Suasana sidang saat mendengarkan keterangan saksi secara online dari lembaga pemasyarakatan. (Foto: Suyitno/TangerangNet.Com) |
NET – Penasiaht hukum Abdul Basith, terdakwa dengan tuduhan
kepemilikan bom, kecewa dengan majelis hakim yang dipiimpin Sucipto, SH karena
tidak dapat memenuhi permohonan untuk pengajuan Mayor Jenderal (Purn) Soenarko
sebagai saksi di persidangan.
“Kita sudah mengajukan melalui surat tertulis agar yang
disebut-sebut dalam perkara ini dapat didengarkan keterangan sebagai saksi,”
ujar Gufroni, SH MH kepada TangerangNet.Com, Jumat (5/6/2020).
Permohonan tersebut diketahui tidak dipenuhi oleh majelis
hakim pada sidang ke-19 lanjutan tentang tuduhan kepemilikan bom di Pengadilan
Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang, Kamis (4/6/2020).
Tim pengacara Abdul Basith, dosen Institut Pertanian Bogor
(IPB) terdiri atas Jamil Burhanuddin, SH, Gufroni, SH MH, Ewi, SH Syafril
Elain, SH, Hafizullah, SH, pada 19 Mei 2020 mengajukan surat permohonan kepada
majelis hakim. Pada intinya memohon agar Mayjen (Purn) Soenarko dan Laksamana
(Purn) Slamet Subijanto dapat dihadirkan sebagai saksi dengan penetapan majelis
hakim.
“Permohonan para penasihat hokum Pak Abdul Basith sudah
diterima. Namun permohonan tersebut tidak bisa dipenuhi karena tidak ada dalam
BAP (Berita Acara Pemeriksaan-red). Silakan Saudara mengajukan dan bila mereka
bersedia hadir akan kita dengarkan keterangannya dalam persidangan ini,” tutur
Hakim Sucipto.
Sementara pada sidang lanjutan agenda mendengarkan
keterangan saksi Okto Siswantoro alias Toto dan Ir. Mulyono Santoso dengan
terdakwa Drs. Sony Santoso, SH MH.
Kedua saksi pun menolak Berita
Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik terutama berkaitan dengan bom
dan granat. “Sampai letih saya menjawab pertanyaan penyidik. Saya tidak tau
soal bom. Saya tidak tau soal granat. Kalau dalam BAP ada tentang bom dan
granat, itu tidak benar. Keterangan dalam persidangan inilah yang benar,”
ungkap Okto.
Hal yang sama disampaikan pula
oleh saksi Mulyono. “Kami dalam diskusi selalu tentang Pancasila dan masa depan
Indonesia. Namun, penyidik selalu mengaitkan dengan bom. Pancasila tidak ada
kaitan dengan bom,” ujar Mulyono menegaskan.
Akibatnya para saksi yang
sekaligus sebagai terdakwa menolak BAP dan hal ini membuat tim Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Masdalianto, SH pusing. “Kalau semua saksi menolak dan mencabut BAP
sulit kami mengajukan pertanyaan. Kami bertanya kan berdasar BAP,” ujar Jaksa
Masdalianto.
Setelah mendengarkan kedua saksi,
Hakim Sucipto menunda sidang Jumat (5/6//2020).
Majelis Hakim diketuai oleh
Suipto, SH menyidang tiga perkara sekaligus yakni Perkara No. 252, 253, dan 254
dengan jumlah terdakwa 17 orang. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Masdalianto, SH menghadirkan 17 orang terdakwa ke ruang sidang melalui video
conference. Para terdakwa tetap berada di Lembaga Pemasyarakatan. (tno)
0 Comments