Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kapolri Diminta Tunjukkan Sikap Presisinya Tangani Kasus Investasi Bodong

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo 
dalam suatu kegiatan di Tanah Abang, Jakarta Pusat. 
(Foto: Istimewa)  





NET - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo perlu segera menunjukkan Sikap Presisinya dalam menangani sejumlah Kasus Investasi Bodong yang merugikan banyak pihak, sehingga Polri tidak bersikap tebang pilih yang bisa merugikan masyarakat dan menghancurkan perekonomian nasional.

Hal diungkapkan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S. Pane dalam Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi TangerangNet.Com, Selasa (2//2/2021).

Dari pendataan IPW, kata Neta, dalam menangani Kasus Investasi Bodong, Polri masih bersikap mendua. Misalnya, Polri memberi keistimewaan dalam kasus yang diduga melibatkan PT Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) milik Raja Sapta Oktohari. Terbukti kasus itu jalan di tempat dan tidak ada proses lebih lanjut.

“Sebaliknya, dalam kasus PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska), Polri berlari kencang dan hingga kini sudah 23 orang diperiksa. Untuk itu, IPW mendesak Kapolri Sigit bisa bersikap komit dengan Program Presisinya agar Polri tidak tebang pilih dalam menangani kasus dugaan Investasi Bodong, terutama yang melibatkan putra Osman Sapta Odang tersebut,” ucap Neta.

Artinya, imbuh Neta, Kapolri Sigit perlu memerintahkan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) segera mengambil alih penanganan kasus dugaan penipuan investasi PT Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) milik Raja Sapta Oktohari yang ditangani Polda Metro Jaya, karena hingga kini proses penanganannya macet total dan cenderung dipetieskan.

“Padahal kasus dugaan penipuan yang sama dilakukan PT Jouska Finansial Indonesia (Jouska) berjalan kencang setelah ditarik ke Bareskrim,” ungkap Neta.

IPW menilai, sudah hampir setahun penanganan kasus PT Mahkota Properti Indo Permata di Polda Metro Jaya ini "jalan di tempat" dan terkatung-katung penanganannya. Padahal, laporan ke pihak kepolisian lebih dulu dilakukan para korban PT MPIP dibandingkan dengan laporan dugaan penipuan investasi oleh PT Jouska.

Menurut Neta, PT Jouska dilaporkan oleh advokat Rinto Wardhana yang mewakili sepuluh nasabahnya pada 3 September 2020 lalu. Laporannya didaftar dengan nomor LP/5.263/IX/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ. Sementara Raja Sapta Oktohari selaku Dirut PT MPIP dilaporkan ke Polda Metro Jaya sebanyak dua kali. Laporan pertama dilayangkan pada 4 Mei 2020 dan laporan kedua 4 Juni 2020. Laporan ini dilakukan karena masyarakat yang menjadi nasabah dirugikan hingga miliar rupiah.

Kedua laporan polisi itu, kata Neta, dilaporkan oleh advokat Alvin Lim. Laporan pertama bernomor LP/2644/V/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tertanggal 4 Mei 2020. Sedang pada 4 Juni 2020, Alvin Lim melaporkan lagi melalui nomor laporan LP/3161/VI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ.

“Dengan adanya kasus yang sama dengan dua perbedaan penanganan antara PT Jouska dan PT MPIP ini, sikap profesionalisme Polri pun dipertanyakan. Apalagi dengan adanya program kerja Pak Listyo Sigit Prabowo yang mengusung Konsep Presisi, Kapolri baru itupun didesak harus segera membuktikannya,” ujar Neta berharap.

Hal itu, kata Neta, agar hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sebagai Kapolri baru Sigit harus bisa menenuhi rasa keadilan masyarakat. Apalagi, saat pengambil alihan kasus penipuan investasi PT Jouska dari Polda Metro Jaya itu, Bareskrim masih dipimpin Sigit dan penanganan kasusnya "berlari kencang".

Terbukti, imbuh Neta, hingga kini sudah 23 orang diperiksa. Bahkan, Bareskrim akan memintai keterangan saksi korban lainnya yang terkena penipuan investasi PT Jouska. Dalam kasus itu PT Jouska juga diduga melakukan pencucian uang yang telah membuat 10 nasabahnya mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.

“IPW mendesak Kapolri Sigit segera menarik kasus dugaan investasi bodong PT MPIP dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim dan segera memeriksa semua pihak yang terlibat serta mengenakan Pasal Pencucian Uang dalam kasus itu. Sehingga Polri yang Presisi benar benar terwujud dan tidak sekadar slogan kosong,” tutur Neta. (*/pur)

Post a Comment

0 Comments