![]() |
Ketua Presidium IPW Neta S. Pane. (Foto: Istimewa) |
NET - Para pensiunan dan mantan pejabat tinggi jangan
mengintervensi Polres Bukittinggi maupun Polda Sumatera Barat (Sumbar) dalam
menangani kasus penganiayaan yang dilakukan sejumlah pengandara Motor Gede (Moge)
terhadap dua anggota TNI di daerah itu.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch
(IPW) Neta S. Pane melalui Siaran Pers yang diterima Redaksi TangerangNet.Com, Senin (2/11/2020).
Neta menyebutkan selain itu, IPW berharap jajaran Polres
Bukittinggi dan Polda Sumbar juga jangan mau diintervensi oleh siapapun,
termasuk oleh para pensiunan yang sok kuasa. Jajaran kepolisian di Sumbar harus
promoter dalam menangani kasus penganiayaan terhadap dua anggota TNI itu.
“Para tersangka harus tetap ditahan dan jangan sampai
penahanannya ditangguhkan hingga BAP (Berita Acara Pemeriksaan-red)-nya
dilimpahkan ke kejaksaan. Penangguhan penahanan terhadap pengendara moge yang
menganiaya kedua anggota TNI itu hanya akan menimbulkan ekses negatif bagi
Polres Bukittinggi dan bukan mustahil penangguhan itu akan memunculkan
kemarahan kawan kawan korban.
Pernyataan Neta itu sekaitan dengan pengeroyokan dua anggota
TNI oleh rombongan pengendara motor gede (moge) dari klub Harley Owners Group
(HOG) di Bukittinggi, Sumatera Barat, Jumat (30/10/2020) lalu. Polres Bukittinggi
atas peristiwa tersebut menetapkan dua orang dari pengendara moge sebagai tersangka
yakni HS, 48, dan JA, 26, karena melakukan pengeroyokan terhadap anggota TNI
yang sedang berdinas. Kedua tersangka ditahan di Polres Bukittinggi.
Letnan Jenderal (Purn) Djamari Chaniago adalah ketua
rombongan dari para pengendara moge yang rencananya akan melakukan tur ke titik
nol di Sabang, Aceh, itu. Tur tersebut dibalut tema "Long Way Up Sumatera
Island".
IPW juga berharap kedua korban anggota TNI jangan mau
menerima tawaran damai dari para pelaku penganiayaan. Kasus ini harus menjadi
pembelajaran bagi para pelaku maupun para pengendara moge lainnya agar tidak
arogan, tidak ugal ugalan, dan tidak ringan tangan main keroyok di jalanan.
“Kasus ini perlu dituntaskan hingga di pengadilan agar terang benderang. Jika kasus ini damai di tengah jalan, bukan mustahil orang orang di jalanan akan dengan gampang menganiaya dan memukuli anggota TNI atau Polri di jalanan. Toh bisa berdamai. Akibatnya, anggota TNI dan Polri sebagai aparatur negara tidak lagi memiliki wibawa di mata masyarakat,” ucap Neta.
Jika selama ini anggota TNI dan Polri yang terlibat
melakukan aksi kekerasan terhadap anggota masyarakat ditindak tegas dan
diproses hingga ke sidang propam, seperti kasus di Ciracas, Jakarta Timur
beberapa waktu. “Maka sangatlah wajar, jika masyarakat sipil yang menganiaya
dan mengeroyok anggota TNI Polri juga ditindak tegas dan kasusnya bisa
dituntaskan di pengadilan. Apalagi dalam kasus moge ini, para pelaku bisa
dikenakan pasal berlapis, yakni melakukan penganiayaan dan melawan anggota TNI
sebagai aparatur Negara,” ujar Neta.
IPW berharap para
pimpinan TNI dan Polri tidak melihat kasus penganiayaan kedua anggota TNI ini
sebagai kasus sepele, seperti yang dikatakan Letjen (Purn) Djamhari Chaniago.
Sebab, kasus ini adalah kasus yang sangat serius karena menyangkut wibawa dan kredibilitas TNI
sebagai aparatur negara.
“Jika kasus ini dianggap sepele, maka ke depan hanya gara-gara
kasus sepele, orang orang akan dengan gampang mengeroyok dan memukuli anggota
TNI di jalanan,” tutur Neta. (*/pur)
0 Comments