Syafril Elain (Foto: Ist/koleksi pribadi) |
HINGGA kini Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU
RI) bersama Komisi II DPR RI dan Pemerintah belum mecapai kesepakatan tentang
hari pemungutan suara Pemilu 2024.
KPU RI sudah mengusulkan agar pelaksanaan hari pemungutan
suara untuk Pemilu Presiden dan Legislatif yakni pada 21 Februari 2024.
Sementara Pemerintah menginginkan pemungutan suara Pemilu pada 15 Mei 2024. Ada
selisih waktu sekitar dua bulan.
Sementara Komisi II DPR RI yang terdiri atas sejumlah
anggota fraksi partai politik suaranya terbelah. Ada yang cenderung mendukung
KPU RI dan ada pula yang mendukung Pemerintah.
Ketua KPU RI Ilham
Saputra menyebutkan tanggal 21 Februari 2024 tersebut mengacu pada sejumlah
pertimbangan waktu yang memadai, seperti penyelesaian sengketa hasil Pemilu dan
penetapan hasil Pemilu hingga jadwal pencalonan pemilihan.
”Tentu dengan mempertimbangkan memberikan waktu yang memadai
untuk penyelesaian sengketa hasil Pemilu,” ucap Ilham dalam rapat bersama
Komisi II DPR RI di Jakarta.
Ilham mengatakan pada 2024 nanti pertama kalinya Pemilu dan
Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun yang sama. Karena itu, KPU juga
harus memperhatikan beban kerja dari jajaran KPU.
Kemudian, KPU juga harus memperhatikan agar hari pemungutan
suara tidak bertepatan pada kegiatan keagamaan.
”Kita sudah hitung bahwa nanti Ramadan pada bulan April,
kemudian rekapitulasi penghitungan suara tidak bertepatan dengan hari raya
keagamaan seperti misalnya Idul Fitri,” ucapnya.
Sedangkan Pemerintah menentukan hari pencoblosan Pemilu 2024
masih terus menggali tanggal yang pas. Pilihan tanggal pelaksanaan Pemilu
Serentak Nasional tahun 2024 ditetapkan dalam sebuah rapat internal kementerian
terkait. Ini, merupakan babak lanjutan dari usulan Pemerintah yang menginginkan
waktu pencoblosan diundur dari 21 Februari menjadi Mei atau April.
Sedangkan pihak Pemerintah belum sepakat dengan usulan yang
diajukan KPU RI dan hal itu dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Dalam sebuah video, Mahfud menyatakan bahwa pilihan
Pemerintah berdasarkan hasil simulasi dari empat opsi tanggal yang dibahas,
hasil rapat internal Pemerintah terkait jadwal pencoblosan Pemilu Serentak
Nasional 2024 yakni ada antara April dan Mei 2024.
"Bahwa, kita bersimulasi tentang empat tanggal pengumuman
suara Pemilu Presiden dan Legislatif 2024 yang urutannya tanggal 24 April, 15
Mei atau 8 Mei atau 6 Mei," ujar Mahfud pada akhir September 2021.
Setelah dilakukan perhitungan waktu dan jumlah anggaran yang
dibutuhkan oleh seluruh pihak yang terlibat di dalam rapat, Mahfud menegaskan
sikap Pemerintah yang memilih satu tanggal dari empat opsi tersebut.
"Pilihan Pemerintah tanggal 15 Mei yakni pencoblosan
Pemilu Serentak Nasional 2024," ucap Mahfud.
Penulis melihat ada tarik menarik soal penentuan hari pemungutan
suara sesuai dengan kepentingan masing-masing baik Pemerintah maupun KPU RI.
Namun dari perbincangan di atas ada dua hal yang penting
dicatat yakni pada 2024 Pemilu diselenggarakan sebanyak dua kali satu tahun
yakni gabungan Pemliu Presiden dan Pemilu Legistalatif. Satu lagi yakni
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Oleh karena pada 2024 tersebut juga dilaksanakan Pilkada
serentak, KPU RI pun sudah mengajukan usulan untuk pemungutan suara Pilkada
serentak yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024.
Kemudian Ilham mengingatkan Pemerintah bahwa dengan
dilaksanakan Pemilu dalam satu tahun beban kerja jajaran KPU sangat berat.
Berkaca pada Pemilu serentak yakni Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif pada
2019 digabung menimbulkan banyak masalah terutama pada petugas penyelenggara
yakni kehilangan nyawa tujuh ratus lebih.
Perlu diingat bahwa bila jadi Pemilu 2024 ditetapkan hari
pemungutan suara pada 21 Februari 2021 bukan berarti selesai masalah. Justru
beban kerja jajaran KPU mulai meningkat dengan ketegangan jiwa mulai meninggi.
Kenapa? Oleh karena perhitungan suara dimulai dari Tempat
Pemungutan Suara (TPS) berlanjut sampai tingkat kecamatan. Perhitungan suara di
TPS untuk Pemilu Presiden dan Legislatif memamakan waktu dua sampai tiga hari.
Nah, di sini Kelompok Penyelenggara Pemungut Suara (KPPS) yang bertugas di TPS
sudah terkuras tenaga dan pikiran mereka.
Mengacu Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 7 Tahun
2017 tentang Pemilu pasal 351 ayat (1) Pelaksanaan pemungutan suara dipimpin
oleh KPPS.
