Dr. Zulkifli, MA (Foto: Ist/koleksi pribadi) |
Sesungguhnya telah ada suri
tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri
daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari
(kekafiran)-mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian
buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.
Kecuali Perkataan Ibrahim kepada
bapaknya,"Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada
dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata):
"Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada
Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali."
Setiap orangtua pada hakikatnya
mendambakan keturunan yang saleh, cerdas, serta bermanfaat bagi keluarga dan
lingkungan. Untuk mendapatkan keturunan atau generasi yang saleh dan salehah
harus mendapatkan pembinaan serta pendidikan yang baik sesuai arahan tuntunan
Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam memberikan pengajaran
Al-Qur’an memberikan resep bagaimana cara membina dan mendidik anak menjadi
saleh dan salehah. Salah satu model pendidikan itu disematkan kepada keluarga
Nabi Ibrahim Alaihissalam, melalui potret wanita yang salehah yaitu Siti Hajar
- istri Nabi Ibrahim Alaihissalam, Ibunda Nabi Ismail Alaihissalam.
Sosok Siti Hajar adalah wanita
yang sederhana bukan wanita yang cantik, dan bukan wanita berkecukupan. Siti
Hajar merupakan potret wanita yang beriman kepada Allah SWT, taat dan patuh,
memiliki hati yang mulia, dan akhlak terpuji. Nabi Ibrahim Alaihissalam tipe
yang mengedepankan pilihan sosok perempuan yang beriman dan memiliki akhlak
terpuji.
Pertama karena dari wanita yang
salehah akan lahir generasi yang saleh dan salehah. Tanpa kesalehan Istri
mustahil akan mendapatkan keturunan yang baik. Karena Ibu merupakan madrasah
pertama sebelum anak itu mengenal bangku sekolahan anak akan mendapatkan
pendidikan dikeluarga (Al-Ummu Madrasatul Ula).
Kedua, sebagai orangtua Nabi Ibrahim dan Siti Hajar selalu
bermunajat berdoa kepada Allah SWT, agar diberikan keturunan yang saleh dan salehah, sebagai mana Allah berfirman Surat
37:100
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.
Ayat diatas memiliki makna dalam
membina dan mengajarkan anak tidak bisa dengan usaha saja, tetapi semua itu
kita minta pertolongan dan bantuan Allah SWT.
Ketiga Model pendidikan keluarga
Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah meberikan keteladanan kepada keturunannya dan
merupakan kunci sukses dalam berkeluarga. Dalam Ilmu Jiwa perkembangan anak tak
lepas dari peranan kedua orangtua karena apa yang dilihat, didengar serta yang
diajarkan oleh kedua orangtua pasti anak akan mengikuti.
Ibunda Nabi Ismail adalah Siti
Hajar, sosok wanita pekerja keras serta wanita yang taat kepada Allah SWT. Siti
Hajar merupakan wanita yang penyayang, sabar yang tiada batas. Siti Hajar tidak
goyah ketika diuji oleh Allah SWT. Pada saat Nabi Ibrahim Alaihissalam pergi
untuk menerima wahyu dengan perbekalan secukupnya di tengah gurun yang tandus
tanpa ada seorangpun di sana.
Perjuangan Siti Hajar dari bukit
safa dan marwa merupakan bukti syiar agama Allah SWT. Atinya, dalam kehidupan
ini manusia diajarkan untuk bisa mendapatkan sesuatu harus dengan usaha yang
halal dan baik, panduan kehidupan harus jujur dan doa. Nabi Ibrahim sosok
orangtua yang ramah dan tidak memaksakan kehendak atau tidak otoriter,
pendekatan yang dipakai adalah diskusi. Sebagaimana Allah SWT berfirman Surat
37:102
Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku,
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku, Termasuk orang-orang
yang sabar".
Ayat di atas menerangkan Sikap Nabi Ibrahim
Alaihissalam terhadap mimpi yang didiskusikan terlebih dahulu terhadap anaknya.
Artinya, demokratis dan komunikasi kepada anak, bukan langsung mengambil
keputusan. Bahasa Nabi Ibrahim dalam ayat tersebut,”Ya bunnaya, wahai anakku saying”.
Kata tersebut merupakan panggilan kasih sayang dengan komunikasi yang baik maka
Nabi Ismail berbicara dengan lemah lembut juga kepada Ayahnya,”Wahai Ayahku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah Ayah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”. Dilihat dari pembicaraan mereka berdua, sosok
Nabi Ibrahim sosok orangtua yang memiliki kharismatik ditakuti, disayangi,
dihormati dan sosok guru yang diidolakan anaknya.
Ketika kita memperingati hari raya
Idul Qurban, maka kita tidak bisa melupakan sejarah Nabi Ibrahim Alaihissalam
sebagai sosok pemuda ideal pada saat ia menjadi pemuda, maka sifat kejujurannya
menjadi modal dalam interaksi sosial. Ketika menjadi sosok orangtua iapun
sempurna saat ia menjadi orangtua, komunikasi dan keteladan selalu dibangun,
sebagaimana Al-Qur’an Surat 37:101
“Maka Kami beri Dia khabar gembira
dengan seorang anak yang Amat sabar”.
Sebagai sosok pempimpin di zamannya bersifat
profesional dan adil, bukan dijadikan jabatan itu sebagai alat mengumpulkan
kekayaan atau bagi bagi jabatan kepada keluarga atau saudara terdekat tetapi
semuanya disandarkan kepada kebenaran dan kejujuran. Pada saat nabi Ibrahim
menjadi pemuda ia kritis dan dinamis, ia mampu memaknai kebenaran yang
sesungguhnya dan menegakkan kebenaran.
Nabi Ibrahim mampu menegakkan
kebenaran dalam pencarian tuhannya. Iya memakai kecerdasan intelektualnya dalam
mencari Allah dan menumpas kemusyrikan tentunya dengan diplomatis, tegas, dan
masuk akal. Nabi Ibrahim cerdas emosionalnya dan cerdik dalam melawan raja
Namruz, kecerdasannya spiritualnya ia gunakan segalanya untuk Allah SWT, maka
Allah memberikan Khalilullah (kekasih Allah).
Maka untuk para orangtua jadikan
cara pendidikan Nabi Ibrahim sebagai Top Model dalam berkeluarga karena dalam
dirinya terdapat sifat dinamis, berfikir akademisi, bermental kritis tetap etis
dan masuk akal. Maka kalaulah kita lihat Nabi Ismail tidak jauh sifatnya
seperti ayahnya penyabar, akhlak dan budi pekertinya baik dan tegas.
Pribahasa mengatakan buah tidak
jauh jatuhnya dari pohonnya, semua karena dalam diri Nabi Ibrahim memiliki Iman
dan Taqwa dibalut keikhlasan dan kesabaran. Nabi Ismail sebagai sosok anak yang
saleh dan patuh. Jika ada pemuda yang kurang baik di masa sekarang, maka
solusinya orangtuanya harus banyak intopeksi diri.
Keempat, Model pendidikan yang
diajarkan Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah memilih lingkungan yang baik.
Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan. Jika
lingkungan baik akan muda membentuk karakter anak dan prilaku anak. Memilih
sekolah yang baik, mengawasi pergaulan anak akan mudah mengarahkan dan
membimbing menjadi kepribadian yang Islami. Semoga kita mampu menjadi sosok
pemimpin yang teladan bagi keluarga kita dan masyarakat dengan adil dan benar,
wallahu a’lam bishawwab. (***)
Penulis adalah Dosen Tetap
Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Tangerang dan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
0 Comments