 
berkesempatan untuk foto bersama. 
(Foto: Istimewa)  


Oleh: Wina Armada Sukardi

 

HARIAN PRIORITAS adalah sebuah koran yang fenomenal setelah Indonesia merdeka, khususnya pada zaman orde baru (orba). Setidaknya , ada lima goresan sejarah Harian Prioritas.

Pertama inilah hari berwarna pertama di Indonesia. Ikhwal ini tidak ada keraguan lagi. Hari Prioritaslah yang menjadi perintis dan pionir surat kabar harian yang tampil full calor. Setelah Prioritas, barulah satu persatu muncul harian-harian lain di Indonesia yang berwarna.

Kedua, usia Prioritas tak lama. Prioride terbitnya cuma berbilang dua tahun. Setelah itu harian  dibredel. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Prioritas dicabut oleh rezim Menteri Penerangan (Menpen) Harmoko. Terjungkal-lah masuk liang kuburlah surat kabar dengan sejumlah kekhasan ini.

Ketiga, pemberedealan Prioritas tidak pernah dijadikan sendu sendan, apalagi minta dijadikan “arefak” pers perjuangan dan lantas mengajak ramai-ramai supaya ikut merantapi kematiannya. Para pendiri Prioritas tidak pernah meminta SIUPP Prioritas dihidupkan kembali. Alih-alih merenggek dan menggalang kekuatan untuk membantu Prioritas dapat terbit lagi, para pengelola lebih  memilih mengajukan kasusnya ke Mahkamah Agung. Tentu, seperti sudah diprediksi, Prioritas keok. Mana adalah saat itu yang berani melawan penguasa Orba, termasuk di lingkungan peradilan.

Koran ini, di luar era “perjuangan” koran-koran Indonesia, kebebasan. Hampir tidak mendapat pengaruh dari pemilik dana, Surya Paloh (SP). Pengalaman saya, yang day by day menentukan arah Prioritas itu, Nasruddin Hars sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) dan Panda Nababan sebagai Wakil Pemimpin Umum. Surya Paloh sendiri kala itu belum punya pengalaman sama sekali menggelola pers, apalagi harian, sehingga juga belum  begitu mahfum bagaimana cara intervensi ke redaksi. Kalau pun ada masukan buat redaksi dari SP,  begitu kami memanggil Surya  Paloh, selalu lewat Nasruddin atau Panda. Dia tidak pernah langsung ke redaksi. Setelah pengalaman di Prioritas, dan faham dashyatnya pengaruh pers, kabarnya  belakangan sikap Surya sudah tidak sama lagi dengan waktu di Prioritas.  Dengan kata lain, kala itu independensi news room  Prioritas, sangat terjaga, walaupun sudah mulai memakai pola adanya pemilik  modal.

Keempat, Prioritas koran ”modern” yang pertumbuhan tiras dan finansialnya luar biasa. Dalam sekejap  mata Prioritas sudah mampu menembus tiras sekitar 50 ribu. Dan hanya beberapa bulan saja keungannya sudah biru dan menuju profit.

Kelima, 80 persen sumber daya manusia  pendukungnya adalah tenaga-tenaga muda, sebagian malah belum pernah berpengalaman kerja di pers. Sebagian wartawan yang direkrut pun ketahuan banyak yang “serba kebetulan”

Nah, setelah sekian lama para awak Prioritas  berpisah, Sabtu, 3-9-2022, kami para awak Prioritas menyelenggarakan “reuni” di Band Cafe, Kemayoran, Jakarta Pusat. Selain makan bersama, dari mulai steak, mie aceh sampai ikan, kami berdialog bebas. Boleh kasih testimoni, boleh meledek yang lain, atau kasih usulan, mengeluarkan uneg-uneg dan sebagainya. Pokoknya boleh ngomong apa aja.

Dialog dibagi beberapa termin, setiap termin diselinggi musik dan lagu. Sementara acara berlangsung, Panda membagi-bagikan biku otobiografinya, dilengkapi tanda tangan.

Dari acara ini kami mengenang lagi bebeberapa “generasi awal” Prirotas yang sudah lebih dahulu dipanggil menghadap Sang Maha Kuasa. Mereka, antara lain, Nasruddin Hars, Derek Menangka, Pontjo Siswanto, Suwachman, Chairiudin Zaman, Munawar  Lubis,  Boby Wawaruntu, Suherman, Ibu Silaen, Achmad Istiqom, Heru Subroto, Bramono, Arifin (Pipin), Buchori (Ori), dll.

Peserta reuni berdiri Elman Saragih dan Iwan 
Panggu. Duduk: Syafril Elain, Djoko 
Sarjono, dan Safari ANS. 
(Foto: Istimewa) 

 

“Arefak pers Indonesia itu ya Prioritas,” kata Suwidi Tono, penuh semangat. Penulis yang masih rajin menulis kolom di Kompas itu kini sebagian hidupnya dimanfatakan untuk pertanian.

Lain lagi cerita beberapa reporter Prioritas waktu itu, yang kemudian belakangan banyak menjadi pimpinan pers. Mereka rupanya masuk ke Prioritas hanya  karena sering menulis dan datang ke Prioritas, lantas diminta ”bantu-bantu” dan sesudah itu barulah kemudian dijadikan reporter Prioritas.

“Waktu itu, saya bersahabat  dengan artis Lidya Kandouw dan Jamal Mirdad sehingga, saya bisa punya foto mereka berdua ketika sidang tertutup. Foto itu disiarkan Prioritas dan sejak itu saya menulis buat Prioritas,” tutur Sabar Hutapea, yang kemudian menjadi produser berita di Liputan 6, SCTV.

Terungkap pula kala itu karena masih baru, banyak wartawan yang memiliki bahan berita bagus dan diceritakan dengan menarik, tapi waktu ditulis “gak ada darahnya” dan hambar. Walhasil mereka dipanggil disuruh duduk di depan redaktur, lalu diminta bercerita. Dari sana cerita itu diolah jadi berita oleh redaktur menjadi berita yang bagus. Waktu hal ini diceritakan kembali di acara reuni para wartawan tertawa-tawa…

Tak terasa, acara yang dimulai jam 11,  sudah sampai jam 16:00. Kami harus bubar. Tentu sebelumnya tak ketinggalan kami  foto bersama.

Setelah itu berkumandanah  lagu “Kemesraan” tanda kami haru meninggalkan acara. (***)

 

Penulis adalah Ketua Panitia Reuni Alumni Harian Pagi Prioritas.

 

Post a Comment

0 Comments