Para narasumber memaparkan kajian masing-masing "Bongkar Prostitusi dan Miras". (Foto: Istimewa) |
Seperti diketahui Open BO konotasinya mengarah pada
prostitusi online. Frasa ini berakronim Open Booking Out. Kanit Perlindungan
Perempuan dan Anak Polrestro Tangerang, Rumanti menjelaskan mengenai fernomena
hal tersebut.
"Memang marak praktik Open BO dan melibatkan anak-anak
yang masih dibawah umur," ungkap Rumanti dalam dialog bertajuk 'Bongkar
Prostitusi dan Miras' yang dihelat abouttng di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang,
Jalan Satria Sudirman, Kamis (1/9/2022) malam.
Rumanti menjelaskan sejumlah faktor yang mempengaruhi
fenomena ini. Mulai dari masalah ekonomi, minimnya pengetahuan, dan broken
home.
"Kami memiliki datanya, kasus Open BO tiap tahunnya
meningkat," ucap Rumanti.
Wakil Kasat (Wakasat) Reskrim Polrestro Tangerang Kota
Kompol Khoiri mengatakan maraknya prostitusi ini memang sangat memprihatinkan.
Terutama melibatkan kaum milenial yang dapat merusak generasi mendatang.
"Kami beberapa hari kemarin melakukan penggerebakan di
tempat yang memang selama ini sulit tersentuh. Dan kami berkomitmen terus
melakukan penindakan prostitusi ini," ucap Khoiri.
Khoiri bahkan membongkar mengenai modus operandi esek-esek
tersebut. Mereka yang terlibat seperti terorganisir.
"Modusnya, mereka melakukan transaksi tersebut dengan
cara berpindah-pindah tempat. Ada sosok mucikari atau germo dalam praktik
prostitusi ini. Di antara mereka yang diamankan sebagian ada anak yang masih di
bawa umur," ujarnya.
Kasi Data dan Informasi Satpol PP Kota Tangerang Budi Darma
Wanto Arif juga mengamini hal ini. Pihaknya terus melakukan penindakan dengan
bersinergi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestro Tangerang Kota.
Pada medio lalu di bilangan Ciledug terjaring 16 orang dan 20 orang lebih di
Kecamatan Larangan.
"Mereka yang diamankan ini anak-anak yang masih dibawah
umur. Kami merazia secara acak, memang kendalanya adanya kucing-kucingan antara
aparat dengan mereka yang terlibat," tutur Budi.
Budi menegaskan razia ini tentunya dalam menegakan Perda
nomor 7 dan 8 yakni tentang larangan Prostitusi serta Miras di Kota Tangerang.
Dia menyebut peran serta masyarakat dapat membantu membongkar praktik tersebut.
"Warga bisa melapor ke Unit Layanan Masyarakat Satpol
PP dengan menghubungi nomor 081212004664 atau 081212009669," paparnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Adib Miftahul
menilai Perda nomor 7 dan 8 tahun 2005 itu sudah tak lagi relevan pada masa
kini. Dalam peraturan tersebut terdapat lubang besar yang harus segera ditutup
rapat.
"Perda itu siapa yang menjamin bahwa praktik prostitusi
dan miras sudah tidak ada lagi di Kota Tangerang. Sekarang malah lebih marak,
tapi melalui jejaring online. Bisa Open BO mau pun membeli miras secara
online," papar Adib.
Adib mengkritisi konsep Smart City yang didengungkan Pemerintah
Kota (Pemkot) Tangerang tak berjalan lurus dengan realita di lapangan saat ini.
Menurutnya, pemerintah bisa memblokir situs mau pun jaringan yang melibatkan transaksi
prostitusi dan miras.
"Saya punya anggapan berbeda, tiap tahun di Kota
Tangerang itu Walikota selalu memusnahkan banyak botol miras. Berarti
keberadaan miras ini kan masih ada dari tiap tahunnya. Bagi saya ini berarti
pemerintah gagal dalam menegakan Perda tersebut. Padahal ini kan daerah yang
bermoto Akhlakul Karimah," kata pria yang juga dosen Unis Tangerang itu.
Sekretaris MUI Kota Tangerang Misbahul Munir pun turut
menyinggung soal slogan Akhlakul Karimah tersebut. Ia mengungkapkan praktik
prostitusi dan miras ini memang dari tahun ke tahun selalu ada.
"Bahkan mau kiamat sebelum dua hari pun masih ada. Oleh
karena itu, kita secara bersama-sama mengawasinya. Khususnya dengan peran
Satpol PP dan jajaran Polres yang sudah melakukan penindakan. Moto Akhlakul
Karimah memang mudah diucapkan tapi sulit untuk dijalankan, tapi jika ini diterapkan
banyak sekali manfaatnya," ungkap Misbahul. (*/pur)
0 Comments