Prof Ing Mokoginta dan korban mafia tanah perlihatkan SHM yang tanahnya dirampas orang. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
Kedatangan mereka ke Mabes Polri untuk menyerahkan dan
membacakan Surat Terbuka kepada Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo terkait
kasus perampasan tanah Sertiikat Hak Milik (SHM) milik mereka oleh para mafia
tanah di Indonesia.
Prof Ing Mokoginta menjelaskan kedatangannya ke Mabes Polri
bertujuan untuk menyerahkan secara resmi Surat Terbuka kepada Kapolri
yang sudah dibacakannya di kantor FKMTI beberapa waktu lalu. Selain itu, akan
mengirimkan surat pengaduan kepada Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum)
Mabes Polri.
"Kami punya perkara perampasan hak milik tanah di Polda
Sulawesi Utara dan sudah 4 tahun perkara ini berjalan dari tahun 2017, sudah 5
Kapolda berganti dan sudah 3 kali laporan dengan kasus yang sama. Dan Puji
syukur pada laporan yang ke-3 saat ini sudah naik ke tahap penyidikan dan
sudah terbit SPDP (Surat Perintah Domulai Penyidikan-red) tetapi belum
ada penetapan tersangka," ujar Mokoginta.
Prof Mokoginta berharap dengan Surat Terbuka
tersebut, Kapolri dapat mengawasi agar proses penyidikan yang dilakukan di
Polda Sulawesi Utara dapat diselesaikan sesuai hukum yang benar.
"Kami berharap Direktur Tipidum dapat mengawasi
penyidik Polda Sulut yang sedang menyidik kasus kami. Jangan sampai orang yang
sudah meninggal dijadikan tersangka, dan yang berbuat kejahatan malah
bebas," tuturnya.
Prof Mokoginta juga meminta kepada Kapolda Sulut bisa dapat
mewujudkan janjinya untuk memberantas mafia tanah termasuk kasus yang
menimpanya. "Mohon pengawasan Bapak Kapolda atas jalannya perkara kami.
Harapan kami, apa yang pernah Bapak sampaikan kepada kami untuk menyelesaikan
kasus tersebut tanpa memandang siapa backingnya dapat terealisasi karena itu sejalan
dengan program Kapolri untuk memberantas
mafia tanah sampai ke backing-backingnya. Jangan sampai orang yang sudah
meninggal dijadikan tersangka," ujarnya.
Prof Mokoginta berharap Kadivpropam Mabes Polri dapat
mengawasi proses sidang kode etik penyidik di Polda Sulut agar dapat berjalan
sesuai hukum yang berlaku. Karena, sampai saat ini proses sidang etik belum
berjalan. Padahal, bukti pelanggaran etik sudah ditemukan oleh tim Waprof Mabes
Polri tetapi untuk proses sidang dilimpahkan ke Polda sulut.
Sedangkan Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusuma mengungkapkan
banyak tanah berstatus SHM saat ini masih bisa dirampas oleh para mafia tanah.
Agus mencontohkan
tanah SHM yang berganti kepemilikan atau dikuasai pihak lain tanpa proses jual
beli yang sah juga dialami oleh drg Robert Sudjasmin di Kelapa Gading, Sri
Kurnia di Cilangkap, Jakarta Timur, Ani Sri Cahyani di Bintaro, dan Petrik di
Tangerang, Tri Muftaz di Kalimantan Timur dan lain-lain.
"Kasus perampasan tanah SHM asli terbitan BPN (Badan
Pertanahan Nasional-red) yang dialami Guru Besar IPB ini hanya satu contoh. Ada
ratusan tanah SHM milik purnawirawan TNI/Polri di Kalimantan Timur. Ada
tanah SHM Robert Sudjasmin di Kelapa Gading, Jakarta Utara yang beli dari
Departemen Keuangan, tanah SHM Ibu Sri Kurnia di Jakarta Timur, Pak
Petrik di Tangerang, Ibu Ani di Bintaro dan banyak lagi. Ini nyata, terbit sertifikat
dari BPN di atas tanah korban," ungkapnya.
Agus menjelaskan ratusan pemilik tanah SHM di kavling Polda
Kaltim di Balikpapan yang dibeli dengan mencicil saat mereka masih bertugas.
Namun ketika sudah jadi purnawirawan, tanah mereka dijual dan dibuldoser.
"Ketika para purnawiran dan keluarganya mengadukan kasus perampasan
tanahnya ke Polda Kaltim, tidak langsung ditindaklanjuti dengan alasan ada
surat segel. Mereka diminta ke pengadilan sengketa dulu. Ini kan kasus pidana.
Sebelum lebaran purnawirawa ini sudah mengadu ke Mabes Polri," tuturnya.
Menurut Agus Muldya, Kapolri sudah tegas menyatakan akan memberantas
para backing maia perampasan tanah. Kasus perampasan tanah seharusnya jadi
perhatian Kapolri dan Presiden Jokowi serta jajaran di bawahnya. Sebab, perintah
Presiden Jokowi untuk selesaikan persoalan tanah sudah dua tahun, tetapi
seperti jalan di tempat.
"Seharusnya jajaran aparat terkait mempercepat proses penyelesaian
kasus perampasan tanah. Dan FKMTI sudah melaporkan 11 kasus perampasan tanah sejak
dua tahun lalu," ungkapnya.
Agus menyarankan agar penyelesaian sengkarut kepemilikan
tanah tidak berlarut dengan cara adu data secara terbuka sehingga tidak timbul gesekan
antar warga.
"Pak Jokowi, Pak Kapolri sejatinya ingin selesaikan
konflik lahan. Caranya adalah dengan adu data terbuka. Korban siap adu data
kepemilikan dan tidak perlu takut dikriminalisasi. Yang terbukti memalsukan
dokumen sehingga bisa terbit sertifikat, itulah mafia tanahnya," tuturnya.
(btl)
0 Comments