Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Gugatan Dicabut, Sidang Perkara RKUD Bank Banten Terancam Batal

Suasana sidang gugatan dibuka lalu ditunda.
(Foto: Istimewa)



NET - Sidang perdana kasus pemindahan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Bank Banten ke Bank Jabar Banten (BJB) yang dilayangkan Ojat Sudrajat dan kawan-kawan melalui Pengadilan Negeri (PN) Serang di Jalan Raya Pandeglang Km 6, Cipocok Jaya, Kota Serang, Rabu (24/6/2020) dengan tergugat Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) ditunda.

Pasalnya, jauh hari sebelum sidang ini digelar, penggugat terdiri atas Ojat Sudrajat (warga Kabupaten Lebak), Ikhsan Ahmad (warga Kota Serang), Agus Supriyanto (warga Kota Tangerang Selatan) ternyata telah mencabut gugatannya dengan dalih akan menyempurnakan materi perkara.

Sidang yang sedianya akan masuk pada agenda mediasi antara penggugat dengan tergugat, namun karena perkara telah dicabut, Majlis Hakim memutuskan menunda persidangan.

Informasi yang dihimpun, agenda persidangan selanjutnya adalah penetapan terkait pencabutan perkara perdata oleh penggugat.

Gubernur WH dalam kapasitanya sebagai tergugat mengutus kuasa hukum terdiri atas tiga unsur yaitu advokat profesional Asep Abdullah Busro dan Andi Safrani, unsur Pemprov Banten yaitu Kepala Biro Hukum Agus Mintono dan unsur Jaksa Pengacara Negara Kejati Banten Riki Farlin.

Dalam konferensi pers di kantor hukumnya, Asep Abdullah Busro mengatakan pencabutan perkara yang dilakukan penggugat saat sidang pertama baru akan digelar dinilai sebagai bentuk pengakuan bahwa materi gugatan yang dilayangkan lemah.

Sebab, SK Gubernur yang digugat itu masuk kualifkasi perdata dan bukan kompetensi untuk mengadili oleh Pengadilan Negeri sebagai bagian peradilan umum.

"Seharusnya perkara ini digugat di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara-red). Jadi, mereka baru menyadari kelemahan gugatannya," ujar Asep diamini Agus Mintono dan Andi Safrani.

Selanjutnya, kata Asep, dengan adanya pencabutan perkara ini membuktikan Gubernur Banten tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

"Jadi, tidak benar bahwa pemindahan RKUD merupakan kebijakan melawan hukum sebagaimana dugaan dari perkara yang mereka ajukan kemudian dicabut itu," tutur Asep.

Asep menyesalkan atas pencabutan perkara tersebut, karena dinilai pihak penggugat terkesan tidak serius dan mempermainkan hukum dalam menangani perkara ini.

Kepala Biro Hukum Agus Mintono mengatakan dengan Gubernur menunjuk kuasa hukum bahwa orang nomor satu di Banten ini taat hukum.

"Dalam mengambil kebijakan, tentunya beliau selalu berdasar pada peraturan dan perundang-undangan," ucap Agus Mintono.

Menurutnya, Gubernur pasti memahami bahwa menggugat adalah hak setiap warga negara. Oleh karena beliau taat hukum, beliau juga melayani gugatan perkara di pengadilan.

Di tempat terpisah Ojat Sudrajat dan kawan-kawan juga menggelar Konferensi Pers di RM Saung Edi, Cipocok Jaya, Kota Serang, Rabu (24/6/2020).

Dalam keterangannya kepada sejumlah media masa, Ojat mengakui pihaknya memang telah melakukan pencabutan perkara tuntutan. Namun, itu dilakukan jauh sebelum persidangan ini dimulai.

"Yaitu pada tanggal 3 Juni 2020 yang lalu atau tepatnya sehari setelah kami melayangkan gugatan" ucap Ojat.

Agus Wintono dan Asep Abdullah Busro.
(Foto: Istimewa)

Kenapa, kata Ojat, karena penggugat merasa ada kurang pihak yang belum dimasukkan yaitu PT Banten Global Development (BGD) dan yang kedua ditemukan ada bukti dugaan kerugian atas penjualan aset Bank Banten senilai Rp 179 miliar. Jadi itu akan masukkan ke dalam petitum.

"Langkah ini merupakan hasil konsultasi internal kami. Ketika akan melakukan penambahan pihak dalam tuntutan, hukum acaranya memang harus dilakukan pencabutan perkara terlebih dahulu. Baru kemudian gugatannya didaftarkan kembali," ucapnya.

Akan tetapi, kata Ojat, ketika pencabutan itu terjadi relases dari Pengadilan Negeri itu sudah dikirim ke berbagai pihak.

"Maka keputusannya harus lewat persidangan. Jadi ini perlu diluruskan," jelasnya.

Ojat bahkan membantah jika alasan pencabutan perkara itu karena materi tuntutan dianggap lemah. Sebab, soal penilaian itu biarlah menjadi ranah majelis hakim. (*/pur)


Post a Comment

0 Comments