![]() |
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat memimpin rapat. (Foto: Istimewa) |
Sesuai ketentuan Pasal 34 Tata Tertib MPR, pembentukan
Panitia Ad Hoc MPR itu dilakukan dalam Sidang Paripurna MPR. Dan, Sidang
Paripurna MPR dengan agenda tunggal pembentukan Panitia Ad Hoc MPR, akan
diawali dengan penjelasan Pimpinan MPR dan Pemandangan Umum Fraksi dan Kelompok
DPD, sesuai dengan ketentuan Pasal 87 Tata Tertib MPR yang mengatur mengenai
tata cara pembentukan keputusan MPR.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI itu
menjelaskan Panitia Ad Hoc MPR yang akan diputuskan pembentukkannya itu
bertugas menyiapkan rancangan Keputusan MPR RI tentang bentuk hukum dan
rancangan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tanpa melalui mekanisme Amandemen
UUD NRI 1945.
Sidang Paripurna tersebut akan menjadi Sidang Paripurna yang
pertama kali diselenggarakan oleh MPR RI sejak Reformasi bergulir, di luar
Sidang Paripurna rutin seperti pelantikan presiden/wakil presiden maupun Sidang
Tahunan. Sidang Paripurna diselenggarakan sebagai tindak lanjut atas
kesepakatan Rapat Gabungan pada 25 Juli 2022, dimana seluruh Fraksi dan
Kelompok DPD telah menerima hasil kajian substansi dan bentuk hukum PPHN yang
dilakukan Badan Pengkajian MPR RI.
"Sebelum menuju Sidang Paripurna, pada Selasa 20
September 2022 MPR RI akan kembali menyelenggarakan Rapat Gabungan dengan
agenda mendengarkan tanggapan Fraksi dan Kelompok DPD atas laporan Badan
Pengkajian mengenai kajian substansi dan bentuk hukum PPHN serta memutuskan
jadwal dan agenda Sidang Paripurna; serta menetapkan tugas dan waktu yang
disediakan untuk Panitia Ad Hoc dalam menyelesaikan tugasnya," ujar Bambang
Soesatyo (Bamsoet) usai memimpin Rapat Pimpinan MPR RI, di Komplek MPR RI,
Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI antara lain Ahmad
Muzani, Jazilul Fawaid, Lestari Moerdijat, Yandri Susanto, Hidayat Nur Wahid,
dan Fadel Muhammad. Hadir pula secara virtual para Wakil Ketua MPR RI antara
lain Syarief Hasan, dan Arsul Sani.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan pembentukan
Keputusan MPR dilakukan melalui tiga tingkat pembicaraan. Tingkat I, pembahasan
oleh Sidang Paripurna yang didahului oleh penjelasan Pimpinan MPR, dilanjutkan
Pemandangan Umum Fraksi dan Kelompok DPD. Tingkat II, pembahasan oleh Panitia
Ad Hoc terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I. Hasil pembahasan pada
tingkat II ini merupakan Rancangan Keputusan MPR.
"Serta Tingkat III, pengambilan keputusan oleh Sidang
Paripurna setelah mendengar laporan Pimpinan Panitia Ad Hoc, dan bilamana perlu
dengan kata akhir dari Fraksi dan Kelompok DPD. Pembicaraan Tingkat III untuk
mengambil keputusan tentang bentuk hukum dan rancangan PPHN bisa saja waktunya
dilakukan setelah Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 14
Februari 2024, sehingga kondisi politik sudah jauh lebih tenang dan
kondusif," jelas Bamsoet.
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan
Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, Rapat
Pimpinan MPR RI juga memutuskan agar MPR RI segera membentuk Mahkamah
Kehormatan Majelis sebagai Alat Kelengkapan MPR RI untuk memastikan setiap
anggota MPR RI dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa menjaga
kehormatan dan keluhuran lembaga MPR RI.
MPR RI akan kembali menggencarkan inisiasi agar Indonesia
memiliki Mahkamah Etik Nasional sebagai tindak lanjut atas TAP MPR Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Sehingga setiap
putusan etika yang diputuskan berbagai penegak kode etik yang terdapat di
berbagai lembaga negara maupun organisasi profesi, tidak lagi dihadapkan dengan
peradilan umum. Dengan demikian para pencari keadilan yang merasa tidak puas
atas putusan etika yang dikeluarkan oleh masing-masing penegak kode etik, bisa
mengajukan banding ke Mahkamah Etik Nasional.
"Pada November 2020 lalu, MPR RI bersama Komisi
Yudisial dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu telah menyelenggarakan
Konferensi Nasional II Etika Kehidupan Berbangsa, sebagai salah satu pintu
masuk menghadirkan Mahkamah Etik Nasional. Akibat pandemi Covid-19, pembahasan
pembentukan Mahkamah Etik Nasional yang sempat tertunda tersebut akan kembali
digencarkan," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila sekaligus Wakil Ketua Umum
FKPPI/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, Rapat Pimpinan MPR RI
juga memutuskan agar dilakukan kajian mendalam bersama pimpinan DPR dan DPD
terkait keberadaan undang-undang MD3 (MPR/DPR dan DPD RI), agar ke depannya
tugas pokok dan fungsi MPR RI diatur dalam Undang-Undang tersendiri, yakni UU
tentang MPR RI, sehingga tidak lagi bergabung dalam Undang-Undang MD3. Begitu
juga DPR RI, DPD RI, serta DPRD Kabupaten/Kota, masing-masing juga memiliki
Undang-Undang tersendiri, tidak lagi bergabung dalam UU MD3.
"Wacana ini sempat bergulir saat saya menjabat sebagai
Ketua Komisi III dan Ketua DPR RI pada periode yang lalu," ujar Bamsoet.
Rapat Pimpinan MPR RI memutuskan di bawah koordinasi Wakil
Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dan Fadel Muhammad, serta dibantu jajaran
Sekretariat Jenderal, MPR RI akan menginisiasi peluncuran Forum MPR se-Dunia
yang diselenggarakan pada 24-26 Oktober 2022 di Gedung Merdeka, Bandung.
Rencananya akan dibuka Presiden Joko Widodo dan ditutup Wakil Presiden KH
Ma'ruf Amin.
"Sekitar 53 parlemen negara dunia telah diundang untuk
hadir, antara lain Arab Saudi, Maroko, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya,
Malaysia, Palestina, Uni Emirat Arab, Qatar, Suriah, Turki, Tunisia,
Afghanistan, Aljazair, Oman, hingga Yordania. Kehadiran Forum MPR se-Dunia
menjadi legacy MPR RI dalam mewujudkan tujuan kemerdekaan Indonesia sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945, yakni ikut serta menciptakan perdamaian
dunia," pungkas Bamsoet. (*/rls)
0 Comments