![]() |
Drs. H. Syafril Elain, SH (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
PEMBASAHAN mengenai revisi Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan penyusunanan UU Pemilu masih dibahas oleh DPR RI. Revisi UU Pilkada merupakan inisitif dari wakil rakyat di Senayan, Jakarta, untuk menyalaraskan pelaksanaan dengan kondisi dan waktu.
Semula dalam pembahasan sudah mulai mengerucut bahwa
penyelenggaraan Pilkada serentak akan dilaksanakan pada tahun 2022 dan 2023
yang dikehendaki sejumlah fraksi di DPR RI. Ini bagian dari revisi UU No. 10
tahun 2016 tentang Pilkada serentak.
Namun, ada kabar dari Istanan bahwa Presiden Joko Widodo
(Jokowi) punya pendapat lain bahwa penyelenggara Pilkada berbarengan dengan
dengan Pemilu 2024. Keinginan Presidengn Jokowi pun diperjuangkan langsung oleh
partai penduukung yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sementara partai politik pemerintah pun diharapkan untuk
ikut mendukung meski belum semuanya menyuarakan. Misalnya, Partai Golkar tidak
serta merta mendukung keinginan pihak Istana. Dan begitu juga partai politik
pendukung pemeintah lainnya.
Penulis tidak membahas lebih lanjut tentang tarik menarik
antara apakah Pilkada dilaksanakan 2022 atau 2024. Biarlah itu urusan wakil
rakyat di Senayan dengan pihak Istana. Namun, demikian penulis merasa peluang
untuk menyelenggaraan Pilkada 2022 sudah tipis. Penulis mengganggap saja bahwa
penyelenggaraan Pilkada serentak dilaksanakan pada 2024.
Oleh karena itu, pada 2024 akan diselenggarakan Pemilu
Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pilkada seluruh Indonesia. Wah, bila ini
diselenggarakan secara serentak pada hari yang sama tidak terbayangkan apa yang
terjadi.
Penulis sebagai orang pernah penyelenggarakan Pemilu dan
Pilkada pada tingkat kota, betapa padatnya kegiatan penyelenggara dalam hal ini
Komisi Pemilihan Umum Repbulik Indonesia (KPU RI). Namun, sebelum sampai 2024,
apa yang terjadi?
Penyelenggara Pemilu mulai dari KPU RI dan turunannya ke
provinsi, kabupaten, dan kota, masih harap-harap cemas menunggu kepastian.
Begitu juga yang dialami oleh Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu
RI). Bawaslu yang semula bersifat adhoc di provinsi, kabupaten, dan kota
berubah menjadi tetap, ikut merasakan mengalami “menganggur”. Lha.. apa yang mau
diawasi kalau kegiatan Pemilu dan Pilkada tidak ada?
Bila saja Pilkada 2022 tetap dilaksanakan secara serentak
dan diperkirakan akan dilaksanakan bulan September 2022, maka sudah mulai
siap-siap menyusun anggaran untuk pelaksanaan Pilkada sesuai dengan
tingkatannya. Sebagaimana diatur dalam UU Pemilu dan Pilkada, penyusunan
anggaran dilaksanakan setahun sebelum pelaksanaan pesta demokrasi.
Ada 7 KPU provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota yang semula
mulai sibuk mempersiapkan Pilkada serentak 2022. Sebab, tahap Pilkada yang berlangsung selama 8
bulan harus dihitung benar-benar berapa biaya diperlukan untuk itu. Tentu yang
paling asyik Provinsi DKI Jakarta meski pada tahun yang sama masih di pulau
Jawa, yakni Provinsi Banten pun melaksanakan Pilkada 2022.
Hingar bingar jelang Pilkada 2022 dalam waktu sekejap
menjadi redup. Sejumlah komisioner di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota
periode 2018-2023 bakal “angkat kopor” karena tidak ada kerjaan lagi.
Namun, masih menunggu keputusan yang akan diambil oleh DPR
RI dan Pemerintah. Apakah benar penyelenggara Pilkada dalam hal ini KPU dan
Bawaslu hanya makan “gaji buta” dan “pengangguran” menunggu Pilkada 2024? Waktu
yang menentukan nanti. (***)
Penulis adalah penyelenggara Pemilu di Kota Tangerang
rentang waktu 2003-2013.
0 Comments