Salah seorang mahasiswa saat demo diamankan oleh petugas berpakaian preman. (Foto: Istimewa) |
NET - Polda Jambi harus menjelaskan secara transparan kasus
video viral di mana seorang perwira polisi sedang dipukuli sejumlah polisi anti
huru hara dalam aksi demo mahasiswa menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW)
Neta S. Pane melalui Siaran Pers IPW yang diterima Redaksi TangerangNet.Com,
Rabu (21/10/2020).
IPW menilai, Polri perlu mengklarifikasi peristiwa tersebut.
Sebab bagaimana pun peristiwa ini sebuah peristiwa yang sangat memalukan bagi
Polda Jambi dan sekaligus menggambarkan betapa buruknya koordinasi Polda Jambi
dalam menangani aksi demo mahasiswa menolak UU Cipta Kerja.
Akibat buruknya kordinasi itu, kata Neta, di lokasi demo yang
terjadi justru aksi baku hantam sesama polisi. Bukan hanya itu, publik juga mendengan jelas, seorang polisi anti
huru hara jatuh terjengkang setelah ditendang polisi berpakaian preman.
Jika dilihat darj kronologinya, imbuh Neta, perwira polisi
itu menyusup ke barisan mahasiswa yang sedang berdemo. Dia memakai jaket
mahasiswa. Saat terjadi kericuhan sejumlah polisi berpakaian preman terlihat
menangkapnya dan lalu memitingnya serta sebagian memukulinya. Bahkan ada pula
sejumlah pasukan anti huru hara ikut memukulinya. Akibatnya, polisi yang
menyusup itu babak belur.
“Melihat hal ini teman-teman polisi yang menyusup itu yang
juga adalah polisi berpakaian preman langsung berdatangan untuk menyelamatkan
perwira yg menyusup tersebut. Akhirnya, baku hantam sesama polisi di tengah
aksi demo pun tak terhindarkan. Bagaimana pun peristiwa ini tidak hanya
memalukan Polda Jambi tapi juga memalukan institusi kepolisian,” ungkap Neta.
Neta menyebutkan di tempat kejadian perkara (TKP) para
demonstran menertawakan peristiwa ini. Begitu juga di medsos banyak yang
menertawakan peristiwa ini.
“Kasus baku hantam antar polisi di tengah aksi demo
mahasiswa ini terjadi akibat tidak adanya koordinasi yang baik sesama aparatur
kepolisian di lapangan. Selain itu, tidak ada petugas yang mengawal perwira
penyusup, sehingga ketika yang bersangkutan ditangkap polisi yang lain, tidak
ada yang menjelaskan bahwa yang bersangkutan sedang melakukan penyusupan,” ucap
Neta.
Akibatnya, kata Neta, yang bersangkutan babak belur dipukuli
dan terjadi baku-hantam antar polisi. Aksi penyusupan adalah hal biasa dalam
strategi kepolisian untuk melakukan cipta kondisi, terutama dalam mengatasi aksi
demo. Namun jika aksi penyusupan itu tidak terkoordinasi dengan baik,
kekonyolan yang memalukan pun akan terjadi.
“Bukan hanya sipenyusup yang babak belur tapi sesama polisi
bisa baku hantam di TKP, seperti di Jambi. Kasus ini harus menjadi pelajaran
bagi Polri. Jika tidak, mahasiswa yang demo akan kembali disuguhkan
pertunjukkan sesama polisi baku hantam di lokasi demonstrasi,” ujar Neta.
(*/pur)
0 Comments