Dodi Prasetya Azhari. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
NET - Juru Bicara (Jubir) pasangan Muhamad-Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Dodi Prasetya Azhari menyebut dalam kontestasi Pilkada, birokrasi akan dijadikan kuda troya untuk kepentingan jangka pendek penguasa.
Dodi mengatakan hal itu menanggapi maraknya pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang diduga menjadi tim pemenangan salah satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota.
"Jika mereka tersandera oleh manufer politik untuk mengakumulasi kepentingan, maka mereka tidak bisa memihak pada rakyat. Pasalnya, posisi mereka sebagai birokrat telah dijinakan dalam agenda kekuasaan ekonomi politik penguasa," tutur Dodi, dalam keterangan tertulisnya, Senin, (19/10/2020).
Dodi mengungkapkan watak politik dan birokrasi yang menyimpang seperti itu ditentukan oleh kekuatan kapital yang dimonopoli oleh sekelompok kecil orang.
Hal itu dikarenakan relasi kuasa yang demikian membuat agenda demokratisasi dan reformasi dikorupsi. Birokrasi akan berwatak predator karena ditunggangi oleh elit.
Dodi menjelaskan dalam koridor tunggang menunggang tersebut, di Kota Tangsel ini akan melahirkan birokrat dan politisi yang hipokrit.
"Saya meminta untuk lebih serius memperhatikan masalah politisasi ASN. Ini menurut saya, pelanggaran yang sulit untuk dideteksi dan Panwas (Panitia Pengawas ) Pilkada harus kerja lebih ekstra dan serius untuk mencegahnya," jelasnya.
"Para pelanggarnya harus segera ditindak, banyak sudah kasus yang muncul terkait ketidaknetralan ASN di Tangsel. Ini bahaya bagi pelaksanaan demokrasi bila para pelaku bebas dari hukuman," tutur Dodi.
Politisi Partai Perindo itupun menyebutkan hal pertama yang dianggapnya masih menjadi masalah bagi ASN adalah adanya mentalitas priyayi. Seolah ASN itu adalah yang berkuasa. Menurutnya, hal itu tidak hilang-hilang sampai sekarang.
Di samping itu, dia menuturkan Bawaslu harus mengawasi pula potensi politisasi bantuan sosial (Bansos) menjelang pelaksanaan Pilkada 2020.
"Yang harus diawasi selain tahapan Pilkada, ada isu strategisnya mengenai politisasi bansos dan kebijakan, karena ada kebijakan dana Covid-19 dan seterusnya. Itu semua akan jadi ranah pengawasan Bawaslu. Rawan terjadi pelanggaran. Bawaslu harus berani dan serius dalam menjalankan perannya," ungkap Dodi.
"Komisi ASN harus memproses setiap pelanggaran yang dilakukan ASN tanpa tebang pilih. Komisi ASN diminta menindak tegas ASN tidak netral saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Hal itu untuk mencegah daftar panjang ASN tidak netral," tandasnya.
Seperti diketahui, terdapat beberapa ASN di Kota Tangsel yang tersandung kasus ketidaknetralan menjelang pelaksanaan Pilkada 2020 mendatang. Sebut saja Lurah Benda Baru Saidun yang melakukan provokasi Suku, Agama, Ras, Antargolongan (SARA).
Sebelumnya, dua pejabat eselon II Kota Tangsel juga disebut-sebut terlibat sebagai Pembina Wilayah (Binwil) salah satu pasangan calon.
Bahkan yang terbaru, masyarakat Tangsel
kembali dihebohkan dengan tersebarnya tangkapan layar yang diduga Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel yang melakukan sosialisasi untuk salah
satu pasangan calon Tangsel. (*/pur)
0 Comments