Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ivermectin: Pedagang Untung Makin Menggunung

Ilustrasi Ivermectina dalam kemasan. 
(Foto: Istimewa)  



Oleh: Nur Hidayat

 

KETIKA dinyatakan ivermectin dengan cepat bisa menyembuhkan pasien Covid-19, sontak harganya melonjak. Dari cuma Rp 5.000/butir meroket hingga Rp 25.000. Pedagang yang aji mumpung (atau….) mendapat untung segunung "di tengah penderitaan orang lain."

Agaknya itulah sifat asli pedagang di pasar bebas. Sebanyak mungkin mendapat untung. Tidak perduli akibat buruknya bagi masyarakat. Kita sudah mengalaminya tahun lalu, saat harga masker dan hand sanitizer juga naik tak terkira. Masker dan hand sanitizer menjadi langka karena ditimbun pedagang rakus tak bermoral.

Tahun lalu Polri menetapkan status tersangka sedikitnya 33 pedagang yang telah menimbun masker dan hand sanitizer maupun pelaku yang menjual harga tinggi dua komoditas paling dicari tersebut di tengah pandemi Covid-19. Polisi juga menangkap pembuat masker asal-asalan yang modalnya Rp 6 ribu per lusin kemudian dijual Rp 30 ribu per lusin.

Polisi menyita barang bukti berupa 232 botol hand sanitizer dan 336 boks masker kesehatan. Setiap botol hand sanitizer seharga Rp 20 ribu dijual oleh para pelaku seharga Rp 120 ribu. Sementara masker kesehatan yang harganya Rp 20 ribu per boks, oleh pelaku dijual Rp 345 ribu per boks. Naik 17 kali.

Penimbunan masker maupun hand sanitizer di tengah situasi kelangkaan seperti itu merupakan tindakan pidana, sebagaimana diatur Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal tersebut berisi ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 miliar.

Pedagang itu tak kira-kira banyaknya menimbun. Satu tersangka TVH, misalnya, menimbun masker lalu menjualnya di Instagram dengan harga tinggi. TVH ditangkap polisi di Apartemen Royal Mediterania Tower Lavender, Tanjung Duren, Jakarta Barat, dengan barang bukti ratusan boks masker. Itu hanya dari satu penimbun. Bayangkan kalau ratusan pedagang yang menimbun.

Khasiat ivermectin

Ivermectin diklaim bisa menjadi obat untuk terapi Covid-19 yang mampu menurunkan dan mengantisipasi penularan. Menurut Menteri BUMN Erick Tohir, Indofarma segera memproduksinya sebanyak 4 juta butir per bulan.

Untuk terapi ringan, pasien dalam lima hari cukup memakan obat Ivermectin pada hari pertama, ketiga dan kelima dengan 2-3 butir obat per hari. Selanjutnya, jika terapi sedang dianjurkan meminum obat lima hari berturut-turut.

Awalnya, ivermectin adalah obat antiparasit yang digunakan untuk mengatasi penyakit akibat infeksi cacing, seperti strongyloidiasis dan onchocerciasis. Selain itu, obat ini juga bisa digunakan untuk mengatasi kutu rambut dan mengobati rosacea.

Untuk mengatasi infeksi cacing, ivermectin bekerja dengan cara melumpuhkan dan membunuh larva cacing yang ada di tubuh. Obat ini juga bisa menekan dihasilkannya mikrofilaria. Dengan begitu, jumlah cacing yang menginfeksi tubuh akan berkurang. Obat ini diduga memiliki efek antiradang dan kemampuan untuk menghambat protein khusus yang diperlukan virus untuk menyerang tubuh.

Sementara itu, BPOM Amerika Serikat menyatakan Ivermectin bukan antivirus dan belum menyetujui penggunaannya untuk mengobati atau mencegah Covid-19 pada manusia, tulis BBC.com.

"Ivermectin bukan antivirus (obat untuk mengobati virus). Kemudian, penggunaan obat ini dalam dosis besar akan berbahaya dan dapat menyebabkan bahaya serius," kata BPOM AS dalam keterangannya. Badan Obat Eropa baru-baru ini juga menyatakan Ivermectin tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam manajemen rutin pasien Covid-19.

Hati-hati. Ivermectin tergolong obat keras. Harus dibeli dengan resep dokter. Jadi, tidak bisa sembarangan diminum. Tidak asal telan. (***)

 

 

Penulis adalah pemerhati social dan kebangsaan.

Post a Comment

0 Comments