![]() |
Salah satu adegan penangkapan mahasiswa dalam video yang beredar di masyarakat. (Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com) |
Oleh: Ahmad Khozinudin, SH
PADA SAAT institusi kepolisian dan Pemerintah begitu masif
mengabarkan narasi demonstrasi penolakan Undang Undang (UU) Omnibus Law Cipta
Kerja ditunggangi, publik justru dikejutkan dengan adanya video yang beredar
viral di berbagai platform sosial media. Video berisi tentang adanya dugaan
penyamaran seorang perwira polisi menjadi mahasiswa. Bukan hanya di kanal
YouTube, dijejaring Facebook, Twitter, Instagram, hingga WhatsApp, video
tersebut ramai diperbincangkan.
Dalam video berdurasi 2 menit 7 detik, dan diduga karena
tidak adanya koordinasi yang baik antara sesama anggota kepolisian, akhirnya
seorang perwira poli
si yang sedang menyamar menjadi mahasiswa kena pukul. Dengan
cara ditusuk dengan tongkat milik seorang anggota Polisi Dalmas (Pengendalian
Massa).
Kejadian ini tertangkap kamera video seseorang yang berdiri
dan kebetulan berada di tempat kejadian. Tiga orang anggota polisi memakai baju
preman, sedang menangkap seorang “mahasiswa” yang memakai Jaket Almamater
berwarna hijau. Diduga peristiwa ini terjadi di Provinsi Jambi dan jaket
almamater tersebut adalah milik Universitas Batanghari Jambi.
Beredarnya video ini, mengkonfirmasi penyataan Pemerintah
dan pihak kepolisian tentang adanya 'penunggang' demontrasi penolakan terhadap
UU Cipta Kerja, menjadi sangat beralasan. Namun sayangnya, dugaan 'penunggang'
demo mahasiswa justru dari oknum anggota kepolisian.
Beredarnya video tersebut, makin menguatkan dugaan publik
bahwa justru 'Negara' yang berada dibalik aksi penunggangan demo sehingga tuntunan
agar Presiden menerbitkan Perppu menjadi kabur. Dan publik justru disuguhi
berita sejumlah penangkapan peserta demonstrasi, baik dari kalangan mahasiswa,
buruh, pelajar hingga aktivis pergerakan.
Atas kejadian tersebut maka Institusi Polri wajib untuk
membuat klarifikasi terkait beredarnya video yang sangat memalukan tersebut,
setidaknya klarifikasi memuat sejumlah pernyataan mengenai:
Pertama, klarifikasi tentang kebenaran isi video. Kebenaran
adanya kesalahpahaman di antara anggota Polri. Klarifikasi tentang adanya oknum
anggota Polri yang menyamar sebagai mahasiswa, dengan menyebutkan latar
belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, waktu kejadian dan motif dari
aktivitas penyamaran.
Klarifikasi ini penting agar tidak terjadi banyak fitnah
yang beredar baik kepada Polri juga masyarakat umum, mengingat narasi
'Demonstrasi ditunggangi' terlanjur beredar luas dan menjadi 'momok' di kalangan
rakyat. Dan aktivitas konstitusional berupa menyampaikan pendapat di muka umum
baik oleh mahasiswa, elemen buruh, pelajar dan juga warga masyarakat pada
umumnya, menjadi tercederai akibat beredarnya narasi 'demo ditunggangi' yang
dikeluarkan oleh Pemerintah.
Kedua, klarifikasi terkait apa sebenarnya yang terjadi dalam
sejumlah penangkapan sebelumnya yang dilakukan oleh Polri. Apakah semua murni
penegakan hukum dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, atau
semata hanya untuk menguatkan narasi "Demonstrasi Ditunggangi".
Berbagai tindakan represi yang dilakukan oleh Polri,
termasuk penangkapan sejumlah kader, anggota dan Pengurus Pelajar Islam
Indonesia (PII) di kantornya. Akan dicurigai publik sebagai 'rekayasa'
sebagaimana rekayasa penyamaran oknum perwira anggota polisi menjadi mahasiswa,
sekadar bertujuan untuk mendeligitimasi perjuangan mahasiswa, buruh, pelajar,
aktivis pergerakan dan gerakan rakyat, yang murni menyuarakan aspirasi menolak
UU Omnibus Law Cipta Kerja dan tuntutan agar Presiden segera menerbitkan Perppu
untuk membatalkannya.
Ketiga, klarifikasi penting dilakukan dalam rangka menjaga
kepercayaan publik kepada institusi kepolisian, dan agar kerja pengamanan
demonstrasi, penegakan hukum, penjagaan keamanan, dan ketertiban masyarakat
yang dilakukan oleh institusi Polri mendapat legitimasi publik. Peristiwa
beredarnya video viral ini, sangat mencoreng wibawa institusi kepolisian.
Selanjutnya, Pemerintah khususnya Presiden wajib segera
menerima, mendengar, dan melakukan dialog dengan rakyat yang telah berhari-hari
melakukan demonstrasi. Sudah saatnya, Presiden menemui rakyatnya, bukan hanya
memberi atensi kepada itik, yang ada di Kalimantan.
Presiden tak perlu lagi menghindari suara rakyat, karena
suara rakyat jika semakin dihindari maka akan semakin bising. Semakin diabaikan
suara rakyat, maka akan semakin menggema. Dan boleh saja aspirasi rakyat tak
lagi terkait masalah penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja, tetapi menuntut
tanggung jawab Presiden yang abai menjalankan mandat konstitusi, untuk
mendengar, dan melaksanakan amanat rakyat, dengan tuntutan agar Presiden berhenti
dari jabatannya.
Video viral tersebut akan memicu demontrasi semakin masif,
rakyat semakin marah karena selama ini merasa dituduh ditunggangi. Padahal,
demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa, buruh, anak Sekolah Teknik Menengah
(STM) yang kini menjadi Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), aktivis pergerakan,
dan berbagai elemen masyarakat lainnya, adalah murni menyampaikan
aspirasi.
Apa yang disuarakan oleh mahasiswa, buruh, anak STM serta
aktivis pergerakan, dan berbagai elemen masyarakat lainnya, sama dengan apa
yang telah disampaikan oleh Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Serikat Pekerja, Aktivis Lingkungan, Aktivis Anti-korupsi,
yang pada pokoknya menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut Presiden
untuk menerbitkan Perppu untuk membatalkannya. (***)
Penulis adalah Advokat dan Praktisi Hukum.
0 Comments