![]() |
Prof. Dr. Hanif Nurcholis. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
DALAM Ilmu administrasi negara, ilmu pemerintahan, dan hukum
administrasi negara mengajarkan pemerintahan sipil yang normal dijalankan oleh
pemegang otoritas sipil. Pemegang otoritas pemerintahan sipil di negara
kesatuan adalah presiden sipil. Adapun pemegang otoritas pemerintahan sipil di
daerah adalah pejabat sipil yang mencerminkan otoritas pemerintah pusat di
daerah yaitu gubernur dan bupati/wali kota sebagai wakil pemerintah pusat.
Sebagai pemegang otoritas pemerintahan sipil di daerah
gubernur dan bupati/wali kota adalah wakil pemerintah pusat. Sebagai wakil
pemerintah pusat maka ia juga koordinator atas semua organ pemerintahan yang
beroperasi dalam wilayah jurisdiksinya. Semua kepala instansi di wilayahnya
termasuk kepala kepolisian di bawah koordinasinya. Bahkan pada fungsi rust en
orde (Tramtibkam) tugas taktik dan operasional polisi di bawah wakil pemerintah
pusat.
Model tersebut disebut model prefektur terintegrasi
sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 13 jo. pasal 4 Undang-Undang Republik
Indonesia (UU RI) No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Model ini
mengatur gubernur dan bupati/wali kota berstatus ganda: (1) sebagai wakil
pemerintah pusat dan (2) sebagai kepala daerah otonom.
Kalau begitu, apakah polisi bisa memanggil gubernur dan
bupati/wali kota? Sesuai dengan ajaran tersebut, hukum asalnya tidak boleh
karena polisi dalam sistem pemerintahan sipil adalah di bawah gubernur dan
bupati/wali kota kecuali ada alasan hukum yang membolehkan.
Alasan hukum yang membolehkan polisi memanggil gubernur dan
bupati/wali kota adalah kalau ada bukti yang kuat mereka sebagai
pribadi/individu (bukan sebagai gubernur dan bupati/wali kota lo ya!) melakukan
tindak pidana berat, teroris, dan makar.
Akan tetapi untuk memanggil gubernur, bupati/wali kota dalam
rangka pro justitia, polisi harus mendapat izin tertulis dari presiden (untuk
gubernur) atau mendagri (untuk bupati/wali kota) sebagaimana diatur dalam Pasal
90 UU No. 23 tahun2014. (***)
Penulis adalah Guru Besar Universitas Terbuka, Jakarta.
0 Comments