Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Penyamaran Oknum Perwira Polisi Jadi Mahasiswa Peserta Demo, Polri Wajib Klarifikasi

Salah satu adegan penangkapan mahasiswa 
dalam video yang beredar di masyarakat. 
(Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com)  



 


Oleh:  Ahmad Khozinudin, SH

 

PADA SAAT institusi kepolisian dan Pemerintah begitu masif mengabarkan narasi demonstrasi penolakan Undang Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja ditunggangi, publik justru dikejutkan dengan adanya video yang beredar viral di berbagai platform sosial media. Video berisi tentang adanya dugaan penyamaran seorang perwira polisi menjadi mahasiswa. Bukan hanya di kanal YouTube, dijejaring Facebook, Twitter, Instagram, hingga WhatsApp, video tersebut ramai diperbincangkan.

Dalam video berdurasi 2 menit 7 detik, dan diduga karena tidak adanya koordinasi yang baik antara sesama anggota kepolisian, akhirnya seorang perwira poli
si yang sedang menyamar menjadi mahasiswa kena pukul. Dengan cara ditusuk dengan tongkat milik seorang anggota Polisi Dalmas (Pengendalian Massa).

Kejadian ini tertangkap kamera video seseorang yang berdiri dan kebetulan berada di tempat kejadian. Tiga orang anggota polisi memakai baju preman, sedang menangkap seorang “mahasiswa” yang memakai Jaket Almamater berwarna hijau. Diduga peristiwa ini terjadi di Provinsi Jambi dan jaket almamater tersebut adalah milik Universitas Batanghari Jambi.

Beredarnya video ini, mengkonfirmasi penyataan Pemerintah dan pihak kepolisian tentang adanya 'penunggang' demontrasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, menjadi sangat beralasan. Namun sayangnya, dugaan 'penunggang' demo mahasiswa justru dari oknum anggota kepolisian.

Beredarnya video tersebut, makin menguatkan dugaan publik bahwa justru 'Negara' yang berada dibalik aksi penunggangan demo sehingga tuntunan agar Presiden menerbitkan Perppu menjadi kabur. Dan publik justru disuguhi berita sejumlah penangkapan peserta demonstrasi, baik dari kalangan mahasiswa, buruh, pelajar hingga aktivis pergerakan.

Atas kejadian tersebut maka Institusi Polri wajib untuk membuat klarifikasi terkait beredarnya video yang sangat memalukan tersebut, setidaknya klarifikasi memuat sejumlah pernyataan mengenai:

Pertama, klarifikasi tentang kebenaran isi video. Kebenaran adanya kesalahpahaman di antara anggota Polri. Klarifikasi tentang adanya oknum anggota Polri yang menyamar sebagai mahasiswa, dengan menyebutkan latar belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, waktu kejadian dan motif dari aktivitas penyamaran.

Klarifikasi ini penting agar tidak terjadi banyak fitnah yang beredar baik kepada Polri juga masyarakat umum, mengingat narasi 'Demonstrasi ditunggangi' terlanjur beredar luas dan menjadi 'momok' di kalangan rakyat. Dan aktivitas konstitusional berupa menyampaikan pendapat di muka umum baik oleh mahasiswa, elemen buruh, pelajar dan juga warga masyarakat pada umumnya, menjadi tercederai akibat beredarnya narasi 'demo ditunggangi' yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

Kedua, klarifikasi terkait apa sebenarnya yang terjadi dalam sejumlah penangkapan sebelumnya yang dilakukan oleh Polri. Apakah semua murni penegakan hukum dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, atau semata hanya untuk menguatkan narasi "Demonstrasi Ditunggangi".

Berbagai tindakan represi yang dilakukan oleh Polri, termasuk penangkapan sejumlah kader, anggota dan Pengurus Pelajar Islam Indonesia (PII) di kantornya. Akan dicurigai publik sebagai 'rekayasa' sebagaimana rekayasa penyamaran oknum perwira anggota polisi menjadi mahasiswa, sekadar bertujuan untuk mendeligitimasi perjuangan mahasiswa, buruh, pelajar, aktivis pergerakan dan gerakan rakyat, yang murni menyuarakan aspirasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja dan tuntutan agar Presiden segera menerbitkan Perppu untuk membatalkannya.

Ketiga, klarifikasi penting dilakukan dalam rangka menjaga kepercayaan publik kepada institusi kepolisian, dan agar kerja pengamanan demonstrasi, penegakan hukum, penjagaan keamanan, dan ketertiban masyarakat yang dilakukan oleh institusi Polri mendapat legitimasi publik. Peristiwa beredarnya video viral ini, sangat mencoreng wibawa institusi kepolisian.

Selanjutnya, Pemerintah khususnya Presiden wajib segera menerima, mendengar, dan melakukan dialog dengan rakyat yang telah berhari-hari melakukan demonstrasi. Sudah saatnya, Presiden menemui rakyatnya, bukan hanya memberi atensi kepada itik, yang ada di Kalimantan.

Presiden tak perlu lagi menghindari suara rakyat, karena suara rakyat jika semakin dihindari maka akan semakin bising. Semakin diabaikan suara rakyat, maka akan semakin menggema. Dan boleh saja aspirasi rakyat tak lagi terkait masalah penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja, tetapi menuntut tanggung jawab Presiden yang abai menjalankan mandat konstitusi, untuk mendengar, dan melaksanakan amanat rakyat, dengan tuntutan agar Presiden berhenti dari jabatannya.

Video viral tersebut akan memicu demontrasi semakin masif, rakyat semakin marah karena selama ini merasa dituduh ditunggangi. Padahal, demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa, buruh, anak Sekolah Teknik Menengah (STM) yang kini menjadi Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), aktivis pergerakan, dan berbagai elemen masyarakat lainnya, adalah murni menyampaikan aspirasi. 

Apa yang disuarakan oleh mahasiswa, buruh, anak STM serta aktivis pergerakan, dan berbagai elemen masyarakat lainnya, sama dengan apa yang telah disampaikan oleh Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Serikat Pekerja, Aktivis Lingkungan, Aktivis Anti-korupsi, yang pada pokoknya menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja dan menuntut Presiden untuk menerbitkan Perppu untuk membatalkannya. (***)

 

 

Penulis adalah Advokat dan Praktisi Hukum.

Post a Comment

0 Comments