Ilustrasi Ivermectina dalam kemasan. (Foto: Istimewa) |
KETIKA dinyatakan ivermectin dengan cepat bisa menyembuhkan pasien Covid-19, sontak harganya melonjak. Dari cuma Rp 5.000/butir meroket hingga Rp 25.000. Pedagang yang aji mumpung (atau….) mendapat untung segunung "di tengah penderitaan orang lain."
Agaknya itulah sifat asli pedagang di pasar bebas. Sebanyak
mungkin mendapat untung. Tidak perduli akibat buruknya bagi masyarakat. Kita
sudah mengalaminya tahun lalu, saat harga masker dan hand sanitizer juga naik
tak terkira. Masker dan hand sanitizer menjadi langka karena ditimbun pedagang
rakus tak bermoral.
Tahun lalu Polri menetapkan status tersangka sedikitnya 33
pedagang yang telah menimbun masker dan hand sanitizer maupun pelaku yang
menjual harga tinggi dua komoditas paling dicari tersebut di tengah pandemi
Covid-19. Polisi juga menangkap pembuat masker asal-asalan yang modalnya Rp 6
ribu per lusin kemudian dijual Rp 30 ribu per lusin.
Polisi menyita barang bukti berupa 232 botol hand sanitizer
dan 336 boks masker kesehatan. Setiap botol hand sanitizer seharga Rp 20 ribu
dijual oleh para pelaku seharga Rp 120 ribu. Sementara masker kesehatan yang
harganya Rp 20 ribu per boks, oleh pelaku dijual Rp 345 ribu per boks. Naik 17
kali.
Penimbunan masker maupun hand sanitizer di tengah situasi
kelangkaan seperti itu merupakan tindakan pidana, sebagaimana diatur Pasal 107
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal tersebut berisi
ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar.
Pedagang itu tak kira-kira banyaknya menimbun. Satu
tersangka TVH, misalnya, menimbun masker lalu menjualnya di Instagram dengan
harga tinggi. TVH ditangkap polisi di Apartemen Royal Mediterania Tower
Lavender, Tanjung Duren, Jakarta Barat, dengan barang bukti ratusan boks
masker. Itu hanya dari satu penimbun. Bayangkan kalau ratusan pedagang yang
menimbun.
Khasiat ivermectin
Ivermectin diklaim bisa menjadi obat untuk terapi Covid-19
yang mampu menurunkan dan mengantisipasi penularan. Menurut Menteri BUMN Erick
Tohir, Indofarma segera memproduksinya sebanyak 4 juta butir per bulan.
Untuk terapi ringan, pasien dalam lima hari cukup memakan
obat Ivermectin pada hari pertama, ketiga dan kelima dengan 2-3 butir obat per
hari. Selanjutnya, jika terapi sedang dianjurkan meminum obat lima hari berturut-turut.
Awalnya, ivermectin adalah obat antiparasit yang digunakan
untuk mengatasi penyakit akibat infeksi cacing, seperti strongyloidiasis dan
onchocerciasis. Selain itu, obat ini juga bisa digunakan untuk mengatasi kutu
rambut dan mengobati rosacea.
Untuk mengatasi infeksi cacing, ivermectin bekerja dengan
cara melumpuhkan dan membunuh larva cacing yang ada di tubuh. Obat ini juga
bisa menekan dihasilkannya mikrofilaria. Dengan begitu, jumlah cacing yang
menginfeksi tubuh akan berkurang. Obat ini diduga memiliki efek antiradang dan
kemampuan untuk menghambat protein khusus yang diperlukan virus untuk menyerang
tubuh.
Sementara itu, BPOM Amerika Serikat menyatakan Ivermectin
bukan antivirus dan belum menyetujui penggunaannya untuk mengobati atau mencegah
Covid-19 pada manusia, tulis BBC.com.
"Ivermectin bukan antivirus (obat untuk mengobati
virus). Kemudian, penggunaan obat ini dalam dosis besar akan berbahaya dan
dapat menyebabkan bahaya serius," kata BPOM AS dalam keterangannya. Badan
Obat Eropa baru-baru ini juga menyatakan Ivermectin tidak direkomendasikan
untuk digunakan dalam manajemen rutin pasien Covid-19.
Hati-hati. Ivermectin tergolong obat keras. Harus dibeli
dengan resep dokter. Jadi, tidak bisa sembarangan diminum. Tidak asal telan.
(***)
Penulis adalah pemerhati social dan kebangsaan.
0 Comments