Ingat pula KPPS adalah warga negara yang bekerja suka rela
untuk demokrasi. Mereka dari berbagai latar belakang dan dalam kondisi netral
bukan wakil partai politik. Ilham Saputra menyebutka mereka KPU ad hoc. Dalam
hal termasuk Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) tingkat kecamatan dan Panitia
Pemungutan Suara (PPS) tingkat kelurahan/desa.
Suara yang sudah dihitung dan direkap lalu dibawa ke
kelurahan/desa untuk diserahkan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS). Meski
PPS menerima hasil perhitungan tapi mulai dari pemungutan suara mereka sudah
melakukan “bimbingan” kepada KPPS. Bahkan sejak sebelum pemungutan suara sudah
dilakukan koordinasi.
Dalam suatu lingkungan kelurahan/desa terdapat setidaknya
ada 30 TPS sampai 100 TPS. Nah, ini menjadi beban PPS untuk melayani dengan
segala persoalan yang dihadapi. Misal, pada saat pemungutan suara, surat kurang
atau surat suara tertukar daerah pemilihan.
Bila itu terjadi, PPS lah yang terlebih dahulu terjun untuk
melaporkan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) sekaligus minta pergantian
atau langsung ke KPU Kabupaten atau KPU Kota.
Setelah PPS mengumpulkan semua rekapitulasi dari KPPS lalu
dibawa ke PPK dan PPK mencatat semua sudah diterima dan selanjutnya melakukan
rapat pleno rekapitulasi suara baik hasil Pemilu Presiden dan Legislatif.
Hal itu mengacu ke UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 53 ayat (1) huruf c, PPK
bertugas: melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilu
DPR, anggota DPD, Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPRD Provinsi, serta
anggota DPRD Kabupaten/Kota di kecamatan yang bersangkutan berdasarkan acara
hasil perhitungan suara di TPS dan dihadiri oleh saksi Peserta Pemilu.
Hasil kerja PPK lalu disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota
dalam hal ini hasil rekapitulasi perhitungan suara Pemilu tingkat kecamatan.
Kegiatan pemungutan di TPS dan penyerahan hasil rekapitulasi KPK ke PPS sampai
PPK menjadi tanggung jawab KPU Kabupaten/Kota.
Hal itu tertuang dalam UU RI No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum pasal 10 ayat (1) huruf h: Tugas dan
wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Anggoda Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
meliputi: melakukan dan mengumumkan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilu
Anggota Dewan Perwaklan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan
Perwakilan Provinsi, di kabupaten/kota yang bersangkutan berdasarkan berita
acara hasil rekapitulasi perhitungan suara di PPK;
Beban kerja mulai pada KPPS, PPS, dan PPK menjadi tanggung
jawab KPU Kabupaten/Kota sekaligus beban kerja KPU Kabupaten/Kota. Oleh karena
itu, semua permasalahan dan problem yang terjadi di TPS, PPS, dan PPK harus
mampu diselesaikan oleh KPU Kabupaten/Kota. Paling tidak komisioner KPU
Kabupaten/Kota mencari solusi agar persoalan bisa dilesaikan sepanjang tidak
menyangkut tindak pidana Pemilu.
Mengacu kepada usulan Pemerintah bahwa pemungutan suara pada
15 Mei 2024 adalah beban berat yang ditanggung oleh KPU Kabupaten/Kota. Sebab,
pada Pemilu 2019 yang hari pencoblosan dilaksanakan pada 8 April 2019 baru
selesai September 2019 untuk Pemilu Legislative dan pada Oktober 2019 untuk
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara bila Pilkada serentak dilaksanakan pada 27
November 2024, pada April sudah masuk tahapan mulai pemutakhir data
kependudukan. Ingat, Daftar Pemiih Tetap (DPT) Pemilu tidak sama dengan DPT
Pilkada. Di sisi lain partai politik pun mulai sibuk menyusun bakal calon kepala
daerah.
Heboh dan hingar bingar menentukan bakal calon kepala daerah
berdampak kepada penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Badan Pengawasa
Pemilu (Bawaslu) tingkat kabupaten dan kota. Pengalaman penulis, persoalan yang
terjadi di internal partai politik selalu dikaitan ke KPU Kabupaten/Kota dan
Bawaslu Kabupaten/Kota dengan berbagai kepentingan para politisi.
Pada saat Pilkada serentak bakal calon kepala daerah ada
tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pilkada serentak ini bakal calon kepala
daerah sangat kental rasa: hubungan family, kesukuan, kelompok, dan agama.
Campur aduk kepentingan itu membuat dinimaka politik di daerah semakin tajam
sampai hari pencoblosan.
Oh… bila itu terjadi, penulis tidak bisa menggambarkan
bagaimana kondisi fisik anggota KPU Kabupaten/Kota, apakah cukup mampu. Sebab,
untuk menjadi anggota KPU Kabupaten/Kota selain diperlukan tingkat intelektual
dan juga diperlukan tingkat kesabaran yang tinggi. (***)
Penulis adalah:
1. Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kota Tangerang 208-2009
2. Ketua KPU
Kota Tangerang 2009-2013.
3. Anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) Provinsi Banten.
0 Comments