![]() |
Iskandar Bakri. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
BAGAIMANA kita mau swasembada pangan (kedelai), kalau hanya
mengandalkan konsep ketahanan pangan. Mestinya yang kudu diperjuangkan ya
kedaulatan pangan, di mana para petani diuntungkan dari hasil jerih payahnya
selama mulai menanam hingga panen.
Peristiwa gagalnya ketahanan pangan punya mata rantai dengan
kegagalan strategi Food and Agriculture Organization (FAO) di dalam mencapai
targetnya untuk mengurangi jumlah orang kelaparan hingga setengahnya pada 2015.
Di dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pangan yang diadakan di Roma pada
1996.
FAO mencanangkan konsep ketahanan pangan dunia demi untuk
menyelamatkan 850 juta orang di dunia yang hidup dalam situasi kelaparan. Tetapi
setelah 13 tahun berlalu ternyata masih banyak yang kelaparan sehingga konsep
ini dianggap gagal karena tidak memenuhi kemajuan. Bhkan pada 2008, FAO sendiri
yang merilis jumlah angka kelaparan makin membengkak menjadi 925 juta orang.
Konsep ketahanan pangan FAO yang gagal disebabkan adanya
kebijakan yang salah, terlalu menekankan kapada kecukupan pangan tanpa
memperhatikan dari mana pangan itu didapatkan dan bagaimana cara
memproduksinya.
Konsep FAO inilah yang diartikan oleh negara lain utamanya
negara dunia ketiga, ketahanan pangan dengan cara mengimpor sebanyak-banyaknya
pangan demi kebutuhan ketahanan pangan. Pada dasarnya konsep FAO ini hanya
menuruti keinginan World Bank, IMF (International Monetary Fund/Dana Moneter
Internasional), dan WTO (World Trade Organization/ Organisasi Perdagangan
Dunia), di mana pasokam pangan hanya mengandalkan mekanisme perdagangan global.
Padahal kita tahu denyut nadinya pasar global hanya dikuasai
segelintir perusahaan transnasional dan perusahaan agribisnis besar di mana
lahan-lahan pertanian dikuasai untuk ditanami komoditi pangan dan perkebunan yang
bernilai ekspor tinggi. Akibatnya, pertanian keluarga yang dikelola petani
semakin tersingkir. Di depan mata kita, di Indonesia banyak petani kehilangan
tanah dan sawah mereka serta kehidupannya akibat ekspansi perusahaan-perusahaan
agribisnis besar. Mereka para petani terjerembab ke dalam kemiskinan yang berkelanjutan.
Itulah sebab-sebab munculnya La Via Campesina.
Sebuah gerakan petani kecil internasional serta bersama sama
dengan ratusan organisasi tani lain yang anggotanya berada di berbagai belaham
bumi. La Via Campesina merupakan gerakan antitesa dari kegagalan konsep
ketahanan pangan FAO.
Inti dari gerakan ini dimulai mengerjakan sebuah praktek
pertanian yang lebih adil, baik itu untuk konsumen maupun untuk petani sebagai
produsen pangan. Inilah yang kemudian disebut konsep kedaulatan pangan. Organisasi ini menyatakan kedaulatan pangan sebagai
hak seluruh rakyat, bangsa, dan negaranya untuk menentukan kebijakan pertanian
dan panganmya sendiri tanpa campur tangan negara lain.
Jadi mekanisme konsep La Via Campesina berbanding terbalik dengan
konsep ketahanan pangan FAO?
Di beberapa tempat diskusi ada yang sempat mengatakan untuk
sampai pada kedaulatan pangan tak akan mungkin tercapai jika negara belum berhasil
membangun perindustriannya. Penulis malah sebaliknya mengatakan kesulitan
petani bukan pada seberapa banyak perindustrian tapi seberapa besar keinginan
politik dari pemimpinnya membela para petani.
Karena kesulitan petani pada pupuk bukan ditentukan seberapa
banyak pabrik-pabrik industri pupuk berdiri tetapi seberapa besar keinginan
pemimpin nasional memperjuangkan pupuk kepada petani yang memang sangat serius
membutuhkan pupuk. Dengan adanya permainan pupuk, petani mengalami kesulitan untuk
menanam padinya. Ada oknum-oknum yang mempermainkan pupuk dan tidak dibasmi
serius oleh pemerimtah. (***)
Penulis adalah wartawan senior.
0 Comments