![]() |
Neta S. Pane. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Hal itu disampaikan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW)
Neta S. Pane dalam Siaran Per IPW yang diterima TangerangNet.Com, Rabu (13/1/2021).
Neta mencontohkan adanya sejumlah ketentuan yang
diskriminatif. Untuk itu, Kapolri baru harus segera menghilangkan semua
ketentuan yang diskriminatif di tubuh Polri. Misalnya, ketentuan non-Akpol
(Akademi Kepolisian) dilarang mengikuti Sespimen, perwira LAN 1 tidak boleh
menjadi Kapolda, tidak adanya Kapolda perempuan dan lainnya.
Selain itu, kata Neta, Kapolri baru perlu konsisten dalam
menegakkan sikap Promoter Polri dan konsisten menerapkan kontrol terhadap
bawahan langsung oleh masing masing atasan, sehingga semua jajaran kepolisian
terkendali kinerja, mentalitas maupun moralitasnya.
“Di eksternal, jajaran kepolisian harus menghadapi kian
meluasnya narkoba yang meracuni generasi muda. Ini patut menjadi prioritas.
Lalu berkembangnya radikalisme, masih bercokolnya potensi terorisme, dan
kondisi sosial ekonomi yang memicu berbagai aksi kriminal juga perlu menjadi
fokus perhatian agar tidak meresahkan masyarakat,” ucap Neta.
Menurut Neta, sepintas terlihat sederhana tapi permasalahan
yang dihadapi Polri bukan permasalahan sederhana. Sebab itu, berbagai masalah yang
dihadapi harus dapat diidentifikasi Kapolri baru dan jajarannya dengan tiga
pendekatan, yakni what, why dan how, sehingga strategi penyelesaian masalah
bisa tepat dan cepat.
Dalam pendekatan what, kata Neta, Kapolri baru dapat melihat
tantangan yang akan dihadapi Polri masalah menjadi kompleks karena adanya
masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat.
Neta mengatakan dengan pendekatan why, bisa ditelaah kenapa
hal itu terjadi dan kenapa harus cepat ditangani dengan tepat. Dengan
pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan bisa
memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan
cepat dan tepat.
“Dengan ketiga pendekatan tadi, strategi apa yg harus
dilakukan untuk menghadapi tantangan atau masalah akan bisa dilakukan tanpa
harus melanggar HAM (Hak Asasi Manusia-red). Jangan sampai terjadi,
penugasannya cuma membuntuti tapi orang yang dibuntuti malam dieksekusi mati,
sehingga terjadi masalah berkepanjangan dan ruwet,” tutur Neta.
Masalah yang dihadapi Polri sekarang ini, kata Neta, tidak
bisa disamakan dengan era Kapolri sebelumnya, apalagi disamakan dengan era
Kapolri Widodo Budidarmo di tahun 1974-1978. Saat ini, bangsa Indonesia sangat
berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme.
“Artinya, sikap, prilaku, kinerja, dan strategi jajaran
kepolisian jangan sampai menimbulkan masalah baru, yang bisa menjadi penghambat
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, IPW berharap,
siapa pun Kapolri baru yang menjadi pilihan Presiden Joko Widodo harus mampu
menjawab what, why, dan how,” ucap Neta.
Hal itu, kata Neta, sekaligus menerapkan strategi terbaik
dalam memimpin 400.000 personil Polri dan meredam isu pertentangan agama,
radikalisme, sparatisme, dan terorisme. Bagaimana pun bangsa ini memerlukan Kapolri
yang mampu wewujudkan harapan masyarakat dan bukan hanya mampu mewujudkan
keinginan satu orang, satu golongan atau kelompok tertentu. (*/pur)
0 Comments