![]() |
Ilustrasi, Masjid Raya Kota Medan, Sumatera Utara. (Foto: Istimewa) |
Masjid merupakan tempat sebaik-baik tempat di muka bumi ini.
Di sanalah tempat peribadatan seorang hamba kepada Allah, memurnikan ibadahnya
hanya untuk Allah semata. Dari sanalah titik pangkal penyebaran Tauhid. Allah
telah memuliakan masjid-masjid-Nya dengan Tauhid. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka
janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah”. (QS. Al Jin: 18)
Tidak ada tempat yang lebih baik dari pada masjid Allah di
muka bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tempat yang paling
dicintai oleh Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang
paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika pernah
ditanya, “Tempat apakah yang paling baik, dan tempat apakah yang paling buruk?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Aku tidak mengetahuinya, dan
Aku bertanya kepada Jibril tentang pertanyaan tadi, dia pun tidak
mengetahuinya. Dan Aku bertanya kepada Mikail dan dia pun menjawab: Sebaik-baik
tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar (mall)”. (Shohih
Ibnu Hibban)
Masjid adalah pasar akhirat, tempat bertransaksinya seorang
hamba dengan Allah. Di mana Allah telah menawarkan balasan Surga dan berbagai
kenikmatan di dalamnya bagi mereka yang sukses dalam transaksinya dengan Allah.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Masjid adalah
rumah Allah di muka bumi, yang akan menyinari para penduduk langit, sebagaimana
bintang-bintang di langit yang menyinari penduduk bumi”.
Orang yang membangun masjid, ikhlas karena mengharap
ganjaran dari Allah ta’ala akan mendapatkan ganjaran yang luar biasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membangun
suatu masjid, ikhlas karena mengharap wajah Allah ta’ala, maka Allah ta’ala
akan membangunkan rumah yang semisal di dalam surga.” (Muttafaqun’alaihi)
Masjid dan Dakwah Islam
Dahulu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
hendak berjihad, berperang melawan orang-orang kafir, sebelum beliau menyerang
suatu negeri, beliau mencari apakah ada kumandang suara adzan dari negeri
tersebut atau tidak. Apabila beliau mendegar adzan maka beliau tidak jadi
menyerang, namun bila tidak mendengar maka beliau akan menyerang negeri
tersebut. (Muttafaqun ’alaihi)
Hal ini menunjukkan bahwa syiar-syiar agama yang tampak dari
masjid-masjid kaum muslimin merupakan pembeda manakah negeri kaum muslimin dan
manakah negeri orang-orang kafir. Adanya masjid dan makmurnya masjid tersebut
dengan berbagai syiar agama Islam, semisal adzan, sholat jama’ah dan syiar
lainnya, merupakan ciri bahwa negeri tersebut begeri kaum muslimin. (Lihat
‘Imaratul Masajid, Abdul Aziz Abdullah Al Humaidi, soft copy hal. 4)
Memakmurkan Masjid
Di antara ibadah yang sangat agung kepada Allah ta’ala
adalah memakmurkan masjid Allah, yaitu dengan cara mengisinya dengan ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bentuk memakmurkan
masjid bisa pemakmuran secara lahir maupun batin. Secara batin, yaitu
memakmurkan masjid dengan sholat jama’ah, tilawah Al quran, dzikir yang syar’i,
belajar dan mengajarkan ilmu agama, kajian-kajian ilmu dan berbagai ibadah yang
dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan pemakmuran masjid secara lahiriah, adalah menjaga
fisik dan bangunan masjid, sehingga terhindar dari kotoran dan gangguan
lainnya. Sebagaimana diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan manusia untuk mendirikan
bangunan masjid di perkampungan, kemudian memerintahkan untuk dibersihkan dan
diberi wangi-wangian. (Shohih Ibnu Hibban, Syuaib Al Arnauth mengatakan sanad
hadits tersebut shahih sesuai syarat Bukhari)
Sholat Berjama’ah di Masjid
Salah satu syiar agama Islam yang sangat nampak dari adanya
masjid Allah, adalah ditegakkannya sholat lima waktu di dalamnya. Ini pun
merupakan salah satu cara memakmurkan masjid Allah ta’ala. Syariat Islam telah
menjanjikan pahala yang berlipat bagi mereka yang menghadiri sholat jama’ah di
masjid. Di sisi lain syariat memberikan ancaman yang sangat keras bagi orang
yang berpaling dari seruan sholat berjama’ah.
Suatu ketika, tatkala tiba waktu sholat, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan meminta seseorang untuk mengimami
manusia, kemudian beliau pergi bersama beberapa orang dengan membawa kayu
bakar. Beliau berkeinginan membakar rumah orang-orang yang tidak menghadiri
sholat jama’ah. Hal ini menunjukkan bahwa sholat jama’ah di masjid adalah
wajib, karena ada hukuman bagi mereka yang meninggalkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat
seseorang (di masjid dengan berjama’ah) itu dilebihkan dengan 25 derajat dari
shalat yang dikerjakan di rumah dan di pasar. Sesungguhnya jika salah seorang
di antara kalian berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya lalu mendatangi
masjid, tak ada keinginan yang lain kecuali untuk shalat, maka tidaklah ia
melangkah dengan satu langkah pun kecuali Allah mengangkatnya satu derajat, dan
terhapus darinya satu kesalahan…”(Muttafaqun ‘alaihi, dari shahabat Abu
Hurairah)
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak dalam keadaan muslim, maka
hendaklah dia menjaga sholat lima waktu tatkala dia diseru (dengan adzan).
Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sebuah sunnah yang agung, dan sholat
berjamaah adalah diantara sunnah tersebut. Seandainya kalian sholat di
rumah-rumah kalian, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang belakangan,
maka sungguh kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian telah
meninggalkan sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian telah berada dalam
kesesatan.” (HR. Muslim)
Setelah nampak di hadapan kita khabar tentang pahala bagi
orang yang menghadiri sholat jama’ah di masjid, dan ancaman bagi orang yang
tidak menghadirinya, lantas masih adakah rasa berat di dalam hati kita untuk
melangkah memenuhi seruan adzan? Allahul Muwaffiq.
Keutamaan Orang-orang Yang Perhatian Terhadap Masjid
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
bahwa kelak di hari kiamat ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan
pertolongan dari Allah ta’ala. Salah seorang di antaranya adalah para
pecinta masjid. “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan dari
Allah, tatkala tidak ada naungan selain naungan-Nya… Seseorang yang hatinya
senantiasa terkait dengan masjid…” (Muttafaqun ‘alaihi).
Ibnu Hajar rahimahullahu menjelaskan makna hadits tersebut,
“Hadits ini menunjukkan bahwa orang tersebut hatinya senantiasa terkait dengan
masjid meskipun jasadnya terpisah darinya. Hadits tersebut juga menunjukkan
bahwa keterkaitan hati seseorang dengan masjid, disebabkan saking cintanya
dirinya dengan masjid Allah ta’ala”. (Lihat Fathul Bari)
Lalai Dengan Pemakmuran Masjid
Banyak di antara kaum muslimin, sangat semangat dalam
mendirikan dan membangun masjid. Mereka berlomba-lomba menyumbangkan banyak
harta untuk mendirikan bangunan masjid di berbagai tempat, setelah masjid
berdiri pun tidak lupa untuk menghiasnya dengan hiasan yang bermegah-megahan.
Namun setelah bangunan beserta hiasan berdiri tegak, justru mereka tidak
memanfaatkan masjid tersebut untuk solat jama’ah dan ibadah lainnya. Mereka
sangka sumbang sih mereka dengan harta dan modal dunia tersebut sudah
mencukupinya.
Saudaraku, memakmurkan masjid tidak semata-mata makmur
secara fisik, memakmurkan masjid yang hakiki adalah dengan ketaatan kepada
Allah, yaitu dengan sholat jama’ah, tilawah Al quran, pengajian-pengajian
ilmiah dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengkhabarkan bahwa hal yang demikian merupakan salah satu tanda datangnya hari
kiamat, “Tidaklah tegak hari kiamat sampai ada manusia yang bermegah-megahan
dalam membangun masjid” (HR. Abu Dawud, dinilai shohih oleh Syaikh Al Albani)
Imam Al Bukhari rahimahullahu berkata dalam kitab shahihnya,
Anas berkata, “Orang-orang bermegah-megahan dalam membangun masjid, mereka
tidak memakmurkan masjid tersebut melainkan hanya sedikit. Maka yang dimaksud
dengan bermegah-megahan ialah bersungguh-sungguh dalam memperindah dan
menghiasinya”.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata , “Sungguh kalian akan
memperindah dan menghiasi masjid sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani
memperindah dan menghiasi tempat ibadah mereka”. (HR. Bukhari, Kitab Ash-Shalah,
Bab Bunyanil Masajid)
Renungkanlah, Back to basic!
Terlampau banyak penjelasan yang memaparkan keutamaan masjid
sebagai benteng utama kekuatan kaum muslimin. Telah terbukti secara nash dan
realita. Perjalanan hidup para pendahulu kita telah membuktikannya. Bukankah
seluruh para ulama yang membawa perbaikan terhadap agama Islam adalah para
pecinta masjid. Imam Malik rahimahullahu mengatakan, “Tidak akan pernah baik
generasi akhir umat ini kecuali dengan perkara-perkara yang dengannya telah
menjadi baik generasi awal umat Islam (yaitu generasi sahabat)”
Maka apabila kita menghendaki kejayaan dan kemenangan kaum
muslimin, maka hendaklah kita menempuh jalan yang ditempuh oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum,
yang mereka senantiasa perhatian terhadap masjid-masjid mereka, memakmurkan
masjid-masjid Allah dengan ketaatan kepada-Nya. Mulialah dari masjid kita
membangun umat ini, Dari Masjid Kita Akan
Bangkit. Allahu A’laam bish showab. (***)
0 Comments