Ucu Juhroni Uj (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh: Ucu Juhroni Uj
PENUNJUKAN Bank Jabar Banten ( BJB) sebagai lokasi Rekening
Umum Kas Umum Daerah (RKUD) oleh Gubernur Banten H. Wahidin Halim (WH) sudah
tepat secara hukum dan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya sebagai Kepala
Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.12 Tahun 2019
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Terkait penandatangan Letter of Intens (Loi) oleh
Gubernur Banten dalam hal kerjasama Penggabungan (Merger) Bank Banten dengan
BJB yang selanjutnya dibentuk Tim Kerjasama diketuai oleh Ketua Otoritas Jasa
Keungan (OJK) dan beranggotakan Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat (Jabar),
Direksi Bank Banten dan Direksi BJB.
Itu adalah langkah yang tepat dan sesuai dengan aturan
hukum baik lingkup Undang Undang (UU) Perbankan seperti UU OJK, UU Bank
Indonesia (BI) dan UU Perseroan Terbatas ( PT) maupun Perpu No.1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan bahkan
Rapat pengambilan keputusan merger tersebut juga turut dihadiri oleh Presiden
Joko Widodo dan Mendagri Tito Karnavian,
sehingga langkah merger tersebut merupakan keputusan bersama yang sudah dikaji,
dikordinasikan dan dikonsultasikan dengan seluruh pihak dalam upaya
penyelamatan dan penyehatan Bank Banten.
Mengulas pasca lengsernya kepemimpinan Gubernur Banten Rano
Karno, Gubernur Banten Wahidin Halim meneruskan estafet Bank Banten yang masih
dalam keadaan tidak sehat. Tantangan berat Wahidin Halim diawal kepemimpinannya
pada penghujung tahun 2017 yang pada waktu itu proses penyidikan kasus tindak
pidana korupsi Bank Banten masih terus diusut oleh Komisi Pembemberantasan
Korupsi Republik Inodonesia (KPK RI).
Terus berjalan Bank Banten pada tahun 2018 mendapatkan
suntikan modal dari Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Banten atas persetujuan DPRD
Banten sebesar Rp. 175 miliar. Tujuannya yaitu menyelamatkan Bank Banten,
tetapi suntikan modal dari Pemprov tersebut tidak mengubah keadaan Bank Banten
lebih baik malah masih dalam keadaan sakit (rugi) berdasarkan data pada 2018,
rugi bersih senilai Rp131,07 miliar. Pada 2019, Bank Banten mencatatkan rugi
bersih senilai Rp 180,70 miliar. (Bank Banten terus alami kerugian).
Untuk di ketahui cerita Bank Banten pada Era Tahun
2018an, sejumlah Fraksi DPRD Banten beramai-ramai protes dan tolak penyertaan
modal untuk Bank Banten dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daera-Perubahan (
APBD – P) Banten tahun 2018. Para anggota dewan tersebut mempertanyakan rencana
Gubernur Banten Wahidin Halim upaya menyehatkan Bank Banten melalui suntikan
modal pada 2018 sebesar Rp 175 miliar.
Protes tersebut bahkan terlontar dari partai pengusung
dan pendukung. Fraksi Golkar dalam pernyataan yang dilontarkan oleh kang Fitron
Nur Ikhsan dengan berstatmen. “Kami tidak mau Pemprov memberikan modal pada
bank yang sedang sakit dan sakitnya bukan bawaan (proses akuisisi Bank Pundi).
Seharusnya upaya menyehatkan Bank Banten bukan langsung menambah penyertaan
modal tapi melakulan audit secara independen terutama oleh BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” kata Fitron kepada wartawan usai rapat
paripurna pemandangan umum fraksi terhadap nota pengantar Gubernur atas
perubahan APBD 2018 (dikutip dari koran Radar Banten, Rabu (12/9/2018).
Tidak cukup sampai di sini, Gubernur Banten Wahidin Halim
yang dijuluki sebagai Sang Koboy masih semangat menyembuhkan Bank Banten. Pada 2019,
Gubernur mengirimkan surat kepada KPK RI, OJK, BI dan Kemendagri untuk meminta
pertimbangan apakah boleh Pemprov melakukan penyertaan modal lagi ke Bank
Banten dengan asumsi berakibat positif atau negatif.
