![]() |
Hakim Sucipto, SH saat pimpin sidang. (Foto: Suyitno/TangrangNet.Com) |
NET – Para terdakwa perkara dengan tuduhan kepemilikan bom
mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan alasan saat dilakukan
pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya terjadi penyiksaan yang tidak
manusiawi. Hal ini terungkap dalam sidang ke-18 yang berlangsung di Pengadilan
Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang, Rabu (3/6/2020).
Para terdakwa mencabut BAP ketika dijadikan sebagai saksi
dengan terdakwan Drs. Sony Santoso, SH MH. Keenam saksi tersebut Sugiono alias
La Ode, Laode Nadi, La Ode Samiun, La Ode Aluani, Jaflan Raali alias Alan, dan
Dr. Ir. Abdul Baith, Msc.
Majelis Hakim diketuai oleh Suipto, SH menyidang tiga
perkara sekaligus yakni Perkara No. 252, 253, dan 254 dengan jumlah terdakwa 17
orang. Dengan agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli hukum acara
pidana yakni Dr. Muhammad Arif Setiawan, SH MH dan memeriksa saksi yang juga
para terdakwa.
Saksi ahli diajukan oleh tim kuasa hukum Abdul Basit terdiri
atas Jamil B, SH, Gufroni, SH MH, Ewi, SH Syafril Elain, SH, Hafizullah, SH. Sedangkan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Masdalianto, SH menghadirkan 17 orang terdakwa ke
ruang sidang melalui video conference. Para terdakwa tetap berada di Lembaga
Pemasyarakatan.
Saksi Sugiono menyebutkan ketika ditangkap pada 28 September
2019 oleh polisi di Cipondoh, Kota Tangerang, lalu dibawa ke Polda Metro Jaya
bersama Abdul Basit. Sesampai di Polda Metro dimasukan ke dalam ruangan
berukuran 2 kali 3 meter yang telah ada sekitar 30 orang.
“Kami dimasukan ke dalam ruangan tersebut dan orang tersebut
sebagian dalam kondisi ada yang luka, benjol, dan lebam. Dari ruang tersebut
lalu dipindahkan ke sel sekitar pukul 08:00. Nah, dalam sel ini saya diekskusi;
distrom, leher dicekek, dan dipukul. Hampir pingsan, saya Pak Hakim,” tutur
Sugiono lantang.
Pengalaman disiksa oleh polisi tersebut, kata Sugiono, sudah
tidak manusiawi lagi. “Sampai sekarang, tulang rusuk saya masih sakit,” ucap
Sugiono sembari memperlihatkan rusuknya.
Namun, Jaksa Masdalianto atas penyiksaan itu pun merasa
heran. “Saudara ketika diperiksa kan didampingi penasihat hokum,” ujar Jaksa
Masdalianto.
Sugiono menjelaskan saat dilakukan penyiksaan sebelum datang
pengacara. “Stelah saya disiksa hingga babak belur, baru datang pengacara.
Ketika ada pengacara tidak ada penyiksaan,” ungkap Sugiono.
Pengalaman yang sama juga dialami oleh Abdul Basit. Dalam
kesaksiannya Abul Basit menyebutkan ketika dimasukan ke ruang 2 kali 3 meter
tidak ada fasilitas apa pun. Bahkan ketika mau buang air kecil pun dilakukan
dengan cara ditampung dalam botol kecil.
“Dari ruang kecil itu, saya dipindahkan ke Jatanras IV Polda
Metro Jaya. Oleh Pak Iskandar, saya di situ langsung dihajar. ‘Bapak bisa,
saya matikan’,” ujar Abdul Basit
meniurkan ucapan AKP Iskandar.
![]() |
Para terdakwa terlihat di layar. (Foto; Suyitno/TangerangNet.Com) |
Penyiksaan yang dialami oleh Abdul Basit yakni berawal dari kepalanya
ditutup dengan kantong kresek hitam sehingga tidak bisa melihat. Kemudian tangan
diborgol ke arah belakang, strom, dan kepala dipukul. “Saat kepala dan muka
saya ditutup plastik hitam jadi sulit bernafas. Dada saya menjadi sesak,”
ungkap Abdul Basit yang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penyiksaan serupa pun dialami oleh saksi La Ode Nadi, La Ode
Samiun, La Ode Aluani, dan Jaflan. Dengan kondisi seperti itu keenama saksi
mencabut BAP yang antara lain berisi tentang pembuatan bom.
“Kami tidak ada membuat bom. Kami tidak mengerti tentang
bom,” tutur La Ode Nadi.
Sidang yang berlangsung dari pukul 10:00 WIB berakhir pukul
21:00 WIB diselengi dengan sholat dzuhur, ashar, dan maghrib.
Hakim Sucipto menunda sidang Kamis (4/6/2020). “Oleh karena
terdakwa banyak dan saksi mahkota pun banyak sehingga sidang lanjutkan besok
pagi,” ucap Hakim Sucipto. (tno)
0 Comments