![]() |
Peserta reuni alumni yang hadir dan berkesempatan untuk foto bersama. (Foto: Istimewa) |
HARIAN PRIORITAS adalah sebuah koran yang fenomenal setelah
Indonesia merdeka, khususnya pada zaman orde baru (orba). Setidaknya , ada lima
goresan sejarah Harian Prioritas.
Pertama inilah hari berwarna pertama di Indonesia. Ikhwal
ini tidak ada keraguan lagi. Hari Prioritaslah yang menjadi perintis dan pionir
surat kabar harian yang tampil full calor. Setelah Prioritas, barulah satu
persatu muncul harian-harian lain di Indonesia yang berwarna.
Kedua, usia Prioritas tak lama. Prioride terbitnya cuma
berbilang dua tahun. Setelah itu harian
dibredel. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Prioritas dicabut
oleh rezim Menteri Penerangan (Menpen) Harmoko. Terjungkal-lah masuk liang
kuburlah surat kabar dengan sejumlah kekhasan ini.
Ketiga, pemberedealan Prioritas tidak pernah dijadikan sendu
sendan, apalagi minta dijadikan “arefak” pers perjuangan dan lantas mengajak
ramai-ramai supaya ikut merantapi kematiannya. Para pendiri Prioritas tidak
pernah meminta SIUPP Prioritas dihidupkan kembali. Alih-alih merenggek dan
menggalang kekuatan untuk membantu Prioritas dapat terbit lagi, para pengelola
lebih memilih mengajukan kasusnya ke
Mahkamah Agung. Tentu, seperti sudah diprediksi, Prioritas keok. Mana adalah
saat itu yang berani melawan penguasa Orba, termasuk di lingkungan peradilan.
Koran ini, di luar era “perjuangan” koran-koran Indonesia,
kebebasan. Hampir tidak mendapat pengaruh dari pemilik dana, Surya Paloh (SP).
Pengalaman saya, yang day by day menentukan arah Prioritas itu, Nasruddin Hars
sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) dan Panda Nababan sebagai Wakil Pemimpin Umum.
Surya Paloh sendiri kala itu belum punya pengalaman sama sekali menggelola
pers, apalagi harian, sehingga juga belum
begitu mahfum bagaimana cara intervensi ke redaksi. Kalau pun ada
masukan buat redaksi dari SP, begitu
kami memanggil Surya Paloh, selalu lewat
Nasruddin atau Panda. Dia tidak pernah langsung ke redaksi. Setelah pengalaman
di Prioritas, dan faham dashyatnya pengaruh pers, kabarnya belakangan sikap Surya sudah tidak sama lagi
dengan waktu di Prioritas. Dengan kata
lain, kala itu independensi news room
Prioritas, sangat terjaga, walaupun sudah mulai memakai pola adanya
pemilik modal.
Keempat, Prioritas koran ”modern” yang pertumbuhan tiras dan
finansialnya luar biasa. Dalam sekejap
mata Prioritas sudah mampu menembus tiras sekitar 50 ribu. Dan hanya
beberapa bulan saja keungannya sudah biru dan menuju profit.
Kelima, 80 persen sumber daya manusia pendukungnya adalah tenaga-tenaga muda,
sebagian malah belum pernah berpengalaman kerja di pers. Sebagian wartawan yang
direkrut pun ketahuan banyak yang “serba kebetulan”
Nah, setelah sekian lama para awak Prioritas berpisah, Sabtu, 3-9-2022, kami para awak
Prioritas menyelenggarakan “reuni” di Band Cafe, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Selain makan bersama, dari mulai steak, mie aceh sampai ikan, kami berdialog
bebas. Boleh kasih testimoni, boleh meledek yang lain, atau kasih usulan,
mengeluarkan uneg-uneg dan sebagainya. Pokoknya boleh ngomong apa aja.
Dialog dibagi beberapa termin, setiap termin diselinggi
musik dan lagu. Sementara acara berlangsung, Panda membagi-bagikan biku
otobiografinya, dilengkapi tanda tangan.
![]() |
Peserta reuni berdiri Elman Saragih dan Iwan Panggu. Duduk: Syafril Elain, Djoko Sarjono, dan Safari ANS. (Foto: Istimewa) |
“Arefak pers Indonesia itu ya Prioritas,” kata Suwidi Tono,
penuh semangat. Penulis yang masih rajin menulis kolom di Kompas itu kini
sebagian hidupnya dimanfatakan untuk pertanian.
Lain lagi cerita beberapa reporter Prioritas waktu itu, yang
kemudian belakangan banyak menjadi pimpinan pers. Mereka rupanya masuk ke
Prioritas hanya karena sering menulis
dan datang ke Prioritas, lantas diminta ”bantu-bantu” dan sesudah itu barulah kemudian
dijadikan reporter Prioritas.
“Waktu itu, saya bersahabat
dengan artis Lidya Kandouw dan Jamal Mirdad sehingga, saya bisa punya
foto mereka berdua ketika sidang tertutup. Foto itu disiarkan Prioritas dan
sejak itu saya menulis buat Prioritas,” tutur Sabar Hutapea, yang kemudian
menjadi produser berita di Liputan 6, SCTV.
Terungkap pula kala itu karena masih baru, banyak wartawan
yang memiliki bahan berita bagus dan diceritakan dengan menarik, tapi waktu
ditulis “gak ada darahnya” dan hambar. Walhasil mereka dipanggil disuruh duduk
di depan redaktur, lalu diminta bercerita. Dari sana cerita itu diolah jadi
berita oleh redaktur menjadi berita yang bagus. Waktu hal ini diceritakan
kembali di acara reuni para wartawan tertawa-tawa…
Tak terasa, acara yang dimulai jam 11, sudah sampai jam 16:00. Kami harus bubar.
Tentu sebelumnya tak ketinggalan kami
foto bersama.
Setelah itu berkumandanah
lagu “Kemesraan” tanda kami haru meninggalkan acara. (***)
Penulis adalah Ketua Panitia Reuni Alumni Harian Pagi
Prioritas.
0 Comments