Dr. Hamdani. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh: Dr. Hamdani
Akibat Covid-19 kebangkrutan industri terus bertambah,
begitu juga dengan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak terkendali menjadi penyebab
hilangnya penghasilan, sehingga memicu kriminalitas. Perusahaan sektor formal
yang terdampak Covid-19 telah merumahkan karyawannya sebanyak 1.304.777 orang
dan 241.431 orang di PHK. Sementara mereka yang bekerja di sektor informal
sebanyak 538.385 orang (Bisnis Indonesia, 2020).
Adanya Covid-19 juga sangat dirasakan dampaknya oleh para
pengusaha di wilayah Banten. Tidak ada
pilihan bagi mereka yang akhirnya melakukan PHK. Covid-19 telah menyumbang
tingginya angka pengangguran baru di Banten, yaitu sebanyak 17.298 orang di-PHK
dan 27.569 karyawan dirumahkan. Akibat Covid-19 juga, sebanyak 59 perusahaan
menutup usahanya (Dinaskertrans Banten, 20 Mei 2020). Sejatinya industri telah
merenggut kebahagian bagi sebagian anggota keluarga korban PHK.
Kita bisa membayangkan, ketika karyawan bekerja selama
puluhan tahun dengan rutinitas mengoperasikan mesin pabrik, pastinya mereka
professional dan ahli di bidangnya. Skill dan keterampilan mereka sudah tidak
diragukan lagi. Namun, sulit dibayangkan ketika perusahaan harus menutup atau
mengurangi operasinalnya karena Covid-19, yang akhirnya memicu terjadi
pemisahan antara faktor produksi mesin pabrik dengan skill tenaga kerja,
sebagaimana yang dialami oleh korban PHK saat ini.
Perlu kerja keras untuk membangkitkan kembali kreatifitas
yang telah terenggut selama puluhan tahun dalam rutinitas industri agar mereka
dapat berinovasi atau mencari pekerjaan baru. Tidak mudah memang, namun dalam
situasi saat ini harus kita lakukan untuk memasuki tatanan kehidupan ekonomi
baru (new normal economic). Industri tidak selamnya memberikan janji manis.
Kenyataanya pil pahit yang dirasakan oleh karyawan, terlebih kepada perusahaan
tidak memberikan pesangon saat PHK.
Memasuki era new normal bukan saja sekadar mengutamakan
protokol kesehatan saja. Namun, lebih dari itu ekonomi keluarga yang terkena
PHK harus bangkit dari keterpurukan akibat Covid-19. Kehidupan ekonominya harus
tetap tumbuh, meskipun dalam situasi pandemi. Solusinya tidak lain dengan
memberikan semangat dan pendampingan untuk memasuki “new normal economic” yang
saat ini sedang digembar-gemborkan.
Sebagai pengalaman pada krisis ekonomi 1998 dan 2008,
berwirausaha menjadi solusi menghadapi krisis. Melalui edukasi dan pendampingan
wirausaha, rasanya saudara kita yang menjadi korban PHK di Banten masih
memiliki semangat untuk menata kehidupan ekonomi baru yang lebih baik.
Pemerintah pun harus hadir melalui kebijakannya yang membela hak-hak mereka
untuk tetap hidup di tanah Jawara.
Pengalaman sejarah telah membuktikan saat krisis ekonomi
melanda Indonesia, dimana wirausaha pada sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
mampu memberikan solusi dalam mengatasi pengangguran melalui penyerapan tenaga
kerja hingga 96 persen (Mubiroh & Ruscitasari, 2019). Walaupun pada krisis
ekonomi saat ini sedikit berbeda kondisinya, namun tidak ada salahnya kita
menghidupkan kembali semangat berwirausaha untuk membuat kondisi ekonomi mereka
yang terkena PHK kembali normal.
Semua pihak memiliki kewajiban yang sama untuk membantu
pemulihan ekonomi mereka yang terkena PHK. Bukan dengan cara dikasihani melalui
kata-kata, namun dilakukan dengan cara kongkret. Terlebih pemerintah, baik
pusat maupun daerah berkewajiban untuk pemulihan ekonomi pasca PHK akibat
Covid-19. Memasuki new normal berarti kehidupan ekonomi mereka yang terkena PHK
dibuat normal terlebih dahulu, sehingga mereka benar-benar siap menghadapinya.
Lebih kongkret, pemberian edukasi untuk membangkitkan
kreativitas bagi korban PHK menjadi penting setelah lama mereka bergelut dengan
mesin pabrik. Setelah kreativitasnya tumbuh, selanjutnya proses pendambingan
wirausaha bagi mantan karyawan yang terkena PHK dapat dilakukan. Upaya ini bisa
dikerjasamakan dengan pihak perguruan tinggi yang ada di Banten. Selanjutnya,
penyediaan pinjaman lunak oleh pemerintah atau lembaga keuangan dapat diberikan
kepada mereka yang terkena PHK untuk memulai usaha baru.
Dengan begitu kehidupan ekonomi keluarga mereka yang
terkena PHK menjadi ringan, karena pemerintah dan pihak lainnya benar-benar
hadir dan turut membantu menata kehidupannya untuk memasuki new normal
economic. Mereka yang terkena PHK juga menjalani kehidupan new normal ini
dengan penuh suka cita. Mengawali usahanya dan melepaskan diri dari label
sebagai “karyawan”, kini didaulat sebagai seorang pebisnis yang mengawali
kehidupan barunya.
Kekuatan kolektif masyarakat juga penting untuk
memberikan semangat dan dukungan kepada mereka yang terkena PHK. Minimalnya,
ketika mereka memulai kehidupan ekonomi yang baru dengan menjadi pebisnis,
setidaknya kita mendukung dengan cara membeli produk yang mereka jual agar
mereka menjalani kehidupan dalam new normal. Melalui gerakan ekonomi gotong
royong, diharapkan menjadi solusi mengatasi pengangguran akibat PHK.
Kondisi ekonomi akibat pandemi virus Corona belum bisa
dikatakan normal. Namun, saat ini kita dipaksa oleh keadaan untuk memasuki era
new normal. Kebutuhan konsumsi masyarakat menjadi hal pokok yang tidak bisa
ditunda. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi ini harus tetap hidup, walaupun
dalam ancaman Corona. Jika berdiam diri di rumah tanpa kreatifitas, jelas
ekonomi ini akan semakin terpuruk. (***)
Penulis adalah:
Dosen, Peneliti, dan Kaprodi S-1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT).
0 Comments