![]() |
Prof Mahfud MD (Foto: Istimewa) |
TP3 dipimpin oleh Profil Dr HM Amien Rais dan Buku Putih
yang dihasilkan TP3 secara kolektif berjudul "Pelanggaran HAM berat
Pembunuhan Enam Pengawal HRS (Habib Rizieq Shihab-red)". Isi buku mengurai
dan mengungkapkan fakta-fakta bahwa pembunuhan enam pengawal HRS dilakukan
secara sistematis dalam tiga tahap yaitu sebelum pembunuhan, saat penyiksaan,
dan penembakan, serta pasca pembunuhan. Perbuatan jahat sistematis ini menjadi
dasar terjadinya pelanggaran HAM berat.
Seluruh anggota TP3 tidak sedikit pun meragukan keyakinan
Prof Dr HM Amien Rais bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh aparat itu adalah
sebuah "Pelanggaran HAM berat" karena dilakukan secara sistematis
dengan cara yang biadab dan di luar batas kemanusiaan. Kategorinya adalah
"crime against humanity" kejahatan kemanusiaan.
Seluruh anggota TP3 termasuk Prof Dr HM Amien Rais telah
meneliti dan mendalami fakta yang terjadi bahwa perbuatan jahat aparat yang
membunuh enam pengawal HRS dilakukan oleh banyak pihak dan institusi negara.
Ada Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan Tentara Negara Indonesia (TNI).
Hanya porsi masing-masing perlu pengusutan lebih lanjut. Prosesnya
melalui Pengadilan HAM.
Pembunuhan ini berkaitan dengan peran dan skenario
kepentingan elit politik dalam memberangus Habib Rizieq Shihab dan pengikutnya,
termasuk pembubaran dan fitnah kepada organisasi FPI. Operasi intelijen adalah
jalannya. Anggota dan pejabat di lingkungan Polri dan TNI menjadi bagian dari
skenario politik dalam operasi intelijen tersebut. Ada "Godfather"
yang mengendalikan operasi.
Di sinilah ngawurnya Mahfud MD yang hanya memandang ucapan
Prof Dr HM Amien Rais semata penggalan secara harfiah bukan kontekstual,
parsial bukan komprehensivitas. Pandangan dengan menggunakan kacamata kuda
(horse glasses) yang sempit dan terus menyempit. Pembunuh pastilah orang bukan
benda mati sebuah lembaga. Professor tentu faham yang diadili melalui proses
pidana adalah orang. Karenanya rumusan delik biasa menyebut "barang
siapa".
"Pembunuh" maupun "Penyuruh" atau
"Pembantu" pembunuhan biadab ini adalah orang atau kumpulan orang. Ia
bisa anggota Polri, anggota TNI, atau anggota BIN. Dalam kebersamaan
(deelneming) bisa terlibat Kapolda, Pangdam, atau Kepala BIN. Semua harus
diusut dan dibuktikan. Instrumennya adalah Pengadilan HAM. Tampilnya Kapolda
Metro Fadil Imran dan Pangdam Jaya Dudung Abdurahman tanggal 7 Desember 2020
telah "berbicara" tentang keterlibatan luas tersebut.
Prof Utrecht pernah menulis tentang deelneming:
"Biarpun perbuatan mereka sendiri tidak memuat seluruh unsur tindak pidana
tetapi mereka tetap dapat diminta pertanggungjawaban, karena tanpa mereka suatu
tindak pidana tidak akan terjadi".
Agar pandangan Mahfud MD yang telah menghindar untuk bertemu
TP3, mengikuti "the king of Lip service" yang juga tak menepati janji
untuk menerima kembali TP3, tidak ngawur, maka sebaiknya bacalah dengan
seksama Buku Putih "Pelanggaran HAM berat" TP3 yang telah diterima
Kemenpolhukam sebelum buku tersebut dilaunching. Nah, boss baca, baca, dan
bacalah !. (***)
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
0 Comments