Ternyata waktu itu, KPK RI dan pihak terkait tidak merekom Pemprov untuk memberikan modal lagi, karena hasil audit bahwa jika ingin menyehatkan Bank Banten itu butuh suntikan dana sekitar Rp 3 triliun atau sekitar 40 persen dari jumlah APBD Banten yang hanya berjumlah Rp 13 triliun.
Larangan dari KPK tentunya berisiko kalau Pemprov Banten menutupi Rp 3 triliun tersebut untuk menyehatkan Bank Banten karena ada target pembangunan layanan dasar yang sangat penting yang menjadi prioritas Banten seperti infrastruktur jalan, pendidikan, dan kesehatan.
Ternyata waktu itu, KPK RI dan pihak terkait tidak merekom Pemprov untuk memberikan modal lagi, karena hasil audit bahwa jika ingin menyehatkan Bank Banten itu butuh suntikan dana sekitar Rp 3 triliun atau sekitar 40 persen dari jumlah APBD Banten yang hanya berjumlah Rp 13 triliun.
Larangan dari KPK tentunya berisiko kalau Pemprov Banten menutupi Rp 3 triliun tersebut untuk menyehatkan Bank Banten karena ada target pembangunan layanan dasar yang sangat penting yang menjadi prioritas Banten seperti infrastruktur jalan, pendidikan, dan kesehatan.
Pada 2019, Wahidin Halim tidak patah samangat, beliau
terus menjajaki dengan beberapa investor untuk bisa diajak kerjasama menjadi
pemodal Bank Banten.
Secara prosedur Gubernur Banten telah menempuh upaya
pendekatan legislatif terkait dengan penyertaan modal ke Bank Banten. Gubernur pun
merespon setiap saran kritik, dan masukan dalam upaya menyehatkan Bank Banten.
Artinya. Gubernur WH mendahulukan asas konstitusional
dalam pengambilan keputusan terkait penyertaan modal pada APBD 2018. Walaupun
dihujani sejumlah protes bahkan penolakan keras dari sejumlah anggota DPRD
Banten.
Pada 2020, Gubernur Banten Selamatkan Uang Rakyat, namun pada
tahun ini ada stigma inkonstitusional yang dilancarkan sejumlah dewan kepada
Gubernur Banten karena memindahkan kas daerah ke bank lain (bank sehat).
Padahal secara aturan bahwa kepala daerah berhak menyimpan kas daerah di bank
umum yang sehat tanpa persetujuan dewan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada pasal 126 ayat
(1) dan (2) PP tersebut berbunyi :
(1) Dalam rangka pengelolaan uang daerah, Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) membuka Rekening
Kas Umum Daerah pada bank umum yang sehat. (2) Bank umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal ini bahwa Pemerintah daerah salah satunya Pemprov
Banten berkewajiban menyimpan uang kas daerahnya di bank yang sehat. Ini bukan
soal Bank Banten adalah bank kebanggan rakyat Banten tapi ini soal kepatuhan
ketaatan seorang kepala daerah demi menyelamatkan uang APBD yang merupakan uang
rakyat untuk pembangunan. Penyelamatan pemindahan kas daerah ke bank sehat tidak
perlu persetujuan DPRD (silahkan baca di aturannya). Lain cerita kalau soal
langkah penyehatan bank tersebut bisa dilakukan bersama DPRD.
Berikutnya upaya marger (penggabungan modal) adalah
solusi cerdas sesuai yang disaksikan oleh Presiden RI, Menteri Keuangan,
Menteri Dalam Negeri, Otoritas Jasa Keuangan dan pihak lembaga lainnya
menyetujui penyehatan Bank Banten melalu marger dengan bank sehat (23/04/2020).
Dan Bank BJB menyanggupinya untuk mengawali penjajakan marger.
Dapat Penulis simpulkan bahwa Gubernur WH
bersungguh-sunguh dan telah bekerja keras menyembuhkan kesakitan Bank Banten.
Kemudian siapa sebenarnya yang tidak ingin bank
kebanggaan kita Bank Banten sehat atau sembuh dari sakitnya ?
Siapa sebenarnya yang mematikan Bank Banten? (***)
Penulis adalah akademisi.
0 Comments