Ilustrasi, korban Covid-19 usai dimakamkan. (Foto: Istimewa) |
BANYAK orang, yang sedang menikmati bakso dan mie ayam di
rumah makan, acuh aja terhadap pengamen yang masuk. Memperhatikan saja tidak.
Apalagi memberi uang atau membelikan mie ayam. Kok tega ya? Bagaimana kalau
yang jadi pengamen orang yang sedang makan itu?
Itulah pentingnya empati. "Sekiranya saya jadi
dia…" Menurut psikolog, empati adalah kemampuan untuk berbagi dan memahami
emosi orang lain. Dalam ilmu psikologi dikenal tiga jenis empati.
Pertama adalah empati afektif, yakni kemampuan untuk berbagi
emosi dengan orang lain. Orang yang memiliki empati jenis ini biasanya adalah
mereka yang menunjukkan reaksi mendalam saat menonton film horor. Mereka akan
merasa takut atau merasakan derita orang lain saat melihat orang lain
mengalaminya.
Sebaliknya dengan jenis empati yang kedua, yaitu empati
kognitif. Ini merupakan kemampuan untuk memahami emosi orang lain. Contohnya
adalah psikolog yang memahami emosi kliennya secara rasional, tapi tak harus
berbagi emosi secara mendalam.
Terakhir adalah empati regulasi emosional. Ini merujuk pada
kemampuan untuk mengatur sebuah emosi. Misalnya, ahli bedah yang bisa
mengendalikan emosinya saat mengoperasi pasien. Untuk memiliki rasa empati,
kita harus "memiliki kesadaran diri" dan juga jarak antara diri sendiri
dan orang lain.
Empati tidak hanya dimiliki manusia. Para ilmuwan
menemukannya pada primata, bahkan pada tikus. Orang sering mengatakan psikopat
tidak memiliki empati, padahal tidak begitu faktanya. Seorang psikopat memiliki
kemampuan empati kognitif, karena mereka perlu mengetahui perasaan korbannya
saat disiksa.
Dalam Islam, konsep empati berkaitan dengan tasamuh,
toleransi atau tenggang rasa. Empati merupakan sikap terpuji yang sepatutnya
dimiliki oleh setiap orang. Di antara sikap yang dapat menumbuhkan empati
adalah saling tolong-menolong atau bekerjasama dalam hal kebaikan.
Empati adalah kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan,
kepentingan, kehendak, masalah, atau kesusahan yang dirasakan orang lain.
Singkatnya, empati adalah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orang yang
beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu
tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga
akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR Bukhari dan
Muslim).
Tatkala pandemi Covid-19 merajalela, puluhan juta orang di
seluruh Indonesia perlu dibantu, empati menjadi kian penting. Ada yang menolong
mereka dengan memberi nasi gratis tiap Jum'at. Ada Pemda yang menyediakan
penginapan gratis di hotel bagi tenaga kesehatan. Dan seterusnya.
Membantu orang lain merupàkàn tindakan "menebar vibrasi
syukur" kepada Allah SWT. Energi ketulusan dalam bantuan itu akan menebar
kepada orang-orang yang dibantu. Allâh SWT berjanji menambah nikmat-Nya bagi
siapa saja yang pandai bersyukur. (***)
Penulis adalah pemerhati social dan kebangsaan.
0 Comments