FKMTI berdilalog dengan Fraksi PSI DPRD Tangsel membahas mafia tanah. (Foto: Bambang TR/TangerangNet.Com) |
NET -
Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) menyerukan kepada warga Kota Tangerang
Selatan (Tangsel) agar berhati-hati dalam memilih calon Walikota Tangsel.
Sebab, di Kota Tangsel ada banyak korban perampasan mafia tanah. FKMTI mengingatkan agar warga Kota Tangsel tidak
memilih calon Walikota Tangsel yang terindikasi jadi kaki tangan oligarki dan mafia
perampas tanah rakyat.
Warga dipersulit
oleh pihak aparat pemerintahan setempat untuk memperoleh surat-surat yang
berkaitan dengan kepemilikan tanah mereka sendiri. Hal ini jelas bertentangan
dengan Undang-Undang UU No. 29 tentang Pelayanan Publik.
"Bayangkan,
untuk sekadar meminta informasi yang berkaitan dengan warkah tanah saja, warga
harus ke pengadilan. Pengadilan tingkat pertama, Hakim KIP sudah memutuskan
pihak Camat Serpong saat itu Mursinah (sekarang Kasatpol PP-red) harus
memberikan informasi tertulis bahwa tidak ada catatan jual beli girik C-913,”
ucap Sekjen FKMTI Agus Muldya Natakusumah saat berdialog dengan Fraksi PSI DPRD
Kota Tangsel, Senin (3/8/2020).
Pihak
Kecamatan Serpong, kata Agus, justru
mengajukan banding sampai ke Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi, MA justru makin menguatkan
putusan PTUN dan KIP (Pengadilan Tata Usaha Negara dan Komisi Informasi Publik).
“Akan
tetapi, pihak Kecamatan Serpong masih saja bersikukuh tidak mau melaksanakan
putusan Mahkamah Agung," tutur Agus Muldya Natakusumah.
Menurut
Agus Muldya, FKMTI mengadukan sejumlah kasus perampasan tanah di Kota Tangsel
kepada Fraksi PSI lantaran Wakil Menteri ATR/BPN Surja Tjandra merupakan kader
PSI. Surja Surtjan ditugaskan oleh Presiden untuk menangani berbagai konflik
lahan di Indonesia. Namun hingga saat ini FKMTI belum memperoleh waktu untuk
bertemu langsung dengan kader PSI tersebut agar dapat mengungkap dan
membeberkan modus perampasan tanah rakyat.
Surja
Tjandra baru menerima laporan dari para birokrat bawahannya yang menganggap
persoalan konflik lahan sangat rumit dan menganggap hanya bisa diselesaikan
lewat pengadilan. Padahal,menurut Agus, oknum BPN lah yang membuat persoalan
perampasan tanah rakyat menjadi rumit. Contohnya, BPN bisa menerbitkan Sertipikat
Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk perusahaan milik konglomerat di atas tanah
rakyat tanpa proses jual beli. BPN juga bisa membuat SHGB saat tanah dalam status
sita jaminan pengadilan.
"FKMTI
sudah beberkan fakta ini di hadapan anak buah menteri. Dan saat pertemuan para
birokrat sendiri bilang, tidak boleh diterbitkan sertifikat saat tanah dalam
sita jamin seperti yang terjadi pada tanah girik C-913 milik Rusli Wahyudi.
Tanah tersebut dijadikan perumahan Puspita Loka oleh pengembang besar sekelas
BSD yaitu Sinar Mas Group. Dan ketika ditanya warkah SHGB, BPN Kota Tangsel
berkelit bahwa warkahnya belum ditemukan. Bahaya jika terus dibiarkan," tandas
Agus Muldya, Sekjen FKMTI.
Agus menduga
ada kepentingan Oligarki agar kasus perampasan tanah rakyat tidak terungkap. Oligarki
menggunakan tangan aparat negara mulai dari BPN dan pemerintah daerah. Tindakan
birokrasi yang mempersulit warga masyarakat untuk memdapatkan hak-hak tanahnya
jelas melanggar Pancasila dan UUD 45. Bahkan perintah Presiden Jokowi agar
jajaran pemerintahan segera menyelesaikan persoalan tanah antara rakyat dan
konglomerat, BUMN dan Negara terbukti diabaikan dan tidak dilaksanakan.
"Jelas
tidak berperikemanusiaan dan tidak beradab jika aparat negara sengaja mempersulit
rakyat mendapatkan hak-hak tanahnya. Ini melanggar Pancasila dan UUD 45.
Perintah Presiden pun diabaikan oleh seorang Camat Serpong. Apa kepentingannya
seorang Camat Serpong mempersulit rakyat untuk mendapatkan hak informasi ?
Untuk kepentingan mafia perampas tanah rakyat? Bahkan, Camat Serpong saat itu
Mursinah tidak mau menjalankan putusan MA agar Kecamatan Serpong memberikan
informasi tertulis sesuai fakta persidangan bahwa tidak ada catatan jual beli
girik C-913. Camat Serpong bisa dipidana berdasarkan undang-undang.
Pertanyaannya untuk siapa Camat Serpong itu bekerja sehingga rela dipidana,"
tanyanya.
Bahkan
belum lama ini, Menteri Dalam Negeri telah memanggil Walikota Tangsel Airin
Rachmi Diany terkait perampasan tanah yang melibatkan perusahaan properti. Ini
pertanda Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel dan jajarannya tidak bekerja untuk
kepentingan rakyat yang ingin mendapatkan hak tanahnya.
FKMTI
berharap para calon Walikota menjelaskan apa yang akan mereka lakukan untuk
memberantas oknum birokrat yang bersengkongkol dengan mafia perampas tanah.
"Calon
kepala daerah, walikota harus punya komitmen kuat untuk menindak oknum di
birokrasi yang berkomplot dengan mafia tanah, mempersulit rakyat mendapatkan
hak atas tanah," tutur Agus.
Seperti
diketahui, di Kota Tangsel puluhan hektar tanah rakyat dikuasai oleh sejumlah
pengembang, bahkan oleh negara. Berdasarkan informasi Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di Kota Tangsel ada 1700 kasus tanah bermasalah. Wakil ketua
Fraksi PSI DPRD Kota Tangsel Alex Prabu mendesak agar Walikota Tangsel untuk
segera menuntaskan permasalah perampasan oleh para mafia tanah sesuai dengan
kewenangannya.
"Ibu
Airin sebentar lagi selesai jadi Walikota, seharusnya bisa memerintahkan para
camat dan lurahnya agar membantu rakyat untuk memperoleh hak dan keadilan untuk
tanah mereka yang belum mereka jual tetapi dikuasai oleh pengembang dan negara.
Jadi bisa tinggalkan legacy yang baik untuk kepentingan warga Kota
Tangsel," katanya.
Alex
Prabu menjelaskan tidak tertutup kemungkinan DPRD Kota Tangsel akan membentuk
Pansus untuk mencari penyelesaian masalah pertanahan dI Kota Tangsel. Apalagi
Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan pada 3 Mei 2019 agar persoalan tanah
antara rakyat dengan pengusaha dan negara untuk segera diselesaikan. (btl)
0 Comments