Hakim Dr. Daniel Yusmic, SH MH
memimpin sidang Judicial Review.
(Foto: Istimewa)
Alasan UU Rusun tersebut diuji lantaran para pemilik kondotel
kehilangan pijakan hukum untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni
Satuan Rumah Susun (PPPSRS) dan status kepemilikan lantaran UU Rusun tersebut
tidak mengatur rumah susun dengan fungsi “non-hunian”.
Pada Judicial Review dilaksanakan secara daring tersebut, Dr.
Daniel Yusmic, SH MH bertindak sebagai Ketua Hakim Panel didampingi hakim, Dr.
Wahiduddin Adams, SH, MH dan Prof. Dr.
Enny Nurbaningsih, SH MH, Rabu (8/6/2022).
Permohonan tersebut diwakili oleh kuasa hukumnya yaitu Dr. Auliya Khasanova,
SH, MH, Herman, SH, M. Pd, Amirudin, SH, dan Muhammad Aldimas Ramadhan yang merupakan
tim kuasa dari Adhinata Law Office.
Kuasa hukum
pemohon berpendapat permasalahan ini akibatnya, pemilik kondotel tidak dapat
mengurus kepentingannya yang berkaitan dengan pengelolaan, kepememilikan, dan
penghunian lantaran hal tersebut terus berada di bawah penguasaan developer.
Dalam
permohonannya dinyatakan bahwa Kondotel memang tidak fungsikan sebagai fungsi hunian mengingat kondotel difungsikan sebagai
hotel, yakni satuan unit kamar hotel dapat di sewa kepada pihak lain.
Akan
tetapi pemohon berpendapat dalam kondotel terdapat kepemilikan bersama yakni
tanah, benda, bagian bersama seperti halnya rumah susun atau apartemen. Maka
sepatutnya pada kondotel juga terdapat PPPSRS seperti halnya rumah susun dan
apartemen. Jika di lihat secara praktik kerugian
ini juga dialami oleh pemilik
pertokoan, perkantoran, dan perindustrian yang juga menggunakan konsep rumah
susun non-hunian.
Kuasa hukum pemohon, Auliya Khasanofa mengatakan
fungsi non-hunian merupakan keharusan yang
harus diatur dalam undang-undang. Ketiadaan pengaturan fungsi bukan hunian menyebabkan pemilik
kondotel mengalami kerugian konstitusional terkait hilangnya jaminan
konstitusinalnya.
Auliya Khasanofa mengingatkan hak konstitusional pemohon diatur
dalalam Pasal 28 G ayat (1) UUD NRI 1945“Setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi” dan Pasal 28 H ayat (4) UUD NRI 1945 “Setiap orang berhak mempunyai hak milik
pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang
oleh siapapun”
“Hilangnya hak
para pemilik kondotel ini tentu menjadi permasalahan yang serius mengingat bangunan kondotel memiliki
keterbatasan umum bangunan. Dalam hal bangunan kondotel sudah tidak laik fungsi
tentu harus dilakukan peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ini menjadi tanggungjawab PPPSRS,” ujar Muhammad Aldimas yang merupakan salah satu pemohon yang masih
berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
Muhammad Aldimas berpendapat pada UU Rusun yang
lama yakni tahun 1985, telah mengatur secara jelas fungsi non-hunian
sehingga bangunan non-hunian pada saat itu dapat “SHM
Sarusun” dan membentuk PPPSRS.
Permasalahan
hadir setelah diundangkanya UU Nomor 20 tahun 2011
tentang Rusun, salah satunya pertokoan, perkantoran, perindustrian, termasuk
kondotel yang telah memiliki “SHM Sarusun”
tersebut tidak dapat memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB).
“Karena yang
memperpanjang Hak Guna Bangunan yakni PPPSRS. Maka diaturnya fungsi non-hunian dalam
UU Rusun menjadi hal yang penting,” ujar Amirudin. (*/rls)
0 Comments