Ilustrasi keceriaan selalu ada di mana pun. (Foto: Ist/es.bingbunny.com) |
MEREKA yang suka memberi bingkisan dengan cara melempar,
menurut American Psychiatric Association, mengidap gangguan jiwa psikopat
narsisistik. Mereka jauh berbeda dari karakter individu yang memiliki harga
diri tinggi dan bernurani.
Orang jenis ini pandai bersilat lidah. Mereka tidak akan
ragu-ragu untuk menipu orang banyak, lihai berbohong "tanpa mengubah ekspresi
wajahnya" sedikit pun.
Pengidap psikopat narsisistik tidak ragu untuk menyalahkan
orang lain atas kesalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Meskipun dia
menyadari bahwa tindakannya salah, tapi akan mengabaikan rasa bersalah
tersebut. Dia tidak akan ragu untuk berbuat curang dan menjebak orang lain untuk
mendapatkan keinginannya.
Hadiah yang sering dibagikan seorang psikopat narsisistik
sebetulnya benar-benar hadiah untuk dirinya sendiri, "untuk kesenangannya
sendiri". Bukan muncul dari rasa empati dan peduli. Dia tidak punya empati
dan peduli di lubuk hatinya.
Dia "senang melihat kerumunan orang" berebut
sesuatu yang dilemparkannya. Psikopat narsisistik gemar pamer bagi-bagi sesuatu
didorong rasa takut kehilangan perhatian, dan kebutuhan untuk melanjutkan
permainan manipulatifnya. Orang jenis ini mendambakan untuk terus-menerus jadi
fokus perhatian.
Tatkala melakukan kunjungan ke Kelurahan Kalijaga, Cirebon,
31 Agustus 2021, untuk memantau aktivitas vaksinasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi)
juga melempar bingkisan dari dalam mobil. Beberapa bingkisan jatuh di selokan.
Tak tinggal diam, warga pun nekat turun ke selokan dan mengambil bingkisan itu.
Sebelum melemparnya dari dalam mobil, Jokowi juga membagi
bingkisan itu kepada warga sambil berjalan. Warga pun berdesak-desakan demi
mendapatkan bingkisan. Aksi saling dorong pun terjadi. Membuat petugas yang
membantu membagikan sembako hampir kewalahan memberikannya kepada warga. Tak
sedikit anak-anak yang dibawa sang ibu terjepit karena desakan itu.
Menanggapi hal itu, Ustadz Hilmi Firdaus meminta Jokowi agar
mengevaluasi cara pembagian bingkisan kepada warga. "Pak Jokowi dan staf, mohon
dievaluasi cara membagi-bagikan bingkisan model seperti ini, apalagi di saat
pandemi. Cari cara berbagi yang lebih aman dari kerumunan.”
Selain menyebabkan kerumunan, Ustadz Hilmi juga mengingatkan
soal adab dalam Islam dalam memuliakan orang yang dibantu. “Bukankah dalam
Islam kita harus juga memuliakan orang-orang yang kita bantu? Maaf ya Pak,
semoga saran rakyat kecil ini didengar.”
Mengomentari hal itu, aktivis ProDemokrasi (ProDem) Nicho
Silalahi menyindir Jokowi yang berulang kali memicu kerumunan di tengah pandemi
Covid-19. Nicho menyebut Jokowi "mempertontonkan kepada dunia" betapa
miskinnya Indonesia hingga harus berdesakan demi bingkisan.
“Lagi dan lagi mempertontonkan kepada dunia betapa miskinnya
bangsa ini, demi mendapatkan sepaket bantuan yang tidak seberapa itu rakyat
terpaksa berebutan,” cuit Nicho di akun Twitter-nya.
Dia menilai hukum seolah tidak adil. Sebab soal kerumunan,
katanya, hanya Habib Rizieq yang dihukum. “Oh ya kapan sih yang buat kerumunan
ini ditangkap? Adil dong, jangan cuma IBHRS saja yang ditangkap. Kok makin
bobrok sih,” tuturnya. Ya. Kian bobrok? (***)
Penulis adalah pengamat social dan kebangsaan.
0 Comments